Advertorial
Intisari-Online.com - Satuan Bravo 90 merupakan pasukan khusus Indonesia dari TNI AU.
Selain memiliki pasukan elit bernama Pasukan Khas atau Paskhas, TNI AU memiliki 'pasukan lebih khusus' ini.
Anggota Satuan Bravo 90 terdiri dari sejumlah personel Paskhas pilihan.
Meski terbentuknya Satbravo 90 masih terhitung muda dilingkungan pasukan khusus TNI, yakni di tahun 1990, bukan berarti Bravo 90 jauh dari mumpuni.
Semua ketrampilan layaknya pasukan khusus, yakni kemampuan bertempur tiga matra (darat, laut, dan udara) sudah dikuasai secara matang.
Tapi karena Satuan Bravo 90 merupakan pasukan khusus spesialiasasi pertempuran di udara, kelebihannya dibandingkan pasukan khusus lainnya adalah kemampuan mengoperasikan pangkalan udara termasuk bandara komersil, dan memahami seluk beluk beragam pesawat.
Sama seperti satuan lain TNI, operasi Sat Bravo 90 langsung di bawah Panglima TNI.
Tapi untuk misi-misi khusus di lingkup TNI, mereka bisa di-BKO-kan kepada Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI yang sekarang dinamai Badan Intelijen Negara (BIN).
Namun untuk misi di tingkat matra, langsung di bawah Komandan Korpaskhas. Saat ini personel Sat Bravo 90 diduga mendekati angka lebih dari 300 orang dan bermarkas di daerah Rumpin, Bogor, Jawa Barat.
Semua personel Sat Bravo merupakan prajurit pilihan dan umumnya mendapatkan pendidikan komando hingga dua kali.
Secara umum memang ada dua tingkatan rekrutmen personel Bravo 90, yakni pendidikan komando dan pasca komando.
Yang pertama adalah titik penentu apakah seorang personel layak diikutkan dalam seleksi prajurit Bravo 90.
Baca Juga: Tak Usah Khawatir Kurus, Coba Resep Jamu Penggemuk Badan Berikut Ini!
Standar yang digunakan hingga saat ini adalah setiap lulusan sekolah komando yang masuk ranking 1-20, dinyatakan wajib mengikuti tes Bravo.
Materi uji dimulai dari psikotes. Bagian ini amat menentukan tahap selanjutnya. Kalau calon dinyatakan tidak mampu bertahan, langsung dibalikkan ke kesatuan asalnya.
Misalnya, mereka harus bisa bertindak, berpikir dan mengambil keputusan dalam keletihan mendalam dan tekanan mental tinggi. Lulus dari tahap ini, siswa dinyatakan berhak menyandang bagde Bravo 90.
Tahap selanjutnya lebih serius, pendidikan intelijen strategis. Pelaksanaannya sengaja digelar link-up dengan BIN.
Pendidikan intelijen kembali dilaksanakan ketika mereka sudah benar-benar terjun sebagai personel operasional. Hanya pelaksanaannya sepenuhnya dilaksanakan di BIN selama tiga bulan.
Dua bulan berikutnya kembali ke materi kemampuan bertempur menggunakan beragam senjata dan beragam teknik.
Pendidikan spesialisasi antiteror dan lawan bajak udara (Atbara) yang mereka istilahkan sebagai kamp konsentrasi Atbara, yang semula dilaksanakan di Margahayu, Bandung, kini dilakukan di Rumpin.
Tahapan pendidikannya hampir sama dengan standar pasukan khusus dunia: dimulai dari building assault, aircraft assault, train assault, ship assault dan bus assault.
Aplikasi dari kelima teori dasar ini berupa perang hutan dan perang kota.
Pada tahapan lain tak ketinggalan materi longe range patrol. Teknik yang pernah dilaksanakan pasukan Ranger AS ketika bertempur di Vietnam.
Tapi Ranger menyebutnya dengan istilah Long Ranger Reconnaissance Patrol (LRRP). Dengan kata lain, lewat materi ini personel juga diharapkan mampu menggelar operasi pengintaian (recce).
Khusus untuk gemblengan fifik, baik bagi tamtama, bintara maupun perwira standarnya sama.
Ada 12 item squad test yang mesti dijalani baik untuk menguji kekuatan badan atas maupun bawah.
Misalnya lari 3.200 m per 12 menit (standar 2.800 m per 12 menit), lari untuk kekuatan kaki lima kilometer 24 menit, dan renang sejauh dua kilometer tanpa perlengkapan khusus sambil menarik beban selama dua jam.
Puncak dari segala kegiatan adalah apa yang disebut hell week. Banyak cerita seram seputar sesi terakhir ini, baik di satuan khusus seperti Gultor Kopassus, Denjaka maupun Kopaska.
Namun apapun bentuk latihan keras itu, seleksi bak neraka di tahap penghabisan ini sebenarnya ditujukan untuk melihat apakah setelah “kekejam” itu, personel bersangkutan masih bersedia bergabung dengan Sat Bravo 90.
Pasalnya, kemampuan manusia ada batasnya itulah problem pasukan khusus.
Tak heran life time penugasan di unit khusus relatif singkat. Walau tidak eksplisit, Bravo mencoba membuat standar usia maksimal 35 tahun untuk kombatan.
Dalam menyusun organisasi, Bravo mengikuti standar organisasi pasukan khusus modern dan pakem yang sudah dibentuk pendahulunya, seperti Denjaka dan Sat-81.
Bravo 90 memiliki tiga tim operasional. Yaitu tiga Tim Alfa 1, 2, 3, Tim Alfa 1 berkualifikasi Intelijen, Alfa 2 khusus Perang Hutan/Kota, dan Tim Alfa 3 Counter Terrorist.
Ketiga tim dibantu Tim Banik (Bantuan Teknik). Tugasnya seputar kesiapan kendaraan serta pemeliharaan persenjataan dan peralatan.
Selain itu Bravo juga mengenal Tim Sus (Khusus). Tim ini merupakan gabungan orang-orang dengan kualifikasi di luar matra udara.
Mencakup UDT (Underwater Demolition Team), EOD (Explosive Ordnance Disposal) dan pasukan katak.
Di sini juga bercokol tim pelatih. Mereka bertanggung jawab dalam membina dan melatih personel yang masuk Bravo 90.
Selain terus mengasah kemampuan dengan berlatih secara internal maupun dengan satuan lain di TNI atau latihan gabungan ketiga pasukan khusus TNI, Bravo juga menggelar latihan dengan satuan khusus asing.
Misalnya para personel Sat Bravo 90 secara rutin diikutkan dalam program latihan bersama dengan US Pasific Command dan pasukan khusus SAS Australia. (Agustinus Winardi)
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari