Advertorial
Intisari-Online.com - Untuk menggelar sebuah pesta pernikahan, ada beberapa poin yang penting.
Salah satunya adalah kehadiran tamu undangan.
Namun bagaimana jika sebuah pesta pernikahan sama sekali tidak dihadiri oleh tamu undangan?
Itulah kejadian yang dialami seorang janda berusia 50 tahun asal Sragen.
Bagaimana tidak, di hari dimana dia menikahkan anaknya itu tidak ada satu pun tetangga atau warga Desa Jetak, Kelurahan Hadiluwih, Sragen, Jawa Tengah, yang datang.
Bahkan, karang taruna pun tidak ikut membantu Tini, panggilan akrab Suhartini, dalam mempersiapkan acara hajatan yang digelar pada Rabu (16/10/2019).
Padahal, setiap ada acara di masyarakat, Tini selalu ikut.
Meski merasa kecewa, tetapi Tini tetap melangsungkan acara pernikahan anaknya dengan bahagia dengan dibantu warga desa lain.
Usut punya usut, ternyata acara nikahan yang digelar Tini sepi dari tetangga dan warga karena telah diboikot.
Alasan warga Desa Jetak memboikot acara nikahan yang digelar Tini disebut-sebut karena Tini memiliki pilihan Kades yang berbeda.
Padahal ratusan kursi, meja, tenda hingga dekorasi pelaminan sudah dipasang dengan maksimal.
Bahkan beberapa warga justru ada yang menolak mentah-mentah makanan kenduri yang diberikan Tini.
"Hari besoknya ibu ngasih nasi sebagai tanda terima kasih dan silaturahmi karena sama-sama membantu, tapi banyak yang menolak."
"Ada yang menerima, tapi diambil oknum terus dikembalikan," terang Siti, anak pertama Tini.
Siti Aminah (27) putri sulung Tini pun mengaku kecewa dengan sikap warga terhadap ibunya.
Ibunya yang tak tahu apa-apa soal pilkades justru dijadikan korban sampai tidak ada warga yang mau datang membantu acara hajatan.
"Ibu bukan kader, bukan timses, tidak mencolok, kawan sana kawan sini, ia saja hanya buruh tani biasa dan ibu rumah tangga,"
"Kalau gak kerja, ibu cuma bantu jaga warung kakaknya, bungkusi atau apa," ucap Siti kepada TribunSolo.com di RT 13 Dukuh Jetak, Desa Hadiluwih, Sumberlawang, Sragen, Kamis (17/10/2019).
Acara pemboikotan itu sendiri disebut Siti sudah tampak sejak malamklumpukan ulematau pembuatan undangan pada selasa atau seminggu yang lalu.
"Sebelumklumpukan ulem, sekitar hari rabu, ibu itu datang ke Pak RT biasalah silaturahmi mau minta tolong untuk membantu ngurus hajatan," kata Siti.
Melansir dari Kompas.com, saat itu Tini mendatangi ketua RT setempat untuk meminta bantuan pembagian kerja.
Namun, ketua RT mengatakan kalau pembagian kerja bukan kewenangannya lagi.
Ketua RT pun kemudian menyuruh Tini untuk menemui Karang Taruna.
Setelah menemui pihak Karang Taruna, lagi-lagi Tini tidak mendapatkan hasil yang diharapkan.
Merasa dipermainkan, Tini memilih pulang.
"Karena disuruh ke sana ke mari, saya kemudian pulang," kata Tini saat ditemui Kompas.com di Sragen, Jawa Tengah, Kamis (17/10/2019).
Siti pun mengaku memang ada warga yang sengaja memprovokasi warga lainnya agar tidak datang.
Alasannya disebut-sebut memang karena pilihan Tini yang berbeda dari pilihan warga lain saat Pilkadesyang digelar 5 September 2019 lalu.
"Ada undangan kumbakarnan (rapat persiapan pestapernikahan) banyak masyarakat yang tak datang."
"Banyak yang bilang di jalan warga diteriakin tidak boleh datang ke rumah," kata anak pertama Tini, Siti (27).
"Ada orang yang melarang warga supaya tidak datang ke rumah. Entah apa masalahnya, pertama katanya Pilkades," lanjutnya.
Meski tanpa bantuan warga desanya, Tini pun tetap menggelar acara hajatan anaknya itu sendiri.
Ia justru mendapatkan bantuan dari warga lain di luar desa.
(Arif Budhi)
(Artikel ini sudah tayang di grid.id dengan judul "Miris! Hanya Karena Beda Pilihan Kades, Hajatan Seorang Warga Sragen Diboikot Warga: Tak Ada Karang Taruna yang Membantu dan Tak Ada Tamu yang Datang!")