Advertorial
Intisari-online.com - Meski misterius dan tingkahnya tak dapat diprediksi, PimpinanKorea Utara, Kim Jong Un sadar betul bahwa kekuatan militer merupakan salah satu cara paling efektif agar sebuah negara disegani.
Hingga saat ini, tak ada ada senjata paling ditakuti selain rudal balistik (antarbenua) yang bisa membawa hulu ledak nuklir.
Oleh karena itulah, rezim Korut berusaha mati-matian meningkatkan teknologi rudalnya.
Pada November2017 Korutmerilis rudal Hwasong-15yang diklaim bisa mencapai Washington, London, dan Israel.
Hwasong-15 merupakan pengembangan dari rudal Hwasong-14 yang sebelumnya "hanya" bisa mencapai ketinggian 3.000 km dan menjangkau jarak 9.500 km.
Setelah ditingkatkan daya dan mesinnya, Hwasong-15 bisa mencapai ketinggian 4.475 km dan jangkauannya beranjak dari 9.500 km menjadi 13.000 km.
Ini bukan jarak main-main sebab artinya Hwasong-15 bisa mencapai wilayah mana pun di Amerika Serikat.
Rudal ini diujicobakan pada 29 November 2017 dari pinggiran kota Pyongyang, meluncur ke perairan terbuka di Laut Timur Korea.
"Sistem persenjataan ICBM jenis Hwasong-15 merupakan sebuah roket balistik antarbenua yang ujungnya memiliki hulu ledak berat superbesar yang mampu menyerang seluruh daratan utama AS," demikian pernyataan resmi Korut melalui kantor beritaKorean Central News Agency(KCNA).
Meski begitu, beberapa pihak masih meragukan kemampuan rudal ini mencapai AS terutama saat sudah dipasangi hulu ledak nuklir.
"Satu-satunya pertanyaan adalah berat dari hulu ledak. Roket (saat ujicoba) tampaknya membawa hulu ledak buatan yang amat ringan yang berarti mungkin tidak mampu membawa hulu ledak nuklir sejauh itu karena hulu ledak nuklir akan jauh lebih berat."
Demikian analisis Vipin Narang, guru besar ilmu politik di Massachusetts Institute of Technology, MIT, AS seperti dilansir dariBBC.
Sayangnya, saat itu Korut juga tengah mengembangkan teknologi untuk mengecilkan hulu ledak nuklir tanpa mesti mengurangi daya rusaknya.
Mungkin sulit ditangkal AS
AS tentu saja punya teknologi penangkal rudal yang sudah dikembangkan jauh-jauh hari.
Pada 31 Mei 2017 mereka sukses melakukan serangkaian ujicoba sistem penangkal rudal balistik di pangkalan angkatan udara (AU) Vandenberg, California, AS.
Menurut Badan Pertahanan Rudal AS (MDA), ini merupakan uji coba pertama bermetode simulasi serangan dengan rudal sungguhan yang pernah dilakukan.
Sistem pertahanan itu dinilai penting untuk menangkal ancaman apapun yang mengancam negara, termasuk untuk menghadapi serangan rudal dari Korea Utara yang tak henti dikembangkan.
Direktur MDA Laksamana Madya Jim Syring menjelaskan bahwa interseptor tersebut berhasil melumpuhkan rudal balistikyang bahkan turut dilengkapi dengan sejumlah misil pengecoh, ribuan kilometer sebelum mencapai target.
Namun, di sisi lain, ada satu hal yang dikhawatirkan Narang yakni Korut sepertinya juga mengembangkan teknologi agar rudalnya tidak mudah terdeteksi saat mengudara.
"Saat malam ada beberapa fase dari peluncuran hulu ledak yang tidak memancarkan sinar matahari, jadi lebih sulit untuk disasar," kata Narang.
Walau demikian, bukan berarti rudal menjadi tidak bisa ditangkal sama sekali. Namun peluncuran di kegelapan akan sedikit meningkatkan kemampuan untuk menghindar dari sistem pertahanan rudal.
Yoyok Prima Maulana