Advertorial
Intisari-online.com - Seperti yang banyak kita tahu, Timor Leste memilih merdeka dari Indonesia setelah terjadinya pertumpahan darah.
Sejak 1975, Timor Leste berjuang mendapatkan kemerdekaan dari Indonesia sampai terjadi bentrokan.
Pada saat itu banyak yang memandang Indonesia bertindak biadab dengan melakukan pembantaian di Timor Leste.
Meski demikian, faktanya masih ada segelintir orang Timor Leste yang pro-Indonesia, bahkan menginginkan integrasi dengan Indonesia.
Salah satunya adalah Arnaldo dos Reis Araujo, merupakan pendiri partai APODETI (Associacao Popular Democratica Timorense) yang bertujuan menyatukan Timor Leste ke Indonesia.
Awalnya Arnaldo dos Reis Araujo adalah seorang peternak, tetapi kemudian dia mengusir Portugis yang kala itu menduduki Timor Leste.
Namun pada saat itu ada tiga partai besar yang ada di Timor Leste, mereka adalah APODETI yang pro Indonesia, UDT pro dengan Portugis, dan Fretilin yang ingin Timor Leste merdeka.
Setelah mengusir Portugis situasi makin mencekam, ketika Fretilin menginginkan kemerdekaan.
Puluhan ribu rakyat Timor Leste yang menginginkan integrasi ke Indonesia menjadi korban kekejaman Fretilin.
Hingga membuat perbatasan NTT dibanjiri pengungsi dari bumi lorosae.
Pada saat itu, Arnaldo dos Reis Araujo, pegi ke Jakarta untuk minta bantuan Indonesia, setelah kembali ke Timor Leste dia ditangkap oleh Fretilin.
Akhirnya TNI turun tangan melakukan Operasi Flamboyan untuk menyelamatkan tokoh-tokoh Timor Leste yang pro Indonesia.
Sebelumnya, Arnaldo dos Reis Araujo juga diangkat sebagai gubernur pertama Timor Timor waktu itu, dengan wakil Francisco Xavier Lopes da Cruz.
Timor Timur yang menjadi wilayah NKRI ke-27 disahkan dalam UU no.7 tahun 1976, tentang pengesahan Penyatuan Timor Timur.
Timor Timur dipandang sebagai wilayah yang unik di Indonesia, karena merupakan bekas jajahan Portugis, hingga mendapat julukan 'anak yang hilang' oleh Presiden Soeharto.
Saat Timor Leste menjadi bagian Indonesia, wilayah itu dimanjakan dengan berbagai pembangunan infrastruktur.
Mulai dari pembangunan jalan beraspal, bandara, sekolah dasar, hingga universitas dibangun di Timor Leste.
Peninggalan Indonesia yang paling mencolok di antaranya adalah, Bandara Komoro yang kini diuah menjadi Bandara Nicolau Lobato di Dili.
Kemudian kucuran subsidi dana APBN untuk menaikkan kesejahteraa rakyat Timor Leste.
Selain itu, juga dibangun patung raksasa Santo Cristo Rei, yang merupakan ikon pariwisata di Timor Leste, sebagai bentuk toleransi terhadap umat katolik.
Patung itu bahkan menjadi patung Yesus Kristus terbesar kedua di dunia setelah di Rio de Janeiro Brasil.
Hal ini menandakan meski Indonesia mayoritas muslim, juga memiliki patung Yesus Kristus terbesar kedua di dunia, untuk menghormati umat katolik di Timor Leste.
Selain itu, untuk menghormati para pahlawan Timor Timur yang berjuang merebut kemerdekaan dari Portugis.
Presiden Soeharto juga memerintahkan untuk membangun Monumen Integrasi berbentuk liurai, dengan borgol terputus kedua tangannya.
Memperingati kemerdekaan Timor Timur dari Portugis dan Integrasi ke Indonesia waktu itu.