Secara tradisional, sekularisme Prancis mengharuskan negara bersikap netral dan menyerukan penghormatan terhadap agama di ruang publik.
Ini dilakukan untuk menghindari munculnya intoleransi agama.
Namun, di zaman modern ini, ini telah menjadi sesuatu yang jauh lebih ekstrem.
Sekularisme moderat yang berlaku hingga tahun 1970-an telah diganti dengan sesuatu yang lebih seperti agama sipil.
Ini adalah sistem kepercayaan yang memiliki pendetanya sendiri (menteri pemerintah), pausnya (presiden republik), pembantunya (intelektual) dan bidatnya (siapa pun yang menyerukan sikap yang kurang antagonis terhadap Islam ditolak).
Salah satu ciri yang menentukan dari sekularisme baru ini adalah promosi penistaan agama.
Dan khususnya, ekspresi ekstremnya dalam bentuk karikatur seperti yang dilakukan kepada Nabi Muhammad.
Kondisi ini lantas 'dipamerkan' secara penuh setelah pembunuhan guru yang mempertunjukkan kartun Nabi Muhammad di kelasnya.
Saat itu, banyak intelektual Prancis memuji penistaan agama dan membela pembelaan tegas pemerintah atas hak kebebasan berekspresi.
Padahal mereka seharusnya mempertimbangkan kata-kata mereka dengan lebih hati-hati.
Di Eropa Barat, hak penistaan diakui secara hukum.
Namun melindungi kebebasan untuk menghujat adalah satu hal dan yang lain dengan antusias mendesak penistaan, seperti yang terjadi di Prancis.
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR