Intisari-Online.com - Kedua negara ini sama-sama punya kekuatan militer top, seperti apa perbandingan kekuatan militer China dan India?
Kebuntuan penyelesaian masalah perbatasan antara China dan India semakin membuat ketegangan negara-negara ini meningkat.
Sebuah bentrokan tanpa senjata api terjadi pada Juni lalu, yang menewaskan puluhan tentara.
Korban tersebut dilaporkan dari pihak India, sementara China tidak mengonfirmasi sebanyak apa korban yang dideritanya.
Tensi panas antara China dan India mungkin masih akan terus meningkat, yang menimbulkan kekhawatiran menimbulkan semakin banyak konfrontasi.
Jika pertempuran terbuka terjadi di antara China dan India, tentu akan mengerikan mengingat dua negara ini punya kekuatan militer top.
Militer China menduduki peringkat ke-3 kekuatan militer dunia, hanya di bawah AS dan Rusia. Sementara India menyusul di peringkat ke-4, menurut Global Firepower.
Selisih peringkatnya tipis, seperti apa kepemilikan peralatan tempur China dan India?
Di sektor udara, India berhasil menempati peringkat ke-4 dari 138 negara, dengan total persenjataan 2.123 unit.
Namun peringkat itu masih di bawah China yang menempati peringkat ke-3 untuk kekuatan udaranya.
China unggul dengan 1.232 pesawat tempur, 371 pesawat serangan khusus, 911 helikopter, 281 helikopter serang, dan 111 pesawat misi khusus.
India hanya unggul dari China di sektor udara untuk banyak pesawat angkutan dan pesawat latihannya.
Beralih ke sektor darat, China memiliki 3.500 tank, 33.000 kendaraan lapisbaja, 3.800 artileri self-propelled, 3.600 artileri derek, dan 2.650 proyektor roket.
Sedangkan India memiliki 4.292 tank dan 4.060 artileri derek, mengungguli China. Kemudian 8.686 kendaraan lapis baja, 235 artileri self-propelled, dan 266 proyektor roket.
Untuk sektor lautnya, China cukup jauh di atas India yaitu berada di peringkat ke-2, dengan total aset persenjataan 777 unit, terdiri dari 2 kapal induk, 38 kapal perusak, 52 fregat, 50 korvet, 74 kapal selam, 220 kapal patroli, dan 29 mine warfare.
Dan India memiliki total aset persenjataan sektor lautnya sebanyak 285 unit, terdiri dari 1 kapal induk, 10 kapal perusak, 13 fregat, 19 korvet, 16 kapal selam, 139 kapal patroli, dan 3 mine warfare.
Untuk banyak pasukannya, China dan India sama-sama merupakan pemilik personel militer berjumlah besar.
India mengungguli China untuk total personel militernya, yaitu dengan 3.544.000 personel, sementara China memiliki 2.693.000 personel.
Namun, untuk tentara aktif, China lebih unggul dengan 2.183.000 pesonel dan sisanya 510.000 merupakan cadangan.
Dengan India memiliki personel militer aktif sebanyak 1.444.000 dan cadangannya lebih banyak yaitu 2.100.000 personel.
Peralatan tempur dan jumlah pasukan yang besar masih didukung anggaran belanja pertahannya yang juga besar.
China jauh mengungguli India dan menjadi salah satu militer paling kaya di dunia dengan anggaran sebesar $ 237 miliar.
Sedangkan India memiliki anggaran pertahanan tahun 2020 sebesar $ 61 miliar.
Anggaran pertahanan menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kekuatan militer suatu negara.
Masalah Sengketa Perbatasan, Pakar: China tidak pernah setuju untuk bertukar peta dengan India
Melansir news.18.com (19/6/2020), dalam percakapan mendetail dengan News18, BR Deepak, salah satu pakar terkemuka di China dan profesor di Pusat Studi China dan Asia Tenggara di Universitas Jawaharlal Nehru, berbagi perspektifnya tentang perjanjian China dan India.
Ia menjelaskan mengapa dia berpikir bahwa dengan terbunuhnya 20 tentara India, semua Tindakan Membangun Kepercayaan (CBM) antara kedua negara juga telah mati.
Dalam perjanjian tujuh halaman yang ditandatangani antara China dan India pada tahun 1996, kedua negara mengharapkan 'penyelesaian akhir' dari masalah perbatasan dan terciptanya perdamaian dan ketenangan di perbatasan.
Dimulai dari pasal 3 dan 4, Deepak menjelaskan bahwa pasal itu pada dasarnya berbicara tentang membatasi pengerahan pasukan dan paramiliter di kedua sisi dan pertukaran informasi tentang pengerahan pasukan satu sama lain.
Kedua pasal tersebut telah dilanggar oleh kedua belah pihak yang telah mengerahkan pasukan dalam jumlah besar di LAC, katanya.
Setelah China memindahkan ribuan tentaranya ke LAC di Ladakh, India memutuskan untuk meniru penempatan di sisi perbatasannya.
Pasal 6, tentang larangan penggunaan senjata api di dekat LAC, dalam upaya untuk mencegah gejolak di perbatasan.
Pasal 7, adalah tentang memelihara komunikasi yang konstan di perbatasan oleh komandan kedua angkatan darat dan memperluas hubungan telekomunikasi yang ada.
Tetapi saluran komunikasi ini jarang digunakan. Baru pada 7 Juni, pada puncak ketegangan di perbatasan, kedua komandan korps menggunakan mekanisme ini untuk duduk dan berbicara satu sama lain, ”kata profesor Deepak.
Pasal 9, tambah Profesor Deepak, berkaitan dengan hak salah satu pihak untuk meminta klarifikasi dari pihak lain jika dirasa bahwa kesepakatan tersebut tidak diikuti secara semangat.
“Pihak China berulang kali menyalahgunakan pasal perjanjian ini.
"Kami tahu bahwa mereka dengan susah payah memperluas infrastruktur di sisi perbatasan mereka, bertentangan dengan semangat perjanjian, tetapi ketika India mencoba untuk mengikutinya, mereka menggunakan artikel ini untuk memperingatkan orang India bahwa perjanjian itu tidak diikuti. ”
Melalui artikel berikutnya, kedua belah pihak sepakat untuk bertukar peta persepsi mereka sendiri tentang LAC.
Idenya adalah untuk mencapai kesimpulan, mencari dasar untuk menyelesaikan sengketa perbatasan, yang juga tetap macet dalam praktiknya.
"Dua puluh empat tahun ke depan kami masih belum bisa melakukan ini seminimal mungkin karena China tidak pernah setuju untuk bertukar peta dengan India," tambahnya.
Semua perjanjian, yang ditandatangani antara negara-negara sebagai CBM - 1993, 1996, 2003, 2012, 2013 - semua perjanjian sekarang secara efektif ditinggalkan compang-camping.
Menurut Deepak, India tidak mungkin mundur dalam menghadapi agresi China dan berpikir bahwa pasukan India bisa bertahan lama di seluruh LAC.
“Pembenahan infrastruktur dari pihak kami jelas mengganggu China. Saya khawatir akan ada lebih banyak konfrontasi dalam waktu dekat.
"Saya tidak berpikir bahwa India akan mundur menghadapi tekanan China. Kami akan berada di dalamnya untuk jangka panjang, saya kira, ”tambahnya.
(*)