Advertorial

Seolah Terbiasa Membantai Rakyat Indonesia, Belanda Terbukti Biarkan Muslim Bosnia Jadi Korban Genosida di Srebrenica, 8000 Nyawa Melayang

Ade S

Editor

Seolah Terbiasa Membantai Rakyat Indonesia, Belanda Terbukti Biarkan Muslim Bosnia Jadi Korban Genosida di Srebrenica, 8000 Nyawa Melayang

Intisari-Online.com -Pasukan Belanda terbukti telah membiarkan muslim Bosnia menjadi korban genosida diSrebrenica, hari ini, 25 tahun lalu.

Dalam salah satu aksi genosida terburuk selepas Perang Dunia tersebut, lebih dari 8000 muslim Bosnia menjadi korban tentara Serbia Bosnia.

Dan Belanda, yang saat itu bertugas menjadi penjaga keamanan diSrebrenica malah membiarkan aksi pembantaian tersebut.

Ya, seolah mereka memang sudah terbiasa dengan aksi pembantaian, seperti yang mereka lakukan selama ratusan tahun di Indonesia.

Baca Juga: Wanita-wanita Dirudapaksa Sebelum Dibunuh dan Pembantaian Bayi-bayi Tanpa Peringatan Apapun, Kejadian Mengerikan di Desa My Lai ini Tunjukkan Keberingasan Militer Amerika, Sungguh Bengis

Setidaknya selama 350 tahun menjajah, ada tiga kasus genosida yang dilakukan Belanda di Indonesia.

Pembantaian saat membangun Jalan Raya Pos di Pulau Jawa (korban mencapai 12.000 orang), Pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan (korban lebih dari 40.000 orang), serta pembantaian Rawa Gede (korban lebih dari 400 orang).

Lalu, bagaimana peran Belanda dalam pembantaian Muslim Bosnia diSrebrenica pada 11 Juli 1995?

Simak kisahnya berikut ini.

Baca Juga: 'Biarkan Virus Corona Datang', Pandemi Covid-19 Menjadi Genosida 'Slow-Motion' Bagi Pengungsi Muslim Rohingya dan Somalia yang Berada di Tiga Negara Salah Satunya Indonesia ini

"Semua yang ingin pergi akan diangkut, besar dan kecil, muda dan tua. Jangan takut ... Tidak ada yang akan membahayakanmu."

Pada tanggal 11 Juli 1995, unit-unit pasukan Serbia Bosnia merebut kota Srebrenica di Bosnia-Herzegovina.

Dalam waktu kurang dari dua minggu, pasukan mereka secara sistematis membunuh lebih dari 8.000 Bosniaks (umat Muslim Bosnia) - pembunuhan massal terburuk di tanah Eropa sejak akhir Perang Dunia Kedua.

Ratko Mladic, komandan unit Serbia Bosnia, mengatakan kepada warga sipil yang ketakutan untuk tidak takut ketika pasukannya memulai pembantaian. Mereka tidak berhenti selama 10 hari.

Pasukan penjaga perdamaian PBB yang memegang senjata ringan, yang ada di wilayah yang dinyatakan sebagai "daerah aman" PBB, tidak melakukan apa-apa ketika kekerasan berkobar di sekitar mereka.

Mantan Sekretaris Jenderal Kofi Annan kemudian menyatakan, "Tragedi Srebrenica akan selamanya menghantui sejarah PBB."

Pembantaian itu adalah bagian dari genosida yang dilakukan terhadap umat Muslim oleh pasukan Serbia Bosnia selama Perang Bosnia, salah satu dari beberapa konflik yang terjadi pada 1990-an ketika Yugoslavia bubar.

Republik Sosialis Bosnia dan Herzegovina - yang ketika itu adalah bagian dari Yugoslavia - adalah wilayah multi-etnis Bosniak Muslim, Serbia Ortodoks dan Kroasia Katolik.

Baca Juga: Rencana Sadis Australia, Bagikan Sosis Beracun Untuk Bantai 2 Juta Kucing pada Tahun 2020

Bosnia-Herzegovina mendeklarasikan kemerdekaannya pada 1992 setelah referendum, dan diakui tidak lama kemudian oleh pemerintah AS dan Eropa.

Tetapi kelompok Serbia Bosnia memboikot referendum. Segera setelah itu pasukan Serbia Bosnia - didukung oleh pemerintah Serbia - menyerang negara yang baru terbentuk.

Mereka mulai mengeluarkan Bosniaks dari wilayah itu untuk menciptakan "Serbia Raya" - kebijakan yang dikenal sebagai pembersihan etnis.

