Advertorial
Intisari-online.com -Sedikit mirip, ketegangan antara Australia dengan China memiliki pola yang sama dengan ketegangan AS dan China.
Hanya saja dalam cakupan ketegangan Australia dan China skala yang ditimbulkan cukup kecil.
Meski begitu, China tetap saja menghadapinya dengan pola yang sama: meminta dukungan agar China tidak dipermalukan.
Mengutip South China Morning Post, presiden China Xi Jinping meminta para negara-negara besar tidak merundung negara kecil.
Pernyataannya telah menimbulkan kritik tajam dari Bumi Kangguru.
Salah satu menteri Australia mengatakan Rabu kemarin jika pernyataan Xi Jinping tidak sesuai dengan perilakunya.
Sanksi China untuk produk Australia saat ini masih diterapkan, dan kedua negara telah menyerang dengan perang kata-kata.
Hal itu kemudian merembet ketika pemimpin China, Xi Jinping, berpidato dalam pertemuan Davos.
Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg mengkritik pernyataan Xi itu.
Xi mengatakan kepada forum jika hubungan antar negara seharusnya diatur oleh peraturan dan institusi resmi, tidak didikte oleh keinginan semata.
"Yang kuat seharusnya tidak merundung yang lemah. Keputusan seharusnya tidak dilakukan dengan adu otot atau ayunkan tinju yang kuat," ujar Xi dalam pernyataan yang sepertinya ditujukan untuk membantu negara-negara kecil dan mengkritik AS.
Menurut Frydenberg, komentar Xi tidak sesuai dengan perilaku mereka kepada Australia.
"Kami sepakat dengan pernyataan bahwa negara besar tidak seharusnya merundung negara kecil tapi sepertinya ada hubungan kontras antara perkataan dan aksi yang dilakukan," ujarnya.
Hubungan Beijing dan Canberra memburuk tahun lalu, dengan China menyerang serangkaian isu termasuk permintaan Australia untuk menyelidik asal dari virus Corona dan melarang partisipasi Huawei dalam pengembangan jaringan 5G di Australia.
China menyerang hampir lusinan sektor Australia dengan pajak impor yang berat, dan industri jelai dan anggur langsung terdampak.
Para pengekspor mulai kehilangan penjualan senilai 2-4 miliar Dolar AS.
Mitra dagang baru
Sementara itu masih mengutip South China Morning Post, China mulai melirik negara tetangga untuk lakukan perdagangan bebas.
Negara itu adalah Selandia Baru, dengan dua negara berhasil selesai mengulas dan ekspansi perjanjian perdagangan bebas sebulan setelah Beijing dan Canberra urung laksanakan hal yang sama.
Wang Wentao, Menteri Perdagangan China, dengan Menteri Perdagangan dan Pertumbuhan Ekspor Selandia Baru, Damien O'Connor, sepakati Perjanjian Perdagangan Bebas yang sudah diperbarui antara China dan Selandia Baru di pertemuan virtual Selasa kemarin.
Perjanjian itu melebarkan perjanjian perdagangan yang sudah ada antara dua negara yang dimulai sejak 2008 lalu.
"Tandatangani pembaharuan itu tunjukkan jika China mengambil langkah kongkrit menuju praktik multilateralisme dan membangun ekonomi dunia terbuka.
"Dan hal itu adalah langkah penting dalam strategi kita untuk mengangkat zona perdagangan bebas," ujar Wang dalam pernyataan yang dipublikasikan di situs Kementerian Perdagangan China.
Kesepakatan juga datang sehari setelah Presiden Xi Jinping berbicara dalam Forum Davos atau Forum Ekonomi Dunia.
Pertemuan itu diadakan secara virtual.
Dengan ini, China ingin berbisnis dengan anggota persekutuan Lima Mata: AS, Kanada, Inggris, Australia dan Selandia Baru, dengan kondisi yang tepat.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini