Advertorial
Intisari-Online.com - Ada 11 negara yang melarang warga negara Indonesia (WNI) masuk ke negaranya.
Di antaranya Amerika Serikat, Malaysia, Finlandia, hingga Jepang.
Ini dikarenakan kasus virus corona (Covid-19) di Indonesia semakin tinggi dengan jumlah kasus harian mencapai 3.000 kasus.
HinggaRabu (9/9/2020), ada 200.000 lebih kasus virus corona di Indonesia.
Akibatnya,Indonesia berada di peringkat 23 kasus terbanyak di dunia di bawah Filipina dan di atas Ukraina dengan selisih sekitar 40.000 kasus, dikutip dari Worldometers.
Indonesia dan Filipina menjadi dua negara di kawasan Asia Tenggara dengan kasus infeksi tertinggi.
Namun, meskipun mencatat kasus infeksi lebih banyak 241.987 kasus.
Tetapi korban meninggal karena Covid-19 di Filipina lebih sedikti dari Indonesia yaitu 3.916 kasus.
Melihat hal ini, ahli epidemiologi Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman menilai perlu adanya evaluasi dan perubahan strategi terkait penanganan Covid-19 di Indonesia.
Hal itu untuk mencegah agar kasus kesakitan dan kematian tidak semakin melonjak.
Ia juga mengingatkan adanya potensi kolapsnya fasilitas kesehatan akibat peningkatan kasus virus corona Indonesia, apabila tren peningkatan kasus tidak menurun.
Saran untuk pemerintah Dicky menyebutkan perlu beberapa tindakan progresif yang harus dilakukan pemerintah agar kondisi tidak semakin parah.
Di antaranya adalah dengan memperbaiki dan meningkatkan testing.
Pihaknya menyarankan beberapa hal yakni penemuan kasus aktif dengan target 1 tes per 1.000 orang setiap minggu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan WHO.
Selain itu, pengumuman hasil tes juga bisa dipercepat dengan waktu kurang dari 3 hari.
Dicky juga mengharapkan positivity rate di Indonesia bisa diturunkan seperti yang ditargetkan WHO yaitu di bawah 5 persen.
Sejauh ini, mengutip data KawalCovid, positivity rate harian di angka 18,44 persen dan secara keseluruhan masih di angka 13,95 persen.
Itu artinya, dari 100 orang yang dilakukan tes, potensi menemukan orang yang positif Covid-19 antara 13 hingga 18 orang.
"Selain itu tes juga sebaiknya dilakukan merata di seluruh daerah," ujar Dicky.
Pihaknya mengkhawatirkan jika hal itu tak dilakukan maka jumlah kasus infeksi akan berlipat ganda dalam dua buan ke depan.
Dicky kembali mengingatkan bahwa untuk melandaikan kurva dan yang menurutnya menjadi prioritas saat ini adalah pelaksananan testing, tracing, isolasi secara intensif, masif dan agresif.
"Keberhasilan mengatasi pandemi tetap bergantung pada strategi tes, lacak, isolasi dan perubahan perilaku."
"Obat dan vaksin tidak serta merta menyelesaikan pandemi," ungkap dia.
Jumlah tes masih kecil
Salah satu kelemahan Indonesia pada pandemi Covid-19 ini adalah rendahnya tes.
Dibanding negara lain, Indonesia masih kurang banyak melakukan tes. Entah pada mereka yang melakukan kontak dengan pasien Covid-19 atau tidak.
Lihat India.
Walau saat ini jumlah kasus mereka sangat tinggi, namun itu dikarenakan jumlah tes yang diperbanyak.
Sama halnya yang dilakukan di Spanyol dan Korea Selatan.
Mereka melakukan tes sebanyak-banyaknya agar bisa melacak pasien-pasien positif.
(Nur Rohmi Aida)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Kasus Corona Tembus 200.000, Ini Saran Epidemiolog untuk Pemerintah RI")