Orang-orang Bosniak, yang sebagian besar adalah Muslim, adalah keturunan dari Slavia Bosnia yang menganut Islam di bawah pemerintahan Turki Ottoman pada Abad Pertengahan.

Pasukan Serbia Bosnia merebut Srebrenica pada tahun 1992 tetapi wilayah itu segera diambil kembali oleh tentara Bosnia. Pengepungan pun dan bentrokan antara kedua belah pihak pun terjadi.

Pada April 1993, Dewan Keamanan PBB menyatakan kantong itu merupakan "daerah aman ... bebas dari serangan bersenjata atau tindakan permusuhan lainnya".

Namun pengepungan berlanjut. Persediaan makanan hampir habis untuk warga sipil dan untuk pasukan tentara Belanda yang ikut beroperasi sebagai pasukan penjaga perdamaian PBB. Penduduk Bosniak mulai mati kelaparan.

Pada 6 Juli 1995, pasukan Serbia Bosnia menyerang Srebrenica. Pasukan PBB menyerah atau mundur ke kota, dan serangan udara NATO, yang dipanggil untuk membantu, tidak berbuat banyak untuk meredakan serangan.

Wilayah itu jatuh dalam lima hari. Jenderal Mladic berjalan dengan penuh kemenangan melintasi kota bersama para jenderal lainnya. Sekitar 20.000 pengungsi melarikan diri ke pangkalan utama tentara PBB.

Baca Juga: Misionaris ini Diklaim Bisa Memusnahkan Kelompok Suku Terisolasi Hanya karena Melakukan Kontak dengan Mereka

Pembunuhan dimulai pada hari berikutnya.

Ketika para pengungsi Muslim naik bus untuk menyelamatkan diri, pasukan Serbia Bosnia memisahkan pria dewasa dan anak laki-laki dari kerumunan dan membawa mereka pergi untuk ditembak.

Ribuan orang dieksekusi dan kemudian didorong ke kuburan massal dengan buldoser.

Laporan menunjukkan beberapa dikubur hidup-hidup, sementara beberapa orang dewasa dipaksa untuk menonton anak-anak mereka dibunuh.

Sementara itu, perempuan dan anak perempuan dikeluarkan dari antrian pengungsi dan diperkosa. Saksi mata berbicara tentang jalanan yang dipenuhi mayat.

Tentara Belanda yang tidak bersenjata lengkap menyaksikan agresi Serbia, namun tidak melakukan apa-apa. Mereka juga menyerahkan 5.000 Muslim Bosnia yang berlindung di pangkalan mereka ke pasukan militer Serbia Bosnia.

Pengadilan PBB di Den Haag yang menyelidiki peristiwa itu mengungkapkan rencana besar yang berujung pada pembantaian itu.

"Sebuah upaya terpadu dilakukan untuk menangkap semua pria Muslim yang sudah mencapai usia militer," sebagaimana disebut dalam putusan terhadap komandan Serbia Bosnia.

Baca Juga: Kisah Mengerikan: 2 Juta Orang Dimusnahkan dengan Tujuan Mengembalikan Dunia Modern ke 'Tahun Nol'

Bus-bus yang membawa perempuan dan anak-anak secara sistematis mencari laki-laki, dan seringkali pasukan mengambil anak laki-laki dan lelaki tua yang tidak memenuhi syarat untuk bertugas di militer.

Efek dari pembantaian itu masih bergema sampai hari ini.

Kuburan massal baru dan tubuh korban masih ditemukan, 25 tahun setelah genosida.

Sebuah laporan tahun 2002 menyalahkan pemerintah Belanda dan pejabat militer terkait karena gagal mencegah pembunuhan. Seluruh bagian pemerintah mengundurkan diri setelah laporan itu keluar.

Pada 2019, mahkamah agung negara itu menguatkan putusan bahwa Belanda ikut bertanggung jawab atas 350 kematian di Srebrenica.

Pada 2017, pengadilan PBB di Den Haag menghukum Mladic atas genosida dan kekejaman lainnya. Ia bersembunyi setelah berakhirnya perang pada tahun 1995 dan tidak ditemukan sampai 2011.

Saat itu, ia diketahui berada di rumah sepupunya di Serbia utara.

Serbia sudah meminta maaf atas kejahatan tersebut tetapi masih menolak untuk menerima bahwa itu adalah genosida.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pembantaian Muslim di Srebrenica, Kuburan Massal Baru Masih Ditemukan".

Artikel Terkait