Intisari-Online.com -Diplomasi utang China menjadi salah satu yang paling banyak mendapat perhatian dunia belakangan ini.
Kebijakan luar negeri China itu kerap dijuluki sebagai diplomasi 'jebakan utang', dan dianggap membahayakan negara-negara sasaran.
Negara-negara Afrika tidak terkecuali dari daftar penerima pinjaman China.
Melansir africanliberty.org(24/9/2018), China adalah mitra dagang terbesar Afrika. Dan inilah sebabnya mengapa lebih dari 40 kepala negara dan perwakilan Afrika berada di Beijing, China, pada 3-4 September 2018 untuk Forum Kerjasama Afrika-China (FOCAC).
Dikatakan, kerjasama itu akan memperketat cengkeraman China atas Afrika dan memperdalam ketergantungan Afrika.
Namun ternyata, ada satu negara benua tersebut yang tidak menginginkan satu pun dukungan dari China.
Bahkan, menolak untuk mematuhi persyaratan China untuk mendapatkan keuntungan dari dorongan pembangunan.
Negara tersebut adalah Eswatini, satu-satunya monarki absolut di dunia yang sebelumnya dikenal sebagai Swaziland.
Diketahui Eswatini, Sao Tome dan Principe serta Burkina Faso adalah satu- satunya negara Afrika yang mengakui sekutu terasing China, Taiwan, dan dihukum dengan pembatasan bantuan.
China berhasil memastikan penutupan semua kedutaan Taiwan di semua negara Afrika yang berhasil mereka rayu.
Sao Tome dan Principe dan Burkina Faso jatuh untuk jutaan dolar yang ditawarkan China, sementara Eswatini lebih memilih untuk mempertahankan Taiwan yang dianggap sebagai wilayah yang memisahkan diri oleh China.
Sementara, Pemerintah Taiwan memberikan eSwatini bantuan dan bantuan ekonomi.
China telah membantu seluruh benua dengan $ 60 miliar pada tahun 2015 dan pada 2018, digelontorkan $ 60 miliar lagi untuk Afrika.
Juga pembersihan utang yang jatuh tempo pada tahun tersebut dari Negara- negara Terkurang Berkembang (LDC), yang sangat berhutang, terkurung daratan dan Pulau-Pulau Kecil.
Itu merupakan bagian dari delapan inisiatif baru yang diumumkan di Forum for
Africa-China Cooperation (FOCAC) di Beijing antara tanggal 3 dan 4 September. China juga meluncurkan inisiatif untuk mempromosikan impor China yang tidak berbasis sumber daya dari Afrika dan dana khusus $ 5 miliar untuk mempercepat upaya tersebut.
Baca Juga: Memijat Bagian Kaki Ini Bisa Sembuhkan Beberapa Penyakit Anda
Cina dan Taiwan sendiri berpisah pada tahun 1949 setelah Komunis menang dalam perang saudara yang membuat kaum Nasionalis melarikan diri ke pulau itu.
Kedua belah pihak tidak pernah bersatu sejak itu meskipun terjadi pertempuran diplomatik bolak-balik.
China telah memastikan bahwa negara mana pun yang menjalin hubungan dengan Taiwan akan diberi sanksi secara diplomatis.
Terkait anggapan bahwa China mengatur Jebakan utang di negara-negara Afrika, Pemerintah China telah membantah keras tudingan tersebut dan menilainya tidak berdasar, seperti yang diungkapkan pada 2020 lalu.
Mengutip Kompas.com, Konsul Jenderal China di Lagos (Nigeria), Chu Maoming, menegaskan pemerintah China sama sekali tak menggunakan instrumen bantuan utang untuk mendesain diplomasi perangkap utang di Afrika.
Ia mengatakan, utang dari China tak begitu mendominasi di Afrika. Utang terbesar negara-negara Benua Hitam justru lebih banyak disumbang lembaga keuangan internasional.
"Jika kita merinci utang negara-negara Afrika, sebesar lebih dari dua per tiga berasal dari lembaga keuangan internasional dan kreditor komersial. Mereka yang lebih bertanggung jawab terkait keringanan utang," ujar Maoming dilansir dari The Guardian, Selasa (20/10/2020).
"Mengenai tuduhan palsu yang dibuat beberapa negara dan media terhadap China, saya ingin menunjukan bahwa bukanlah China yang memasang jebakan utang untuk Afrika. Dan China dengan tegas menolak label tersebut," tegas Maoming saat itu.
(*)