Advertorial

Facebook Dituduh Punya Peran Signifikan dalam 'Pembantaian' Etnis Rohingya di Myanmar

Masrurroh Ummu Kulsum

Editor

Bersama dengan biksu Ashin Wirathu sejumlah halaman Facebook menyebarkan ujaran kebencian dan propaganda yang semakin membebani Rohingya yang sudah terpinggirkan dan banyak difitnah.
Bersama dengan biksu Ashin Wirathu sejumlah halaman Facebook menyebarkan ujaran kebencian dan propaganda yang semakin membebani Rohingya yang sudah terpinggirkan dan banyak difitnah.

Intisari-Online.com - Radio berperan penting membawa kode selama PD I, kemudian saat ini hanya menjadi perlengkapan rumah tangga.

Begitu pula Facebook yang awalnya hanya platform mahasiswa yang dibuat Mark Zuckerberg, namun saat ini dikatakan ikut berperan dalam kejahatan di Rohingnya.

Ini merupakan hasil penelitian Robert Huish dan Patrick Balazo dari Dalhousie University yang diunggah dalam qz.com pada Rabu (03/01/12).

Penggunaan internet di negara Myanmar terhitung berbahaya, sambungan tak terkendali di Facebook menciptakan "koersif virtual" atau tindakan pengendalian sosial di dunia digital.

BACA JUGA:Ironi, di Balik Mewahnya Kota Hong Kong, Fotografer Ini Abadikan Kehidupan Suram Penghuni 'Bilik Peti Mati'

Pada tahun 2010, pengguna internet di Myanmar sejumlah 130 ribu orang dan sangat terbatas.

Dalam kurun waktu 7 tahun, harga kartu SIM diturunkan dari $3.000 menjadi $1 atau Rp 13 ribu, pemerintah juga melonggarkan undang-undang pembatasan sehingga Facebook dapat menarik 30 juta pengguna Burma.

Akhir agustus tahun ini, pasukan keamanan Burma melakukan kampanye memberantas Rohingya, sekitar 6.700 orang terbunuh dan 645.000 orang terpaksa mengungsi ke Bangladesh.

Bersama dengan biksu Ashin Wirathu sejumlah halaman Facebook menyebarkan ujaran kebencian dan propaganda yang semakin membebani Rohingya yang sudah terpinggirkan dan banyak difitnah.

BACA JUGA:(Foto) Seperti Inilah Kehidupan Orang-orang Suku Inupiat, Suku yang Diperbolehkan Berburu Paus

Ujaran kebencian ini meliputi gambar rasis, gambar yang dipalsukan, juga laporan berita yang ditayangkan.

Konten ini menjadi virus, membentuk persepsi masyarakat bahwa hal tersebut normal. Akibatnya, kekerasan terhadap Rohingya disambut baik dan dirayakan secara online.

Koersif virtual ini hanya melayani kepentingan militer Myanmar.

Warga Myanmar sekarang memiliki akses yang tidak terkendali ke internet dengan biaya rendah di perangkat mobile mereka.

BACA JUGA:Perhatikan! Warna Hijau, Biru, Merah pada Kemasan Obat Ternyata Memiliki Arti

Pendukung kebebasan berbicara mengapresiasi hal ini, tapi jaringan informasi terbuka ini memperkuat sisi gelap Facebook dengan perspektif terbatas.

Keuntungan didapat militer Burma, sama seperti radio yang memicu genosida di tahun 1990an, Facebook membuat hal itu terjadi di Myanmar hari ini.

Facebook di Myanmar terlalu berisiko, Kuba mungkin dapat menjadi contoh baiknya.

Sifat akses internet di Kuba tidak mengarah pada pemaksaan yang kasar atau perpecahan politik.

BACA JUGA:Indonesia Beli Pesawat Canggih SU-35 dari Rusia, Australia Siapkan Kapal Ini Untuk Menangkalnya

Protes melalui media sosial yang umum terjadi di belahan dunia lainnya tidak ada di Kuba.

Internet di Kuba cukup sederhana tetapi mahal, menggunakan wifi sejam harus membayar $3 atau Rp. 40 ribu, sama seperti memotong 10% penghasilan bulanan warga Kuba.

Waktu yang terbatas untuk online, sebagian besar penyumbatan bandwidth Facebook membuatnya tidak populer di Kuba.

Sebagai gantinya, aplikasi SMS dan chat lainnya seperti IMO, layanan obrolan video langsung, lebih diutamakan.

Pemerintah Kuba khawatir dengan akses yang tidak terkendali sehingga membatasi, jelas ini menciptakan penghalang informasi.

Tapi bagaimana jika akses tak terkendali ke Facebook benar-benar merupakan kebebasan berbicara yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan menghilangkan seluruh populasi?

Waktu berdiskusi melepaskan diri dari koersif virtual dan terlibat dalam ruang nyata, mungkin cara ini dapat menghilangkan sisi gelap Facebook dan kembali ketujuan awalnya untuk menghubungkan orang bukan menghancurkan populasi.

BACA JUGA:Kisah Sukses Sopir Taksi Bermain Saham, Kunci Suksesnya Ada Pada Kalimat Ini

Artikel Terkait