Pengalaman Galhos membawanya untuk mulai bekerja dengan perlawanan pada tahun 1989, ketika dia berusia 17 tahun.
Pada tahun 1991, ia menjadi anggota resmi gerakan kemerdekaan klandestin, dan sejak saat itu ia mendorong wanita lain untuk bergabung.
Pada November 1991, dia membantu mengorganisir demonstrasi damai untuk memprotes pembunuhan seorang pemuda Timor oleh Tentara Indonesia. Demonstrasi ini kemudian berujung pada peristiwa berdarah yang dikenal sebagai 'Pembantaian Santa Cruz'.
Setelah pembantaian tersebut, Galhos harus berpura-pura setia kepada pemerintah Indonesia.
Baca Juga: Dari Lima Suami Pandawa, Siapakah yang Paling Membuat Drupadi Menderita?
Untuk melindungi dirinya dan keluarganya, dia mendaftar ke korps pemuda militer Indonesia dan bertugas di dalamnya selama tiga tahun sambil terus aktif dalam perlawanan bawah tanah.
Setelah sebulan diinterogasi dan dilatih di kamp militer di Timor Leste, dia terpilih untuk mewakili pemerintah Indonesia dalam Program Pertukaran Pemuda Dunia Kanada.
Tapi Galhos yang saat itu berusia 22 tahun, membelot setelah tiba di Kanada pada Oktober 1994, memasukkan seragam korps mudanya ke dalam kotak dan mengirimkannya ke Kedutaan Besar Indonesia di Ottawa.
Saat berbicara kepada Japan Times Juli 1999, Galhos menjabat sebagai perwakilan resmi Dewan Nasional Perlawanan Timor, organisasi payung internasional untuk perlawanan Timor Timur.
(*)
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR