Advertorial
Intisari-Online.com - Sebuah pulau yang diperebutkan Jepang dan Korea Selatan menjadi salah satu sumber gejolak hubungan diplomatik keduanya.
Itu adalah pulau-pulau yang terdiri dari pulau utama dan sekitar 30 batu karang yang lebih kecil.
Letaknya di antara wilayah Korea Selatan dan Jepang, yaitu sekitar 211 kilometerdari pulau utama Jepang (Honshu) dan 216,8 kilometer dari daratan Korea Selatan.
Pulau ini punya banyak nama. Korea Selatan menamainya sebagai Pulau Dokdo dan juga beberapa nama lainnya, sementara menamainya Takeshima.
Namun, pulau itu juga dikenal sebagai Liancourt Rocks. Jika Anda melihat Google Maps, maka nama inilah yang disematkan di sana.
Nama Liancourt Rocks sendiri dibuat oleh pemburu paus Perancis pada tahun 1849.
Baik Jepang maupun Korea Selatan mengklaim pulau-pulau itu sebagai wilayahnya.
Sengketa pulau tersebut telah berlangsung sejak lebih dari seabad lalu, tepatnya tahun 1905, ketika Jepang resmi memasukan pulau itu sebagai wilayahnya.
Melansir The Asia-Pasific Journal, pada 28 Januari 1905, Kabinet Jepang secara resmi mengadopsi resolusi yang memasukkan pulau Dokdo atau Takeshima sebagai wilayah Jepang.
Membenarkan penggabungan tersebut berdasarkan klaim bahwa Dokdo atau Takeshima adalah "pulau tak berpenghuni tanpa bukti yang dapat dikenali telah diduduki oleh negara lain.
Pemerintah Jepang kemudian mengganti nama pulau Takeshima dan menempatkan yurisdiksinya di bawah Prefektur Shimane, yang pada gilirannya menempatkannya di bawah kewenangan Pulau Oki.
Tindakan pemerintah Jepang ini dibantah keras oleh Republik Korea, memicu kontroversi pahit antara kedua tetangga Asia tersebut.
Setelah kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik pada tahun 1945, Korea, yang mengklaim hak sejarahnya, mendapatkan kembali kendali atas pulau itu.
Jepang menganggap hal itu sebagai pendudukan ilegal berdasarkan pendiriannya pada tahun 1905.
Sementara dari sisi Korea Selatan, melansir bbc.com, Negeri Gingseng mengatakan Dokdo diakui oleh Jepang sebagai wilayah Korea pada tahun 1696, setelah perselisihan antara nelayan Korea dan Jepang.
Kemudian, pengelompokan pulau secara resmi ditempatkan di bawah yurisdiksi daerah Uldo, pada tahun 1900, katanya.
Tetapi, pada tahun 1905 dianeksasi oleh Jepang menjelang penjajahannya di semenanjung Korea.
Selanjutnya, Dokdo dipulihkan ke Korea setelah Perang Dunia II, katanya.
"Dokdo adalah bagian integral dari wilayah Korea secara historis, geografis dan di bawah hukum internasional," katanya di situs web pemerintah yang didedikasikan untuk masalah tersebut .
Baca Juga: Prasasti Batu Bertuliskan Yunani 'Kristus, Lahir dari Maria' Berusia 1.500 Tahun Ditemukan di Israel
Pada tahun 2005, prefektur Shimane di Jepang mengadakan "Hari Takeshima", yang memicu protes keras dari Korea Selatan.
Masalah ini berkobar lagi pada tahun 2008 di tengah perselisihan tentang konten dalam panduan pengajaran bahasa Jepang.
Sementara itu, Angkatan Bersenjata Korea Selatan, pada 2011, mengancam akan merespons dengan tegas setiap pelanggaran teritorial Jepang di wilayah negeri ginseng itu.
Pihak militer Korsel juga mengingatkan, hubungan kedua negara bisa memburuk selama Jepang tak melepas klaim atas Kepulauan Dokdo.
"Kementerian Pertahanan mendesak Pemerintah Jepang untuk menyadari bahwa hubungan militer kedua negara tidak akan meningkat tanpa Jepang melepas klaimnya atas Dokdo," demikian bunyi pernyataan Kementerian Pertahanan Korsel, Selasa (2/8/2011), mengutip Kompas.com.
Kemudian, pada Juli 2012, Jepang mengajukan protes diplomatik resmi dengan Korea Selatan setelah seorang pria menabrakkan truknya ke gerbang kedutaan besarnya di Seoul untuk memprotes klaim Jepang atas pulau-pulau tersebut.
Bahkan, pada 2020 lalu, hubungan bilateral antara Jepang dan Korea Selatan kembali memburuk karena masalah sengketa pulau ini.
Mengutip Kontan.co.id, Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengajukan protes setelah Jepang memperbaharui klaim terhadap Pulau Dokdo, dalam buku putih pertahanan (defense white paper) terbarunya.
Direktur Jenderal untuk Asia dan Pasifik di Kementerian Luar Negeri Korea Selatan Kim Jung-han memanggil pejabat senior di Kedutaan Besar Jepang untuk Korea Selatan, Hirohisa Soma, terkait masalah tersebut.
Korea Selatan pun mendesak agar Tokyo menarik klaim terhadap Pulau Dokdo, yang berada di wilayah paling timur Korea Selatan.
Hubungan diplomatik kedua negara pernah meningkat secara dramatis, setelah selama bertahun-tahun Korea Selatan menolak melakukan perdagangan atau membuka hubungan diplomatik dengan Jepang.
Setidaknya penolakan itu berlangsung setelah berakhirnya penjajahan Jepang (1910-1945) hingga tahun 1965.
Jepang dan Korea Selatan kemudian menjadi mitra dagang utama, di mana banyak pelajar, turis, penghibur, dan pelaku bisnis melakukan perjalanan di antara kedua negara.
Sedangkan hubungan politik dan ekonomi Korea Utara dengan Jepang tidak berkembang.
Namun, sengketa Pulau Dokdo atau Pulau Takeshima yang terus terjadi pemicu memburuknya hubungan Korea Selatan dan Jepang.
Selain soal ikatan sejarah, kekayaan sumber daya alam di pulau itu juga mungkin menjadi motif lain alotnya perselisihan antara Korea Selatan dan Jepang.
Apa yang Ada di Pulau Dokdo?
Melansir The Korea Herald, dengan lokasinya yang unik dan sejarah alamnya, Dokdo menawarkan tempat penangkapan ikan yang luas, sumber daya yang belum dimanfaatkan dan potensi untuk penelitian lingkungan, geologi dan budaya.
Dokdo adalah produk letusan gunung berapi bawah laut di Laut Timur sekitar 4,6 juta-2,5 juta tahun yang lalu. Oleh karena itu jauh lebih tua dari Ulleungdo (terbentuk sekitar 2,5 juta-10.000 tahun yang lalu) dan Pulau Jeju (terbentuk sekitar 1,2 juta-10.000 tahun yang lalu).
Awalnya, pulau Timur dan Barat utama Dokdo tidak terbagi seperti sekarang.
Sepanjang waktu, singkapan vulkanik telah terkikis dan dilapukan oleh angin dan ombak.
Dokdo unik karena evolusinya masih ditunjukkan. Aktivitas alam menyulitkan banyak pegunungan samudra seperti itu untuk mempertahankan bentuk aslinya.
Dilaporkan, Kementerian Lingkungan Hidup menunjuk Dokdo sebagai salah satu taman geologi pertama di negara itu pada Desember 2012, bersama dengan Ulleungdo dan Pulau Jeju.
“Komposisi batuan beku Dokdo dan Ulleungdo mirip satu sama lain tetapi berbeda dari gunung berapi Jepang dalam banyak hal,” kata Hwang Jae-ha, peneliti senior di Institut Geosains dan Sumber Daya Mineral Korea.
Pulau-pulau kecil tersebut juga diyakini terletak pada deposit besar hidrat gas alam, yang sebagian besar terdiri dari metana.
Baca Juga: Arti Warna Bisa Berikan Penjelasan Mengenai Siapa Jati Diri Anda
Zat seperti es ditemukan di lingkungan dengan tekanan tinggi dan suhu rendah, seperti di dekat garis patahan benua, di mana gas mengkristal saat bersentuhan dengan air laut yang dingin.
Setelah 20 tahun eksplorasi, Perusahaan Minyak Nasional Korea yang dikelola negara mendeteksi lapisan gas alam pertama yang layak secara komersial di lepas pantai Ulsan pada tahun 1998.
Produksi dimulai pada tahun 2004 dan dua deposit lagi telah ditemukan di sekitarnya.
Dokdo juga merupakan rumah bagi setidaknya 107 spesies burung penghuni dan migrasi, termasuk burung penciduk bergaris, petrel badai dan camar ekor hitam, menurut survei Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2007-2010.
Baca Juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun, Lebih Rendah Dibanding Negara yang Pernah Didudukinya
Banyak di antaranya adalah spesies yang terancam punah atau hanya ditemukan di Asia Timur Laut.
Pulau-pulau kecil itu juga merupakan satu-satunya habitat berbagai tumbuhan dan gangchi yang sekarang sudah punah, spesies singa laut.
Sementara mengutip Korea JoongAng Daily, Jepang dan Rusia diketahui telah melakukan beberapa putaran investigasi kapal selam ilmiah di wilayah laut di Laut Timur sekitar tahun 1970-an. Mereka dilaporkan menemukan keberadaan sumber daya mineral yang terkubur di laut.
Sementara Pemerintah Korea Selatan terlambat terjun ke lapangan, menghabiskan lebih dari 3 miliar won ($ 3 juta) untuk melakukan penelitian di laut dalam di sekitar Dokdo dan daerah lain di Laut Timur.
Baca Juga: Begini Cara Mengeluarkan 'Tlusupan' Serpihan Kayu Agar Tak Infeksi
(*)