Sejarah Timor Leste: Pernah Merdeka 2 Kali! Sebelum Lepas dari Indonesia Ini Fakta Deklarasi Kemerdekaan Timor Timur atas Portugal

Khaerunisa

Editor

Referendum Timor Leste 1999. (Ilustrasi) Sejarah Timor Leste: Pernah Merdeka 2 Kali! Sebelum Lepas dari Indonesia Ini Fakta Deklarasi Timor Timur atas Portugal
Referendum Timor Leste 1999. (Ilustrasi) Sejarah Timor Leste: Pernah Merdeka 2 Kali! Sebelum Lepas dari Indonesia Ini Fakta Deklarasi Timor Timur atas Portugal

Intisari-Online.com - Dalam sejarah Timor Leste, negara termuda di Asia Tenggara ini pernah merdeka 2 kali.

Kemerdekaannya dari Indonesia melalui Referendum Timor Timur tahun 1999, dapat dikatakan merupakan yang kedua.

Sebelumnya, pernah terjadi deklarasi kemerdekaan Timor Leste oleh partai Front Revolusioner Timor Timur Merdeka (Fretilin) atas Portugal.

Peristiwa itu terjadi pada 28 November 1975, sebelum terjadi invasi oleh Indonesia kurang dari sebulan kemudian.

Baca Juga: Sejarah Timor Leste: Peristiwa Santa Cruz 1991, Tragedi Kelam yang Tewaskan Ratusan Rakyat Timor Leste

Tentara Indonesia mulai menginvasi Timor Leste pada 7 Desember 1975.

Keberhasilan tentara Indonesia dalam operasi tersebut menjadikan Timor Leste masuk sebagian wilayah Indonesia.

Kemerdekaan yang dideklarasikan Fretilin pun hanya bertahan 'seumur jagung'.

Tapi, bagaimana sejarah terjadinya deklarasi kemerdekaan Timor Leste atas Portugal?

Baca Juga: Didepak AS dari Program Jet F-35, Siapa Sangka Turki Pernah Masuk 3 Besar Kekuatan Udara Dunia, Ini Jet Tempur yang Pernah Dimilikinya hingga Kini

Ternyata, proses deklarasi kemerdekaan itu juga diwarnai perebutan kekuasaan antar partai di Timor Leste.

Mengutip Kompas.com, melansir dari laman The Center for Justice and Accountability, saat itu terjadi kekosongan kekuasaan setelah penarikan pasukan Portugal.

Kemudian kekosongan kekuasaan banyak diisi oleh partai pro kemerdekaan dari akar rumput, yaitu Fretilin (Front Revolusioner untuk Timor Leste Merdeka).

Mereka mengambil peran semi-pemerintah dalam waktu-waktu ini.

Baca Juga: Kuncian Sejarah di Balik Catatan Alkitab Tentang Tambang Salomo dan Komflik Militer Raja Daud Ditemukan di Israel

Namun, tindakan ini pun mendapat reaksi keras dari partai-partai lainnya. Sebab, setiap partai memiliki misinya masing-masing.

Pada mulanya terbentuk tiga partai utama di Timor Timur yaitu, Partai Fretilin, Uni Demokrat Timur (UDT) dan Associacao Popular Democratica Timorense (APODETI).

Fretilin menginginkan Timor Timur untuk merdeka dan berdaulat sepenuhnya. Sedangkan UDT menginginkan kemerdekaan secara bertahap.

Baca Juga: Cegah Terinfeksi Virus Corona dengan Pemakaian Masker, Tapi Benarkah Lebih Efektif Bila Pakai Maker Dobel daripada 1 Masker Saja? Begini Penjelasan Ahli!

Di sisi lain, APODETI justru ingin agar Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia.

Fretelin pun akhirnya melawan UDT. Perlawanan ini banyak menimbulkan korban, termasuk yang berasal dari rakyat sipil.

Menurut suatu laporan resmi dari PBB, selama berkuasa selama 3 bulan ketika terjadi kevakuman pemerintahan di Timor Leste antara bulan September, Oktober dan November, Fretilin melakukan pembantaian terhadap sekitar 60.000 penduduk sipil.

Korban-korban itu sebagian besarnya adalah pendukung faksi integrasi dengan Indonesia.

Baca Juga: Viral Pak Nor Bikin 11 Polisi Tidur, di Indonesia Sembarangan Bikin Polisi Tidur Bisa Kena Denda hingga Rp24 Juta, Lho!

Dalam perkembangannya, UDT dan APODETI kemudian meminta bantuan Indonesia untuk meredam situasi yang terjadi.

Setelah deklarasi kemerdekaan oleh Fretilin, kelompok pro-integrasi pun mendeklarasikan integrasi dengan Indonesia pada 30 November 1975

Akhirnya, pada 7 Desember 1975, Indonesia mengirimkan pasukan militernya ke Timor Timur.

Namun, bukannya meredakan ketegangan yang ada, masuknya militer tersebut justru semakin memperkeruh konflik yang tengah terjadi. Korban-korban dari kedua belah pihak pun terus berjatuhan.

Baca Juga: Tembak Sasaran dalam Jarak 2 Kilometer? Tidak Masalah: Temui M82 Sniper Rifle yang Menggerakkan Roda Revolusi

New York Agreement dan Referendum Timor Leste

Setelah upaya-upaya yang dilakukan untuk meredakan konflik tidak kunjung berhasil, Indonesia kemudian membawa masalah konflik Timor Timur ke PBB setelah melakukan perundingan dengan Portugal.

Melansir dari buku Midwifing a New State: The United Nations in East Timor karya Markus Benzing, pada 5 Mei 1999, dicapai kesepakatan antara Indonesia dan Portugal untuk membuat perjanjian referendum di Timtim.

Perjanjian tersebut dikenal sebagai New York Agreement.

PBB juga membentuk United Nations Mission in East Timor (UNAMET) untuk mengawal kesepakatan Indonesia dan Portugal dalam prosesnya menuju referendum Timtim.

Baca Juga: Viral Pak Nor Bikin 11 Polisi Tidur, di Indonesia Sembarangan Bikin Polisi Tidur Bisa Kena Denda hingga Rp24 Juta, Lho!

Setelah membentuk UNAMET pada 11 Juni Juni 1999, Dewan Keamanan PBB juga menetapkan resolusi 1246, yaitu kesepakatan antara Indonesia, Portugal, dan PBB untuk menggelar referendum.

Dengan resolusi tersebut, PBB pun membentuk misi UNAMET untuk mengawal referendum yang akan segera digelar.

Referendum kemudian dilaksanakan pada 30 Agustus 1999 dan dilaksanakan dengan dua pilihan, yaitu menerima otonomi khusus untuk Timtim dalam NKRI atau menolak otonomi khusus.

Hasil referensum menunjukkan sebanyak 94.388 penduduk atau sebesar 21,5 persen memilih tawaran otonomi khusus, sementara 344.580 penduduk atau 78,5 persen memilih untuk menolaknya.

Baca Juga: Sejarah Timor Leste Tak Lepas dari Revolusi di Portugal, Ini Fakta-fakta yang Perlu Diketahui Tentang Revolusi Anyelir Itu

(*)

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait