ILO Prediksi Krisis Pasar Tenaga Kerja akan Dibarengi Ketidakpastian dan Ketimpangan dalam Pemulihan

Ade S

Editor

Ilustrasi pasar tenaga kerja.
Ilustrasi pasar tenaga kerja.

Intisari-Online.com -Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menemukan dampak besar pada pasar tenaga kerja akibat pandemi Covid-19.

Dalam analisis yang mereka buat, bahkan disebutkan bahwa pada 2021 yang diharapan sebagai tahun pemulihan, semuanya akan berjalan lambat, tidak merata, bahkan tidak pasti.

Sebab, menurut hasil analisis ILO, hanya kebijakan yang berpusat pada manusia saja yang dapat menopang pemulihan pasar tenaga kerja seiring dengan hantaman Covid-19.

Simak ulasan lengkapnya berikut ini.

Baca Juga: Teknologi China Memang Canggih! Sawah pun Dimodernisasi Seperti Ini hingga Tak Membutuhkan Petani Lagi, Mampu Pangkas Biaya Tenaga Kerja sampai 65 Persen

Tanda-tanda pemulihan tentatif mulai muncul di pasar tenaga kerja global, mengikuti terjadinya disrupsi yang tidak terduga pada 2020 akibat pandemi COVID-19, demikian laporan terbaru dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO).

Perkiraaan tahunan terbaru dalam edisi ketujuh Pemantauan ILO: COVID-19 dan dunia kerja mengonfirmasi dampak besar yang dialami pasar tenaga kerja pada 2020. Angka terakhir memperlihatkan bahwa 8,8 persen jam kerja global hilang selama keseluruhan setahun lalu (relatif terhadap kuartal keempat tahun 2019), yang setara dengan 255 juta pekerjaan penuh waktu. Ini diperkirakan empat kali lebih besar dibandingkan dengan angka yang hilang saat krisis keuangan global tahun 2009.

Jam-jam kerja yang hilang ini dihitung melalui pengurangan jam kerja bagi mereka yang bekerja atau tingkat kehilangan pekerjaan “yang tidak terduga”, berdampak kepada 114 juta orang. Secara signifikan, 71 persen dari hilangnya pekerjaan ini (81 juta orang) datang dalam bentuk ketidakaktifan dan bukan dalam bentuk pengangguran. Ini artinya orang-orang meninggalkan pasar tenaga kerja karena mereka tidak dapat bekerja, kemungkinan diakibatkan pembatasan pandemi, atau memang berhenti mencari pekerjaan. Hanya melihat pengangguran saja sangat merendahkan dampak COVID-19 terhadap pasar tenaga kerja.

Kehilangan-kehilangan besar ini berakibat pada penurunan 8,3 persen pendapatan kerja global (sebelum perangkat dukungan dimasukkan), yang setara dengan US$3,7 triliun atau 4,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) global.

Baca Juga: Berhasil Merdeka Tapi Gagal Sejahterakan Rakyatnya, Beginilah Nelangsanya Pemuda Timor Leste Hidup Menganggur Karena Tidak Ada Lapangan Pekerjaan di Negaranya, Pemerintah Hanya Sanggup Lakukan Hal Ini

Dampak berdasarkan kelompok dan sektor Kaum perempuan lebih terkena dampak disrupsi pasar tenaga kerja akibat pandemi dibandingkan laki-laki. Secara global, kehilangan pekerjaan bagi perempuan mencapai 5 persen, dibandingkan 3,9persen untuk laki-laki. Secara khusus, perempuan jauh lebih rentan dibandingkan laki-laki untuk keluar dari pasar tenaga kerja dan menjadi tidak aktif.

Kaum perempuan yang lebih muda juga secara khusus paling terkena dampak, dengan kehilangan pekerjaan, terlempar dari angkatan kerja atau menunda untuk memasuki dunia kerja. Kehilangan pekerjaan di antara kaum muda (15-24 tahun) berada di 8,7 persen, dibandingkan 3,7 persen orang dewasa. Ini “menegaskan risiko yang terlalu ril dari hilangnya sebuah generasi”, demikian Pemantauan.

Laporan memperlihatkan dampak yang tidak setara terhadap sektor perekonomian, geografi dan pasar tenaga kerja yang berbeda-beda. Ini menegaskan “Pemulihan berbentuk K”, di mana sektor-sektor tersebut dan para pekerjanya yang paling terkena dampak dapat tertinggal di masa pemulihan, yang mengarah kepada ketimpangan kecuali langkah-langkah perbaikan dilakukan.

