Intisari-Online.com - Anda masih ingat tentunya bahwa Suriah kini menjadi daerah konflik.
Dan sepertinya Libya akan berisiko berakhir seperti Suriah.
Alasannya karena tidak ada yang menjamin negara ini tidak akan hancur setelah perang saudara dan intervensi asing.
Apalagi semenjak Kolonel Muammar Gaddafi meninggal dunia pada tahun 2011.
Dilansir dari BBC pada Senin (1/6/2020), sejak tahun lalu Jenderal Khalifa Haftar, orang terkuat di Libya timur, telah berusaha untuk merebut ibu kota, Tripoli.
Apalagi pasukan Jenderal Haftar didukung oleh pasukan beberapa ribu tentara bayaran Rusia.
Di lain puhak, ada intervensi oleh Turki dalam mendukung pemerintah Tripoli, yang diakui oleh PBB.
Libya negara yang kaya raya
Warga sipil Libya tentu mengharapkan perdamaian yang mereka inginkan di negara mereka.
Apalagi faktanya negara mereka dikenal kaya raya karena minyak dan gas di bawah gurun Libya yang luas.
Tak heran, mereka memimpikan dapat menjamin hak-hak mereka seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, dan standar hidup yang layak.
Namun sayangnya mereka tidak memiliki keamanan.
Selama karantina mencegah penyebaran virus corona, warga menyaksikan beberapa orang kehilangan tempat tinggal karena menjadi sasaran artileri, drone, atau pesawat tempur.
Bahkan perang telah menghancurkan sebagian besar klinik dan rumah sakit Libya.
Sekitar 200.000 warga sipil di Libya barat telah terlantar karena kehilangan rumah mereka, menurut Hanan Saleh dari Human Rights Watch.
Dulu masa depan Libya tampak sangat cerah
Sebelum Kolonel Muammar Gaddafi digulingkan pada tahun 2011, masa depan warga Libya sangat cerah.
Di mana Kolonel Gaddafi selalu berusaha menghancurkan mereka yang berpotensi merusak negara dan menjadi kejahatan perang.
Namun kini Libya nampaknya akan seperti seperti Suriah atau Irak.
Apalagi setelah sang kolonel, putra-putranya, dan seluruh keluarganya pergi, tidak ada lagi keadaan yang baik.
Tidak butuh waktu lama bagi Libya untuk hancur berkeping-keping.
Siapa yang mengendalikan Libya?
Anda perlu tahu, mereka yang mendukung Perdana Menteri Fayez al-Sarraj adalah Turki, Qatar, dan Italia.
Sementara mereka yang mendukung Gen Khalifa Haftar adalah Uni Emirat Arab, Yordania, Mesir, Rusia, dan Prancis.
Jika sudah seperti ini, sudah pasti bahwa kekuatan asing akan terlibat dalam perang saudara di Libya,
Hadiahnya?
Tentu saja Libua yang memiliki cadangan minyak dan gas terbesar di Afrika.
Secara strategis, Libya berseberangan dengan Eropa dan hidrokarbonnya dapat diekspor langsung ke pasar di barat melalui Mediterania.
Produsen saingan di Teluk perlu mengirimkan ekspor mereka melalui jalur laut yang berpotensi berbahaya.
Hal yang paling mengkhawatirkan adalah Presiden Rusia Vladimir Putih dan Presiden Tukri Recep Tayyip Erdogan mungkin bisa mengubah Libya menjadi Suriah kedua.
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR