Advertorial
Kisah Kapal Rusia Berbendera Moldova, Kapal Terkutuk Pembawa 2.750 Ton Amonium Nitrat, Sudah Penuh Kesialan Sejak di Perjalanan Hingga Akhirnya Terdampar di Beirut
Intisari-Online.com - Menyusul peristiwa ledakan hebat yang terjadi di Beirut Lebanon pada Selasa (4/8/2020) kemarin, pihak berwenang melakukan penyelidikan.
Perkembangan terbaru dari penyelidikan tersebut menunjukkan kemungkinan penyebabnya, yaitu berasal dari amonium nitrat atau dikenal juga sebagai pupuk pertanian.
Menurut otoritas berwenang, amonium nitrat dalam jumlah banyak itu disimpan di pelabuhan Beirut tanpa tindakan pencegahan keamanan selama bertahun- tahun, meskipun ada peringatan dari pejabat setempat sebelumnya.
Disimpan di pelabuhan Beirut selama bertahun-tahun, datangnya barang yang diduga kuat menyebabkan ledakan hebat itu menyimpan kisah panjang.
Melansir CNN, sebuah dokumen mengungkapkan bahwa pengiriman 2.750 metrik ton amonium nitrat tiba di Beirut dengan kapal milik Rusia pada tahun 2013.
Ya, kurang lebih selama 7 tahun pupuk pertanian tersebut sampai di pelabuhan Beirut dan terus berada di sana terjebak dalam berbagai masalah.
Pengangkutannya menggunakan kapal bernama MV Rhosus, bertujuan ke Mozambik.
Kesulitan keuangan yang juga menciptakan keresahan diantara awak kapal Rusia dan Ukraina menjadi awal masalahnya.
Saat kapal berbendera Moldova singgah di Yunani untuk mengisi bahan bakar, pemilik kapal memberi tahu para pelaut Rusia dan Ukraina bahwa dia telah kehabisan uang.
Terungkap bahwa mereka harus mengambil kargo tambahan untuk menutupi biaya perjalanan, yang juga membuat mereka harus memutar ke Beirut.
Kesialan lain terjadi setelah itu. Setibanya di pelabuhan Beirut, kapal yang dimiliki oleh sebuah perusahaan bernama Teto Shipping itu pun tersandung masalah.
Igor Grechushkin disebut sebagai seorang pengusaha Khabarovsk Rusia yang tinggal di Siprus disebut merupakan pemilik kapal itu, sematara kapten kapal adalah Boris Prokoshev.
Kapal yang dikapteni Prokoshev ditahan oleh otoritas pelabuhan setempat karena 'pelanggaran berat dalam mengoperasikan kapal', biaya yang belum dibayar ke pelabuhan, dan pengaduan yang diajukan oleh awak Rusia dan Ukraina, menurut Seafarers Union of Russia, yang mewakili para pelaut Rusia, mengatakan kepada CNN.
Kehabisan uang ditambah tersandung masalah di Beirut, membuat kapal ini tidak pernah melanjutkan perjalanannya.
Bahkan, para pelaut yang berada di kapal itu terpaksa selama 11 bulan bertahan dengan sedikit persediaan.
Untuk menghadapi pengadilan di Beirut, mereka pun menjual bahan bakar.
Prokoshev mengaku sempat menulis surat kepada Presiden Rusia, Vladimir Putin.
"Saya menulis kepada Putin setiap hari... Akhirnya kami harus menjual bahan bakar dan menggunakan uang itu untuk menyewa pengacara karena tidak ada bantuan,
"Pemilik bahkan tidak memberi kami makanan atau air," kata Prokoshev dalam wawancara radio dengan Echo Moscow.
Kru Rusia akhirnya dipulangkan ke tanah air mereka, sementara gaji tidak dibayarkan, kata serikat pekerja kepada CNN.
Tak diurus pemiliknya dan ditinggalkan para kru, diketahui kapal kargo itu menyimpan barang-barang yang sangat berbahaya, tak lain amonium nitrat.
Meski begitu, barang-barang itu tidak diizinkan oleh otoritas pelabuhan Beirut untuk diturunkan atau dipindahkan ke kapal lain.
Pada tahun 2014, Mikhail Voytenko, yang menjalankan publikasi online pelacakan aktivitas maritim, menggambarkan kapal itu sebagai 'bom mengambang'.
Menurut email yang dipertukarkan oleh Prokoshev dan pengacara Charbel Dagher yang berbasis di Beirut, yang mewakili kru di Lebanon, amonium nitrat dibongkar di pelabuhan Beirut pada November 2014 dan disimpan di hanggar.
Penyimpanan di hanggar terjadi selama enam tahun, meskipun berulang kali diperingatkan oleh Direktur Bea Cukai Lebanon, Badri Daher, tentang 'bahaya ekstrim' yang ditimbulkan oleh kargo itu.
Menurut dokumen pengadilan, Badri Daher dan pendahulunya telah Merhi, meminta bantuan pengadilan Beirut untuk membantu membuang barang barang berbahaya tersebut beberapa kali dari tahun 2014 dan seterusnya.
Mereka juga mengatakan berulang kali memperingatkan bahwa kargo itu setara dengan 'bom mengambang'.
Sayangnya, tidak ada tindakan hingga terjadi ledakan hebat di Beirut beberapa waktu lalu.
"Karena bahaya ekstrim yang ditimbulkan oleh barang-barang yang disimpan ini dalam kondisi iklim yang tidak sesuai, kami mengulangi permintaan kami kepada Otoritas Pelabuhan untuk segera mengekspor kembali barang-barang untuk menjaga keamanan pelabuhan dan mereka yang bekerja di dalamnya," pendahulu Daher, Chafic Merhi , menulis dalam surat tahun 2016 yang ditujukan kepada hakim yang terlibat dalam kasustersebut.
Namun, terkait MV Rhosus , pemerintah Libanon belum menyebutnya sebagai sumber zat yang akhirnya meledak di Beirut.
Perdana Menteri Hassan Diab hanya mengatakan ledakan dahsyat itu disebabkan oleh 2.750 ton amonium nitrat.
Dia menambahkan bahwa zat tersebut telah disimpan selama enam tahun di gudang pelabuhan tanpa tindakan pengamanan, "membahayakan keselamatan warga."
(*)