Sekor yang terkena dampak terburuk adalah jasa akomodasi dan makanan, di mana terjadi rata-rata penurunan pekerjaan lebih dari 20 persen, diikuti retail dan manufaktur. Sementara ketenagakerjaan di bidang informasi dan komunikasi serta keuangan dan asuransi meningkat di kuartal kedua dan ketiga tahun 2020. Peningkatan marjinal juga terlihat dalam pertambangan, penggalian dan utilitas.

Baca Juga: Sempat Dikritik Habis-habisan Oleh Penduduk Indonesia Gegara Datangkan Tenaga Kerja China, Terungkap Alasan Luhut Pilih Tenaga Kerja China Ketimbang Indonesia

Melangkah ke depan

Sementara masih terdapat tingkat ketidakpastian yang tinggi, proyeksi terakhir untuk tahun 2021 memperlihatkan banyak negara masih mengalami pemulihan yang relatif kuat pada pertengahan kedua tahun ini mengingat program vaksinasi mulai berjalan.

Pemantauan memaparkan tiga skenario untuk pemulihan: berdasarkan data dasar, pesimis dan optimis. Skenario berdasarkan data dasar (dihitung berdasarkan perkiraan Dana Moneter Internasional pada Oktober 2020) memproyeksikan kehilangan jam kerja secara global sebesar 3 persen pada 2021 (dibandingkan K4 2019), yang setara dengan 90 juta pekerjaan penuh waktu.

Skenario pesimis, yang mengamsusikan kemajuan yang lamban dalam vaksinasi khususnya, akan melihat penurunan jam kerja sebesar 4,6 persen, sementara skenario optimis memproyeksikan penurunan 1,3 persen. Ini akan tergantung pada pengontrolan pandemi dan kenaikan kepercayaan konsumen serta bisnis.

Baca Juga: Izinkan 500 TKA China Bekerja di Sulawesi Utara, Gubernur Sultra: 3.000 Lebih Tenaga Kerja Lokal Terancam Kehilangan Pekerjaan

Dalam semua skenario ini, Amerika, Eropa dan Asia Tengah, akan mengalami kehilangan jam kerja sekitar dua kali lebih besar dibandingkan kawasan lainnya.

Pemantauan ini meliputi serangkaian rekomendasi kebijakan untuk pemulihan:

  • Kebijakan makroekonomi tetap akomodatif pada 2021 dan seterusnya, termasuk stimulus fiskal di mana memungkinkan dan perangkat untuk mendukung pendapatan dan mempromosikan investasi.
  • Langkah tersasar untuk menjangkau perempuan, kaum muda dan pekerja dengan keterampilan dan upah rendah serta kelompok lainnya yang paling terkena dampak.
  • Dukungan internasional bagi negara-negara berpendapatan rendah dan menengah – di mana memiliki sumber-sumber keuangan yang lebih terbatas untuk melaksanakan vaksin dan mempromosikan pemulihan ekonomi dan ketenagakerjaan.
  • Menfokuskan dukungan terhadap sektor-sektor yang paling terkena dampak seraya menciptakan pekerjaan untuk sektor yang berkembang cepat.
  • Dialog sosial untuk menerapkan strategi pemulihan yang penting untuk menciptakan perekonomian yang lebih inklusif, adil dan berkelanjutan.
“Tanda-tanda pemulihan yang kita lihat membesarkan harapan, namun tanda-tanda tersebut masih rapuh dengan ketidakpastian yang tinggi, dan kita harus ingat bahwa tidak ada satu negara atau kelompok yang dapat pulih sendiri,” kata Direktur Jenderal ILO Guy Ryder.

“Kita berada di jalan bercabang. Satu jalur mengarah kepada pemulihan yang tidak merata dan tidak berkelanjutan yang mengarah pada peningkatan ketimpangan dan ketidakstabilan, serta prospek terjadinya krisis lanjutan. Jalur lainnya terfokus pada pemulihan yang terpusat pada manusia untuk membangun secara lebih baik, mengutamakan ketenagakerjaan, pendapatan dan perlindungan sosial, perlindungan hak pekerja dan dialog sosial. Jika kita menginginkan pemulihan yang bertahan, berkelanjutan dan inklusif, jalur ini lah yang harus menjadi komitmen para pembuat kebijakan.”

Baca Juga: Capek-capek Kerja di Korea, saat Pulang Istri Malah Dihamili Pria Lain, TKI Ini Pilih Hancurkan Rumah Sendiri dengan Buldoser

Artikel Terkait