Advertorial
Intisari-Online.com - Saat ini, Indonesia bukan lagi negara dengan kasus virus corona (Covid-19) tertinggi di Asia Tenggara.
Gelar itu kini dimiliki Filipina.
Sebab, kasus virus corona di Filipina telah mencapai 182.365 kasus dengan 2.940 kasus kematian dan 114.519 orang dinyatakan sembuh.
Salah satu penyebab tingginya kasus Covid-19 di Filipina adalah temuan bahwa negara itu memiliki jenis virus corona baru.
Seperti apa?
Dilansir dari news.abs-cbn.com pada Sabtu (22/8/2020), menurutPhilippine Genome Center (PGC), jenis virus corona baru yang terdeteksi di Filipina mungkin tidak "lebih mematikan" daripada yang asli.
Tetapi masih dapat menyebabkan pasien yang terinfeksi sakit parah dan lebih banyak kematian.
PGC sebelumnya mengatakan bahwa selain dari genotipe D614 asli, mereka mendeteksi strain G614 baru dari sampel pasien positif Covid-19 di Kota Quezon.
Mantan sekretaris kesehatan Esperanza Cabral, yang memimpin departemen kesehatan negara itu dari 2009 hingga 2010, menjelaskan bahwa strain G614 secara umum diperkirakan tidak menyebabkan gejala yang lebih parah.
Akan tetapi pada sektor populasi yang rentan, mereka memiliki peluang lebih tinggi untuk tertular Covid-19.
Jadi, walau tidak mematikan, jenis virus corona baru di Filipina itu diyakini "lebih menular".
"Saat ini strain G614 baru yang masuk ke negara ini, dianggap lebih menular."
“Jadi kita bisa lebih tertular virus karena mudah menular."
"Jangan heran jika Filipina terus melaporkan pasien baru. Karena memang lebih banyak orang akan terinfeksi."
"Jika tidak ada perubahan, maka jumlah kasus positif yang melonjak itu bisa menyebabkan banyak pasien dalam kondisi parah dan mengarah pada lebih banyak kematian."
"Virusnya tidak mematikan, tapi karena penularannya meningkat, maka kita dapat memiliki lebih banyak kasus orang yang sakit parah dan kasus kematian," jelas Cabral.
Lalu apa solusinya?
Cabral menjelaskan bahwa lockdown bukanlah solusinya.
Tapi melakukan standar protokol kesehatan seperti pemakaian masker, menjaga jarak fisik, dan mencuci tangan yang benar adalah solusi untuk membendung penyebaran virus lebih lanjut.
Jika lockdown harus diberlakukan lagi, maka dia menyarankanuntuk membatasi jumlah kerumuman.
"Saya pikir ada lebih banyak cara daripada hanya lockdown untuk mengendalikan penularan virus corona."
"Jika kita bisa melatih jarak fisik, memakai masker, mencuci tangan, dll dengan benar, kita tidak perlu lockdown," tegasnya.
“Dan jika kita perlu lockdown, kita tidak perlu lockdown seluruh kota dan seluruh wilayah."
"Saya rasa sebaiknya mempertimbangkan lockdown cluster atau area tertentu yang dinilai memasuki zona merah."
Banyak yang setuju dengan pendapatCabral. Apalagi mengingat warga Filipina yang masih sering berkerumun.
Profesor Matematika Terapan Universitas Filipina, Guido David setuju.
“Lockdownbukanlah solusi jangka panjang."
"Kita hanya bisamenerapkannya sebagai tindakan darurat."
"Jika lockdown dilakukan dalam jangka panjang danberkelanjutan, maka bisa membuat ekonomi hancur."
"Di Filipina, yang masuk negara dunia ketiga, lockdownsangat merugikan secara ekonomi," tegasnya.
Terakhir,Cabral dan David meminta warga untuk melakukan rapid test sukarela. Ada atau tanpa gejala.
Setelahnya,mengisolasi diri atau menjalani karantina sukarela selamamenunggu hasil.
Ini dilakukan untuk menjagaorang yang mereka dicintai dan tidak menularkannya kepada orang lain.