Intisari-online.com -Sudah sejak beberapa tahun dari zaman Presiden China Xi Jinping berkuasa, China berupaya untuk membangun jalur sutra baru.
Pembangunan itu bernama Belt and Road Initiative, yang sebenarnya merupakan upaya China menguasai dunia.
Saat negara Barat merasa proyek itu menjadi cara mudah China membangun hegemoninya, negara-negara yang menjadi sasaran China menjadi kian patuh.
Hal ini karena China menggunakan utang-utang untuk terus laksanakan pembangunan negara lain dan membangun infrastruktur mereka.
Salah satu negara yang sudah begitu tunduk pada China adalah Pakistan.
Kedua negara sampai memiliki kesepakatan ekonomi Koridor Ekonomi China-Pakistan (CPEC).
CPEC menjadi bagian dari Belt and Road Initiative, dan menjadi sarana China untuk semakin menguasai Pakistan.
Meski begitu, baru-baru ini kedua negara mulai tunjukkan perbedaan pendapat yang serius.
Melansir The Economic Times, ketidaksepakatan ini terlihat dari pertemuan tahunan dua negara telah ditunda terus-terusan.
Rupanya, ketidaksepakatan yang serius telah muncul antara dua negara.
Hal ini berasal dari proyek pembangunan rel kereta api Main Line 1 (ML-1) dan zona ekonomi istimewa di bawah CPEC.
ML-1 disebutkan sebagai proyek CPEC terbesar, memiliki nilai sebesar 6.8 miliar Dollar (Rp 96 Triliun).
China diharapkan meminjamkan sebanyak 6 miliar Dollar atau sekitar Rp 85 Triliun, dengan Pakistan ingin meminjam ditambah bunga kurang dari 3%.
Namun China keberatan meminjamkan uang untuk ML-1, ada ketakutan jika politikus lokal akan menunda pelunasan utang dan pengembalian investasi itu ke China.
CPEC diatur oleh Komite Kerjasama Gabungan (JCC), yang merupakan kepemimpinan gabungan oleh menteri Pakistan untuk perencanaan, pengembangan dan inisiatif spesial.
Sementara dari China adalah wakil ketua Komisi Reformasi dan Perkembangan Nasional.
Pertemuan JCC pertama diadakan pada Agustus 2013 dan terakhir pada November 2019.
Pertemuan JCC ke-10 diharapkan dilaksanakan pada awal tahun 2020.
Namun pertemuan ini tidak dapat dilaksanakan karena ketidaksepakatan antara Beijing dan Islamabad.
Asad Umar, menteri Pakistan untuk perencanaan, perkembangan dan inisiatif spesial mengatakan kepada media lokal November lalu jika pertemuan JCC ke-10 akan diadakan di bulan berikutnya.
Namun sumber lain mengatakan pertemuan belum dapat dilaksanakan.
China padahal memperpanjang pinjaman konsesi dan komersial untuk proyek-proyek besar di bawah BRI.
"China enggan meminjamkan uang untuk ML-1 karena Pakistan telah meminta keringanan utang untuk memenuhi persyaratan pinjaman G-20 dan tidak dalam posisi untuk memberikan jaminan berdaulat," ujar Nasir Jamal, seorang jurnalis senior di Lahore yang meliput bisnis dan ekonomi di media Asia Nikkei.
Sementara Andrew Small, rekan trans-Atlantik senior dengan program Asia di German Marshall Fund, lembaga pemikir AS, mengatakan kepada Nikkei jika "China jauh lebih nyaman untuk menunda pembayaran atau menyediakan pembayaran baru daripada menawarkan tarif lunak.
"Pendekatan ini memberi Beijing pengaruh dan kendali yang lebih besar meskipun mereka akan fleksibel nantinya."
Awal bulan ini, perusahaan Pakistan Railways meminta pemerintah 11 miliar Rupee (Rp 971 miliar) guna menyediakan keamanan ML-1.
Sulit bagi Islamabad untuk memberikan uang banyak mengingat kondisi keuangan dan ekonomi negara yang buruk.
Gagalnya kesepakatan antara China-Pakistan tidak hanya disebabkan utang saja.
Di fase kedua CPEC yang dijadwalkan untuk 2020 sampai 2025, perusahaan China dijadwalkan mulai produksi barang di Pakistan lalu mengekspor dari sana.
Di masa lalu, JCC selalu diadakan tepat waktu dan China hampir selalu menyetujui permintaan Islamabad.
Ada banyak pengumuman mengenai CPEC tahun lalu, tapi melaksanakannya adalah hal lain.
Pakistan saat ini menegosiasikan pendanaan pembangunan fasilitas sebesar 6 miliar Dollar tadi dengan IMF, yang ditahan April tahun lalu.
IMF dilaporkan hanya akan melanjutkan program itu jika Pakistan tidak meminjam pinjaman komersial lain, dan ini salah satu alasan mereka mencari tarif lunak untuk pinjaman proyek ML-1.
Pada akhirnya Pakistan pun ikut keberatan dengan pinjaman China yang tidak seberapa dan proyek China menggunakan Pakistan sebagai lokasi pabrik dan produksi bagaikan di negaranya sendiri.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini