Intisari-online.com -Semakin ke sini, pentingnya drone dalam pertempuran hampir tidak terlupakan.
Salah satu negara bisa saja unggul dengan miliki jet tempur ataupun pembom siluman yang canggih.
Namun, perang akan jauh lebih efektif jika menggunakan pesawat tanpa awak!
Sehingga, para pilot bisa beristirahat dan dengan sentuhan lembut pada konsol komando, ganti dengan mode otomatis.
Pesawat tanpa awak adalah masa depan pertempuran di udara.
Itulah sebabnya sudah banyak negara yang mengadopsi bentuk drone dari negara lain dengan meniru pengawasan dan kemampuan komunikasinya.
Beberapa dari negara itu bahkan menggunakan drone yang benar-benar dapat berperang.
Kini, misi udara seperti rudal udara-ke-darat, bom berpemandu laser, atau serangan udara-ke-udara dapat dilakukan oleh drone.
Sedikit ironis, karena dengan perkembangan drone yang makin baik ini, maka jet tempur berawak militer semakin usang.
Meski begitu, tidak semua drone tercipta setara.
Banyak di antara drone-drone tersebut yang merupakan versi drone pengawas yang disempurnakan.
Sementara ada juga yang dibuat hampir menyerupai kemampuan jet tempur paling canggih.
Beberapa drone juga memiliki kemampuan siluman, dapat membawa serangkaian senjata yang hebat.
Sementara, ada yang dirancang murah dan diproduksi secara massal.
Lantas, apa kriteria untuk membandingkan semua drone yang ada?
Sebenarnya itu semua sama saja, militer mana pun ingin memiliki drone paling efektif, berjaya dan siap tempur.
Berikut adalah daftar 10 drone terbaik di dunia pada tahun 2020 yang disusun oleh Aerotime Hub beserta negara pemiliknya.
10. TAI Aksungur (Turki)
Turki memiliki drone yang mampu beroperasi di ketinggian medium dan daya tahan tinggi (MALE).
Aksungur menjadi salah satu dari banyak pesaing Reaper.
Aksungur diproduksi di Turki sebagai modifikasi lebih lanjut dari pendahulunya yang lebih kecil.
Konon dikabarkan jika Aksungur bisa bertahan sampai 40 jam.
9. CAIG GJ-2/Wing Loong II (China)
Drone ini terbilang baru, karena diperkenalkan mulai tahun 2017 kemarin.
Drone asal China ini tapi sudah amankan posisinya di beberapa konflik Timur Tengah lewat tangan Uni Emirat Arab.
Pakistan dan Mesir tak urung juga membeli puluhan drone tersebut.
Disebutkan bahwa drone China ini dapat membawa 200 kilogram bom dan rudal yang dipandu laser, sementara klaim dari pabriknya adalah kemampuan drone itu untuk jadi senjata pertempuran udara-ke-udara.
8. Altair/Altius (Rusia)
Dikembangkan sejak tahun 2011, drone MALE baru terbang perdana pada 2019 dan akan masuk ke Angkatan Udara Rusia pada 2021.
Pabrik produksi mengklaim kemampuan daya tahan sampai 48 jam dan muatan mencapai 1000 kilogram untuk ukuran pesawat yang lebih besar dari pesawat sejenisnya.
Nama Altair seharunya menjadi nama program pengembangan sedangkan Altius nama pesawatnya, tapi sering terjadi nama keduanya tertukar.
7. EADS Barracuda (Eropa)
Untuk yang satu ini, tujuan awalnya dirancang oleh maskapai penerbangan Eropa Airbus sebagai kompetisi program drone Eropa lain.
Jangkauan dan daya tahannya tidak seperti Drone MALE, tapi kemampuan tempurnya sudah seperti jet tempur dengan pilot.
Barracuda dirancang bisa membawa 300 kilogram amunisi yang bisa diluncurkan saat musuh belum mendeteksi penyusup.
Disebutkan dalam Aerotime Hub, proyek Barracuda dihentikan sebelum ada yang tahu tentang proyek ini, selain penerbangan perdana pada tahun 2006.
Meski begitu, drone ini jelas drone pertama Eropa.
6. General Atomics Avenger (AS)
Nama awalnya adalah Predator C, penerus drone lawas MQ-1 Predator dan MQ-9 Reaper.
Meski begitu, Avenger dilengkapi perkembangan dengan mesin turbofan, ruang senjata internal dan fitur siluman.
Avenger dapat membawa serangkaian amunisi, mengangkat hampir tiga ton amunisi termasuk yang diangkut di luar isi drone dan mengarahkan tembakan ke musuh dengan sistem penargetan elektro-optik pesawat tempur F-35 Lightning II.
