Intisari-Online.om - Perang kata-kata masih berlanjut antara Presiden Prancis dan Turki, ketegangan pun belum reda, seperti apa perbandingan kekuatan militer kedua negara?
Giliran Presiden Prancis, Emmanuel Macron yang angkat bicara menuduh Rusia dan Turki kampanyekan sentimen anti-Perancis di Afrika, ketika dirinya berusaha untuk mempertahankan perannya di negara kolonial itu.
Mengutip Kompas.com, Macron pada Jumat (20/11/2020) mengecam, Presiden Guinea, Alpha Conde yang berkuasa dengan tegas mengesampingkan negosiasi dengan para milisi untuk meringankan tugas pasukan Perancis yang ditempatkan di wilayah Sahel di Afrika.
Dalam hal itu, Macron menyebut bahwa ada keterlibatan kekuatan asing, termasuk Turki.
"Ada strategi yang bekerja, kadang-kadang dipimpin oleh para pemimpin Afrika, tetapi terutama oleh kekuatan asing, seperti Rusia atau Turki, yang mempermainkan kebencian pasca-kolonial," katanya kepada majalah Jeune Afrique seperti yang dilansir dari AFP pada Jumat (20/11/2020).
"Kita tidak boleh naif dalam hal ini, banyak dari mereka yang berbicara, yang membuat video, yang hadir di media berbahasa Perancis didanai oleh Rusia atau Turki," tambahnya.
Dia juga mengatakan Turki berkontribusi pada kesalahpahaman atas pembelaannya terhadap hak publikasi karikatur Nabi Muhammad, setelah peristiwa pemenggalan kepala seorang guru pada Oktober.
"Ketika saya memutuskan untuk menyerang Islam radikal...kata-kata saya terdistorsi. Oleh Ikhwanul Muslimin, cukup luas. Tetapi, juga oleh Turki, yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi banyak opini publik, termasuk di sub-Sahara Afrika," ungkap Macron.
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR