Di Indonesia sendiri pesawat terbang MAX 8 dioperasikan oleh dua Maskapai Penerbangan yaitu Garuda dan Lion Air. Ketika pesawat MAX 8 Lion Air mengalami kecelakaan fatal , masyarakat penerbangan dunia belum melihat tentang adanya kefatalan dari produk pesawat MAX 8.
Penyebabnya adalah reputasi dan komitmen Lion Air terhadap keselamatan penerbangan dinilai tidak begitu baik dengan serangkaian kecelakaan yang terjadi sebelumnya.
Ditambah lagi dengan hasil investigasi awal dari KNKT yang menyebutkan beberapa kesalahan telah dilakukan oleh Lion Air pada dan sebelum terjadinya kecelakaan tersebut dan sempat menyebabkan “murka” nya pihak manajemen Lion Air terhadap KNKT.
Keadaan berubah drastis setelah terjadi kecelakaan di Ethiopia dengan pesawat MAX 8. Ketika itulah muncul kecurigaan tentang penyebab yang sama yang terjadi pada kedua kecelakaan tersebut.
Ditemukanlah “sang kambing hitam” bernama MCAS, untuk sementara disimpulkan sebagai faktor penyebab utama terjadinya kecelakaan. Menjadi lebih parah lagi karena ternyata keberadaan MCAS tersebut tidak diketahui sebelumnya oleh para pilot dan pihak operator pesawat dalam hal ini maskapai penerbangan pengguna MAX 8.
Rentetan inilah yang kemudian membawa FAA dan Boeing kepada posisi yang sangat sulit untuk menghindar dari kesalahan fatalnya.
Walaupun pihak Boeing melalui CEO nya telah memohon maaf kepada seluruh keluarga korban kecelakaan di Indonesia dan Ethiopia, kiranya hal tersebut sangat sulit untuk dapat memulihkan kepercayaan masyarakat pengguna jasa angkutan udara untuk percaya dan mau bepergian lagi dengan pesawat terbang MAX 8.
Di Indonesia yang memiliki wewenang untuk menyetujui atau tidak menyetujui keputusan FAA yang telah mengijinkan MAX 8 untuk terbang kembali berada dalam tangan Direktur Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan RI.
Penulis | : | Maymunah Nasution |
Editor | : | Maymunah Nasution |
KOMENTAR