Advertorial
Intsiari-Online.com - Gejolak demonstrasi kembali dihadapi Israel. Kali ini bukan tentang tuntutan warganya agar Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mundur.
Unjuk rasa baru-baru ini berasal dari warga Palestina yang menunjukkan solidaritasnya untuk Maher al-Akhras.
Melansir Aljazeera(12/10/2020), Maher al-Akhras (49) telah ditahan di 'penahanan administratif' sejak penangkapannya lebih dari 70 hari yang lalu.
Ia ditangkap di dekat Nablus dan ditempatkan dalam "penahanan administratif", kebijakan yang digunakan Israel untuk menahan tersangka pejuang tanpa dakwaan.
Sementara itu, al-Akhras telah melakukan mogok makan selama hampir 80 hari sejak penangkapannya oleh Israel.
Pria yang ditangkap pada akhir Juli itu berada "di ambang kematian", kelompok hak asasi Israel B'Tselem mengatakan pada hari Senin.
Ayah enam anak yang sudah menikah itu melakukan aksi mogok makan untuk memprotes kebijakan "penahanan administrasif" Israel.
Dia telah ditangkap beberapa kali sebelumnya oleh Israel, yang menuduhnya memiliki hubungan dengan kelompok bersenjata Jihad Islam.
Baca Juga: Biduran Bikin Tak Nyaman? Ini Cara Mengobati Biduran dan Pencegahannya
Pada hari Senin, sekitar 40 orang mengadakan unjuk rasa di kota Ramallah, Tepi Barat yang diduduki untuk mendukungnya.
"Rakyat kami tidak akan mengecewakan Maher al-Akhras," kata Khader Adnan, yang merupakan salah satu dari mereka yang mengambil bagian dalam rapat umum dan yang telah melakukan beberapa aksi mogok makan di penahanan Israel.
Adnan meminta masyarakat internasional dan para pemimpin Palestina untuk menekan Israel atas kasus tersebut.
“Lakukan lebih banyak dalam beberapa jam mendatang. Kami berada di tahap kritis.” katanya.
Sementara itu, Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh menuntut "pembebasan segera" al-Akhras, menurut pernyataan yang diterbitkan oleh kantor berita resmi WAFA.
Al-Akhras dipindahkan pada awal September ke Kaplan Medical Center, di selatan Tel Aviv.
Pengacaranya telah mengajukan banding beberapa kali ke Mahkamah Agung Israel untuk pembebasannya, termasuk pada sidang pada hari Senin.
Pengadilan tinggi Israel menunda keputusan atas permintaan Senin, mengatakan kasus itu masih dalam peninjauan, menurut ringkasan sidang yang dilihat oleh kantor berita AFP.
Palestina dan kelompok hak asasi manusia mengatakan penahanan administratif, yang diwarisi dari mandat Inggris, melanggar hak untuk proses hukum.
“Penahanan administratif adalah kejahatan dan harus diakhiri. Kami meminta Israel bertanggung jawab penuh atas hidupnya dan menyerukan pembebasannya segera, ”kata Qadura Fares dari Klub Tahanan Palestina pekan lalu.
Sekitar 355 warga Palestina ditahan di bawah perintah penahanan administratif pada Agustus, termasuk dua anak di bawah umur, menurut B'Tselem.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari