Penulis
Kebetulan yang Aneh, Tepat Dua Minggu Sebelum Ledakan Dahsyat, Israel Tuduh Iran Selundupkan Senjata Melalui Pelabuhan Beirut, Ini Bukti yang Mereka Sodorkan
Intisari-Online.com - Ledakan dahsyat meluluhlantakkan Beirut, Lebanon, pada Selasa (4/8/2020) kemarin.
Peristiwa tersebut membuat dunia terkejut sekaligus turut berduka.
Sementara itu, hal lain terjadi antara Israel dan Iran dua minggu sebelumnya dengan menyeret nama kota yang sama, yaitu Beirut.
Melansir Times of Israel (23/7/2020), Duta Besar Israel untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari Selasa (21/7/2020) menuduh Iran mengeksploitasi perusahaan sipil dan saluran maritim untuk menyelundupkan peralatan pembuatan senjata ke kelompok proxy Lebanonnya, Hizbullah.
Dalam pertemuan triwulanan di Timur Tengah, Duta Besar Danny Danon mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa intelijen Israel telah menemukan bukti yang menunjukkan Pasukan Quds Iran telah menggunakan pelabuhan Beirut untuk mengirimkan barang ke kelompok teror tersebut sejak tahun lalu.
Ya, pelabuhan di Ibu Kota Israel yang telah hancur itu disebut menjadi 'pintu' penyelundupan antaraIran dan Hizbullah.
Ia pun menyampaikan dugaannya terkait kegunaan barang selundupan itu.
"Pada tahun 2018-2019, Israel menemukan bahwa barang-barang bekas pakai diselundupkan ke Libanon untuk memajukan kemampuan roket dan rudal Hizbullah," katanya.
"Iran dan Pasukan Quds telah mulai memajukan eksploitasi saluran laut sipil, dan khususnya Pelabuhan Beirut," kata Danon.
Menurutnya, pelabuhan Beirut telah menjadi Pelabuhan Hizbullah.
Dalam sebuah pernyataan, misi Israel mengatakan bahwa 'agen Suriah' membeli barang-barang penggunaan ganda dari perusahaan asing dengan alasan palsu, dan menyerahkannya kepada kelompok teroris setelah mengambil pengiriman dari pelabuhan.
Menguatkan tuduhannya, Danon memberikan kepada Dewan Keamanan peta rute transfer Hizbullah sebagai bukti.
Rute tersebut mencakup hub utama di bandara Damaskus, pelabuhan dan bandara Beirut, dan penyeberangan perbatasan resmi antara Suriah dan Lebanon, seperti penyeberangan Masnaa.
Dia mengatakan transfer senjata itu melanggar resolusi PBB 1701, yang mengakhiri Perang Lebanon Kedua 2006 antara Hizbullah dan Israel.
Namun, Danon tidak merinci barang apa saja yang diperoleh kelompok teror tersebut melalui sarana atau nama perusahaan di balik pengiriman tersebut.
Sementara itu, beberapa komandan Hizbullah mengatakan kepada Daily Beast bahwa kelompok yang didukung Iran itu mengerahkan pasukan untuk kemungkinan perang dengan Israel.
Mereka memperingatkan bahwa tekanan yang meningkat dari sanksi AS terhadap Iran dapat memicu konflik seperti itu lebih cepat.
Para perwira mengatakan pasukan Hizbullah sedang bersiap untuk perang di perbatasan Lebanon dan Suriah dengan Israel, dan pejuang mereka lebih siap untuk menghadapi Israel daripada pada tahun 2006.
Dalam tahun-tahun sejak perang musim panas 2006, Israel berulang kali menuduh Hizbullah melanggar resolusi 1701, yang menyerukan semua kelompok bersenjata selain militer Lebanon untuk tetap berada di atasSungai Litani negara itu.
Israel bersikukuh bahwa Hizbullah terus-menerus melanggar hal ini, mempertahankan persentase yang signifikan dari 100.000 persenjataan roket dan mortir di Lebanon selatan, serta melakukan patroli dan kegiatan militer lainnya di sepanjang perbatasan.
Pada akhir 2018 dan awal 2019, Israel menemukan setidaknya enam terowongan serangan lintas batas yang digali oleh Hizbullah dari Lebanon selatan ke Israel.
Menurut tentara, Hizbullah telah merencanakan untuk menggunakan terowongan tersebut untuk menculik atau membunuh warga sipil atau tentara, dan untuk merebut sebagian wilayah Israel jika terjadi permusuhan.
Pasukan penjaga perdamaian UNIFIL mengkonfirmasikan ini sebagai pelanggaran resolusi 1701, tetapi tidak mengidentifikasi Hizbullah sebagai kelompok yang bertanggung jawab atas penggalian mereka.
Selain itu, pada bulan Juni, kepala Komando Utara IDF, Mayor Jenderal Amir Baram, mengancam akan melakukan tindakan terbuka dan rahasia terhadap Hizbullah dan Lebanon, sebagai tanggapan atas upayanya untuk membangun infrastruktur teroris di sepanjang perbatasan.
Kepala Komando Utara IDF (Pasukan Pertahanan Israel), mengatakan bahwa dalam perang di masa depan melawan kelompok teror, negara Lebanon kemungkinan akan 'membayar mahal' karena mengizinkan Hizbullah untuk berakar di sana.
Sejak perang saudara Suriah dimulai pada 2011, Israel mengakui telah melakukan ratusan serangan udara di Suriah terhadap target yang terkait dengan Iran dan Hizbullah.
Israel menuduh Iran berusaha membangun kehadiran militer di Suriah yang dapat mengancam keamanan Israel dan mencoba mentransfer persenjataan canggih ke Hizbullah.
(*)