Tidak hanya melengkapi Angkatan Udara, drone Avenger juga melengkapi Angkatan Laut dengan nama Sea Avenger, menambah jajaran pesawat tanpa awak dengan kemampuan berbasis pada kapal induk.
5. Northrop Grumman X-47 (AS)
Sebagai negara dengan kemampuan militer unggulan, AS tidak kekurangan program pengembangan drone siluman sejak tahun 2000, dengan mengembangkan Boeing Phantom Ray.
Contohnya adalah si pioneer X-74A berbasis darat dan mitra berbasis kapal induk X-74B.
X-47A pertama kali terbang tahun 2003, dan kemampuan mereka sangat jauh di atas rata-rata. X-74B dapat membawa dua ton amunisi dan masih bisa lepas landas dari kapal induk.
Kini, program ini telah dihentikan, tapi bukti menunjukkan jika Angkatan Udara AS mengadopsi beberapa jenis penerus yang lebih maju, dengan kemampuan supersonik, bisa bertempur, memiliki desain sayap terbang yang sama.
4. Hongdu GJ-11 (China)
Diberi julukan Sharp Sword, drone asal China ini semisterius negara pembuatnya.
GJ-11 pertama kali terbang pada tahun 2013 dan diadopsi militer China tahun 2019 atau mungkin lebih awal dari itu.
Perkembangan signifikan adalah penggantian knalpot afterburner bulat diganti dengan knalpot dengan visibilitas rendah, sehingga fokus hanya pada fitur siluman.
China telah membanggakan kemampuan penetrasi dalam drone tersebut, tunjukkan ruang senjata internal yang luas dan kemampuan mengirimkan amunisis berpemandu laser, kemungkinan menghasilkan kinerja yang serupa dengan drone siluman jenis ini.
3. Sukhoi S-70 Okhotnik-B (Rusia)
Menjadi drone tempur siluman yang beroperasi ini merupakan kelanjutan program MiG sebelumnya yang diberi nama "Skat".
Jet tempur ini memiliki mesin turbojet AL-31 dengan nozzle tidak termodifikasi, sehingga kemampuannya terkobankan hampir separuh.
Namun pembeda paling utama dari jet tempur ini adalah ukurannya, 4 kali lebih berat daripada X-47B dari AS dan jauh lebih besar.
Keuntungan yang didapat dari drone besar adalah jumlah amunisi yang bisa dibawa, hampir 3 ton amunisi bisa diangkut dan jangkauannya mencapai 6000 kilometer.
Okhtonik didesain berfungsi bersama dengan jet tempur generasi kelima Su-57, dan seharusnya masuk ke misi Angkatan Udara Rusia tahun 2024 mendatang.
2. BAE System Taranis / Dassault nEUROn (Eropa)
Eropa memiliki dua drone yang serupa dalam kemampuan dan penampilan tapi pengembangannya secara terpisah oleh perusahaan pertahanan Inggris BAE Systems dan konglomerat Eropa yang dipimpin oleh Dassault Perancis.
Tujuan mereka adalah untuk mengeksplorasi prospek pengiriman hingga dua ton bahan peledak Eropa yang diatur dengan baik di zona ancaman tinggi dan mempertahankan diri dari musuh di darat dan udara.
Taranis seharusnya supersonik, setidaknya pada awalnya, sementara desain nEUROn menekankan pada fungsi kerja sama otonom dengan pesawat berawak sebagai pendamping penerbangan (wingman) setia.
Kedua pesawat ini mencapai penerbangan pertama pada 2013 dan 2012, dan pada 2014, sebuah kontrak ditandatangani antara Perancis dan Inggris untuk menggabungkan pengembangan mereka dalam Future Combat Air System baru drone tempur Eropa, tapi batal karena peristiwa Brexit.
FCAS kemudian digunakan oleh program pesawat tempur generasi keenam Dassault-Airbus dan BAE-Leonardo.
Taranis dihentikan pada 2020, sedangkan nEUROn terus mengalami pengujian.
1. XQ-58A Valkyrie (AS)
Tidak heran posisi nomor 1 direbut drone asal AS ini, dirancang untuk mendukung peswat tempur yang mengendalikan kontrol langsung dari rekan berawaknya atau bahkan kecerdasan buatan (AI) dalam pesawat.
Valkyrie dapat mengamati medan perang, menghadapi musuh dan mengorbankan diri sebagai perisai pesawat berawak.
Keunggulannya adalah harganya, hanya dijual 2 juta Dolar AS masing-masing, setara dengan rudal jelajah dan tidak sebanding dengan harga jet tempur yang sebenarnya.
Dengan hal ini, Valkyrie menjadi pilihan utama karena kemampuan hampir sama dengan pesawat tempur berawak, tapi lebih murah dan lebih mudah digantikan.
Drone ini diharapkan masuk produksi massal pada tahun 2021.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini