Advertorial
Intisari-online.com -Bagi Anda yang mengikuti trending YouTube, pasti paham jika lagu selebgram Kekeyi merajai trending YouTube beberapa hari setelah dirilis.
Lagu berjudul 'Keke Bukan Boneka' tersebut secara eksplisit menceritakan apa yang ia alami dengan mantan pacarnya, model bernama Rio Ramadhan.
Setelah lagunya menjadi trending, kini ada unsur pelanggaran hak cipta dari lagu tersebut.
Atas hal itu Kekeyi meminta maaf sembari menangis dan ungkap tidak ingin dipenjara.
Kelakuan selebgram berumur 25 tahun tersebut sebenarnya hanya 1: mempermainkan posisinya yang menjadi pembicaraan orang-orang.
Kekeyi atau nama lengkapnya Rahmawati Kekeyi Putri Cantikka awalnya muncul di internet dengan menjadi pembuat konten YouTube berjudul "25K Make Up Challenge".
Sejak saat itu namanya terus naik dengan pujian karena dengan keterbatasannya ia bisa tetap berkarya layaknya beauty vlogger.
Namun lambat laun namanya meredup, dan akhirnya menjadi perbincangan lagi setelah ia dikabarkan berpacaran dengan seorang model dan pemain sinetron yang lebih muda darinya bernama Rio Ramadhan.
Sayang, sejak saat itu nama Kekeyi selalu diikuti dengan pemberitaan negatif.
Pasalnya, ia dianggap netizen mulai merasa terkenal, populer, hebat, unggul dan memiliki banyak penggemar.
Singkatnya, Kekeyi mulai menjadi lupa diri.
Banyak netizen yang awalnya memuji kesederhanaannya menjadi menghujat bahkan menjadi anti-fans wanita tersebut.
Hubungan dengan Rio Ramadhan juga dipenuhi drama yang disebut-sebut ternyata hanya rekaan dan Kekeyi merasa dimanfaatkan.
Kondisi tersebut rupanya dikenal dalam istilah psikologis.
Kondisi itu sama dengan kondisi yang bisa dialami seorang pemain sepakbola dengan kemampuan mumpuni dan mendapat pujian setinggi langit dari penggemarnya.
Baca Juga: Soal Belanja ke Pasar dan Swalayan di Era New Normal, Ini Aturan yang Bakal Diterapkan
Bedanya, Kekeyi memanfaatkan hujatan orang-orang, atau, setidaknya tim manajernya yang memanfaatkan hal tersebut untuk membuatnya makin tenar.
Hingga akhirnya ketenaran itu menjadi senjata makan tuan bagi pemiliknya.
Hal itulah yang disebut sebagai Star Syndrome, di mana sebuah kondisi seseorang yang terlalu asyik dengan popularitasnya sehingga lupa pada ekspektasi publik yang harus dipenuhi.
Star Syndrome biasa di alami oleh orang yang menjadi publik figur seperti pemain sepakbola, artis, hingga pejabat.
Star Syndrome awalnya hanya akan membuat seseorang menjadi lebih kompetitif namun ada kecenderungan destruktif.
Kerugian ini biasanya sangat terasa di dalam dunia sepak bola, ketika ada satu nama yang di bintangkan dan dipuja setinggi langit.
Ia akan merasa menjadi tumpuan satu tim padahal hal itu bukanlah hal yang baik mengingat sepak bola adalah olahraga tim.
Ketika seseorang menjadi dominan dalam satu tim saat itulah sifat egois dan perasaan berdiri lebih tinggi dari lainnya akan muncul.
Untuk itulah terkadang perang pelatih dan publik juga penting dalam memberikan dukungan kepada para pemain berbakat.
Supaya tidak memberikan apresiasi secukupnya dan memotivasi yang baik bagi para pemain.
Di sisi lain, pemain juga perlu perlu berhati-hati dalam menanggapi opini publik yang terlalu berlebihan.
Selebihnya pemain juga harus memiliki mentalitas yang kuat, jangan terbang hanya karena pujian dan jangan tumbang karena cacian.
Sebuah penelitian yang dilakukan untuk membuktikan star syndrome oleh dua peneliti dari Universitas Ottawa, Kathy Kreiner Phillips dan Terry Orlick membuktikan dari 17 atlet juara dunia, 2/3 dari atlet tersebut akhirnya jatuh atau mengalami kegagalan setelah berjaya.
Jatuhnya popularitas mereka disebabkan berbagai alasan.
Namun ada dua alasan umum, pertama terlena pada pencapaian diri sendiri dan kedua besarnya ekspektasi (harapan) orang-orang yang menjadi beban tersendiri.
Perlu diingat, star syndrome tidak hanya dialami oleh publik figur, atlet, artis atau pejabat.
Baca Juga: Sanggup Meluluhlantakkan AS dan Israel, Inilah Hwasong-15 Rudal Kebanggaan Kim Jong Un
Star syndrome bisa dialami siapa saja yang merasa dirinya hebat dan punya banyak penggemar.
Mereka akan berpikir untuk selalu berkompetisi.
Baginya, segala sesuatu adalah pertandingan.
Agar terhindar dari star syndrome, ada baiknya kita saling mengingatkan sesama.
Selain itu kita harus berusaha untuk tidak pernah berpuas diri meskipun pencapaian yang diraih sudah sangat baik.
Kemudian, perlu tingkatkan pula kualitas diri dengan terus belajar dari orang-orang di sekitar dan hal-hal baru.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini