Advertorial
Intisari-online.com - Saat ini wabah Covid-19 sudah membuat banyak negara kalang kabut menghadapinya.
Hampir semua negara besar, seperti Amerika, Inggris, Italia, mengalami masalah yang sama dalam menghadapi Covid-19.
Namun, ternyata Covid-19 hanya sebuah masalah kecil, ada sebuah negara di dunia yang dirundung masalah lebih luar biasa dari Covid-19.
Negar-negara yang tepatnya berada di benua Afrika ini justru mengalami musibah yang lebih mengerikan daripada Covid-19.
Melansir Daily Star pada Minggu (17/5/20), sebuah skenario mengerikan yang disebut 'Locust-19', di Afrika Timur tampaknya adalah masalah yang lebih serius dari Covid-19.
Bagi masyarakat Afrika wabah ini telah menyebar sejak akhir tahun 2019 dan masih berlanjut hingga saat ini.
Ironisnya, karena wabah ini hanya dialami oleh negara di benua hitam, nyaris informasinya tidak terekspos oleh dunia, dan sedikit mendapat perhatian.
Menurut laporan wabah ini berasal dari jutaan belalang yang melakukan migrasi dari negara ke negara lain.
Hal ini diperburuk dengan mewabahnya Covid-19 yang juga sudah mulai masuk ke Afrika.
Menurut keterangan, belalang agresif ini merusak tanaman di Somalia, Ethiopia, Kenya, Uganda dan Sudan Selatan pada bulan Januari.
Wabah ini diperkirakan akan menyebabkan 30 juta manusia akan mengalami kelaparan massal di Afrika akibat kekurangan pangan yang dirusak oleh belalang.
Gelombang belalang kedua telah bergerak dan menimbulkan kekacauan antar negara,dampaknya lebih besar daripada Covid-19.
Pandemi ini meningkatkan tekanan keuangan pada negara terdampak, untuk menunda alat medis dan menggantinya dengan impor pestisida dan alat pembasmi belalang.
Sementara pemberlaukan lockdown mengyebabkan, orang-orang terbatas untuk bergerak.
Artinya mereka tidak bisa berbuat lebih untuk mengatasi kawanan belalang yang menyebabkan ancaman penduduk Afrika ini.
Bantuan dari negara tetangga juga sulit masuk karena adanya pembatasan lockdown.
Beberapa pakar internasional, telah menentang larangan perjalanan untuk memberantas wabah Locust-19 yang mewabah di Afrika.
Kondisi cuaca juga berkontribusi terhadap bencana, hujan lebat yang menyebabkan lingkungan sempuran untuk kawanan belalang.
Karena belalang padang pasir hanya bisa bertelur di tempat yang lembab.
Setelah badai tersebut, satu meter persegi bisa menampung setidaknya 1.000 telur.
Gerombolan belalang kedua ini, diperkirakan akan mencapai 20 kali lebih besar dari gerombolan yang muncul awal tahun ini.
Ketika bayi belalang lahir, mereka sudah siap untuk melakukan perjalanan ke daerah-daerah dengan tanaman untuk melakukan pemusnahan.
Setelah berubah menjadi cokelat dengan corak kuning dan hitam, mereka akan bepergian dalam kelompok besar supaya aman dari predator.
Belalang bisa melakukan perjalanan hingga 90 mil dalam satu hari, ini adalah hal menakutkan bagi petani, karena tidak ada peralatan yang cukup untuk memusnakan kawanan ini.
Imbasnya, tanaman akan mati karena diserang belalang dan menyebabkan kekurangan pangan, hingga berujung pada kelaparan massal.
Hama tersebut menyerang pada awal bulan Mei, diangga sebagai waktu terburuk karena petani harus menunda menanam benih.
PBB menyebut situasi ini sangat mengkhawatikan, menyebabkan jutaan orang berakhir dalam kelaparan.
Jika gerombolan itu tidak segera dikendalikan, kemungkinan mereka akan berkembang 400 kali lebih besar, hingga Juni dan menghancurkan panen tahunan.