Penulis
Intisari-Online.com - Tragedi Santra Cruz tahun 1991 menjadi salah satu bagian kelam dalam sejarah Timor Leste.
Dipicu oleh penembakan terhadap seorang pemuda bernama Sebastiao Gomes, rakyat Timor Leste melakukan aksi berjalan ke pemakaman Santa Cruz, Minggu 12 November 1991.
Sebastiao Gomes sendiri merupakan salah satu pemuda yang bergabung dalam kelompok pejuang kemerdekaan Timor
Seperti diketahui, perlawanan terhadap tentara Indonesia terus dilancarkan kelompok pro kemerdekaan Timor Leste selama masa pendudukan Indonesia tahun 1975-1999.
Di hari rakyat Timor Leste ziarah ke makam Sebastiao itu, sebuah peristiwa mencekam terjadi, peristiwa yang dikenal sebagai tragedi pembantaian Santa Cruz.
Momen itu juga mengubah sejarah perjuangan kemerdekaan Timor, ketika dunia tidak bisa lagi menutup mata atas apa yang terjadi di Bumi Lorosae.
Seperti apa peristiwa Santa Cruz 1991 Timor Leste itu terjadi?
Melansir Tribun Pontianak dalam artikel berjudul 'Peluru Masih Bersarangdi Pinggang' (13/12/2013), sebuah catatan perjalanan wartawan Tribun Pontianak, Stefanus Akim, mengisahkan betapa mencekamnya peristiwa Santa Cruz.
Usai misa di gereja St Antonio Padua Motael, orang-orang mulai melakukan aksi protes di jalan.
Warga berjalan kaki menuju pemakaman St Cruz. Mereka sekaligus ingin berziarah ke makam Sebastiao Gomes.
Bulan Novermber kebetulan adalah adalah bulan arwah dalam kalender liturgi, umat Katolik biasanya berziarah ke makam, mendoakan mereka yang meninggal.
Menunju pemakaman Santa Cruz, warga Timor Leste dalam aksi itu pun membentangkan spanduk, Viva Xanana.
Sementara itu tentara Indonesia berjaga di sudut-sudut jalan dengan senjata siaga.
Namun, aksi demo itu berakhir rusuh, tiba-tiba datang rentetan tembakan.
Pendemo di bagian belakang roboh, yang lain bubar, lari tunggang-langgang.
Suasana pemakaman Santa Cruz berubah mencekam dan menjadi pertumpahan darah.
Baca Juga: Bumi Sedang Menuju Masa Depan yang Mengerikan? Simak Penjelasan Ilmuwan Dunia Berikut Ini
Dalam peristiwa itu, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Timor Leste memperkirakan sedikitnya 271 orang tewas.
Pembantaian ini disaksikan dua jurnalis Amerika Serikat, Amy Goodman dan Allan Nairn, serta terekam video Max Stahl.
Dalam video Max Stahl juga terekam aksi Amali, salah satu pendemo, yang menolong Levi, pendemo lainnya.
Dalam rentetan tembakan Amali menggendong Levi yang berlumuran darah.
Baca Juga: Daftar 5 Militer Paling Kuat di Asia Tahun 2021, Adakah Penghuni Baru?
Kini, aksi heroik Amali mendapat penghargaan dari pemerintah Timor Leste.
Pemerintah membuat patung yang menggambarkan Amali menolong Levi di pinggir Pantai Motael tak jauh dari Gereja St Antonio Padua, Motael, tempat pertama kali aksi demo berlangsung.
Kejadian itu pun diperingati sebagai Hari Pemuda.
"Ada di antara anak muda yang meletakkan bunga di patung kami, mereka mungkin mengira kami sudah meninggal," kata Amali.
Pendemo lainnya bernama Saldahnya. Ia punya kisah lainnya ketika penembakan itu terjadi.
Pemuda Timor Leste tersebut ikut tertembak, bahkan peluru itu tetap bersarang di pinggangnya.
"Saya disarankan operasi ke Surabaya untuk angkat peluru. Tapi saya khawatir, siapa tahu dokternya anak seorang tentara Indonesia yang ayahnya bertugas di sini dan kebetulan meninggal di Timor Leste," ujar dia.
Mengutip irishtimes.com, rekaman Max Stahl sendiri merupakan satu-satunya bukti video yang ada, diselundupkan ke luar wilayah beberapa hari kemudian setelah peristiwa itu.
Baca Juga: Sempat Sesumbar Enggan Normalisasi dengan Israel, Qatar Kini Buka Peluang dengan Syarat
Rekaman itu membawa titik balik dalam sejarah Timor Lorosa'e: mengingatkan dunia akan kekejaman yang terjadi di sana; mendapatkan, akhirnya, dukungan internasional yang luas untuk perjuangan rakyat Timor; dan menempatkan negara kecil di Asia Tenggara ini di jalan menuju penentuan nasib sendiri.
Stahl adalah salah satu dari sedikit jurnalis asing yang bekerja secara diam-diam di negara itu. Ia merekam tentara yang menembak, memukuli, dan menyeret orang pergi.
Dia sempat ditangkap, tetapi sebelumnya mengubur dua gulungan film di kuburan. Malam itu, setelah diinterogasi selama sembilan jam, dia kembali mengambil rekaman itu.
Kisah jurnalis tersebut juga menjadi salah satu cerita legendaris dari tragedi Santa Cruz 1991.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari