Penulis
Intisari-Online.com -Akhir-akhir ini banyak pembicaraan mengenai kelompokRohingya.
KelompokRohingya sendiri adalahsebuah kelompok etnis Indo-Arya dari Rakhine di Myanmar.
Nah, terkait soal pembantaiankelompokRohingya, dua tentarayang meninggalkan tentara Myanmar telah bersaksi mengenai aksi tersebut.
Dilansir dari Associated Press pada Rabu (9/9/2020), kesaksian itu terekam dalam sebuah video.
Di dalam sebuah video, mereka diperintahkan oleh perwira untuk "menembak semua yang Anda lihat dan yang Anda dengar".
Kejadian mengerikan itu terjadi di desa-desa tempat tinggal minoritas Muslim Rohingya.
Kesaksian dua tentara itu lantasmenjadi pengakuan publik pertama oleh tentara atas keterlibatan mereka dalam pembantaian yang diarahkan oleh tentara.
Di mana selain ada pembantaian, juga ada pemerkosaan, dan kejahatan lainnya terhadap Rohingya di negara tersebut.
Bahkan kelompok Fortify Rights menyarankan agar mereka dapat memberikan bukti penting untuk penyelidikan yang sedang berlangsung oleh Internasional.
Kabur ke negara tetangga
Lebih dari 700.000 orang Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar ke negara tetangga seperti Bangladesh sejak Agustus 2017.
Mereka dilaporkan melarikan diri dari militer Myanmar menyusul serangan oleh kelompok pemberontak Rohingya di negara bagian Rakhine.
Saat itu, militerMyanmar diminta 'menyapu bersih'kelompok pemberontak.
Tapi pemerintah Myanmar membantah tuduhan tersebut.
Mereka menolak tegas bahwapasukan keamanan melakukan pemerkosaan dan pembunuhan massal serta membakar ribuan rumah.
Fortify Rights, yang berfokus pada Myanmar, mengatakan dua tentara militer itu melarikan diri dari negara itu bulan lalu.
Dan diyakini saat ini mereka berada dalam tahanan Pengadilan Kriminal Internasional di Belanda, yang memeriksa kekerasan terhadap Rohingya.
Menurut Fortify Right juga kedua tentaramiliter itu adalah prajurit Myo Win Tun (33) dan Zaw Naing Tun (30).
Keduanya bertugas di batalyon infanteri ringan yang terpisah.
Dari kesaksiannya, mereka memberikan nama dan pangkat 19 pelaku langsung dari tentara Myanmar.
Termasuk nama mereka sendiri, serta enam senior.
Di mana komanda mereka mengklaim memerintahkan atau berkontribusi pada kejahatan kekejaman terhadap Rohingya.
Terakhir,Fortify Right menjelaskan bahwa video itu direkam pada Juli 2020 ketikapara tentara berada dalam tahanan.