Advertorial

Buntut Panjang Kematian ABK Indonesia di Kapal China: Kerja 21 Jam Setiap Hari, Minum Air Laut dan Terkuak Illegal Fishing yang Dilakukan Pelaut China, Simak Selengkapnya

May N

Editor

Intisari-online.com -Nama perusahaan China Dalian Ocean Fishing selamanya membekas di warga Indonesia setelah pemberitaan Korea Selatan tunjukkan salah satu kapalnya membuang jenazah ABK asal Indonesia.

Dilaporkan 4 ABK asal Indonesia meninggal dunia saat bekerja untuk Dalian Ocean Fishing.

Kasus ini telah membuat polisi Indonesia dan China bergabung untuk mengusut sampai tuntas.

Pengakuan anggota kru kapal kepada pengacara menyebutkan mereka diberi sedikit makan dan disuruh meminum air laut yang disuling selama 13 bulan berlayar.

Baca Juga: Covid Hari Ini 12 Mei 2020: Kini Jumlah Kasus Positif Covid-19 Indonesia Ada 14.749, Didapat dari 119.728 Orang yang Dites dengan Hasil Negatif 104.979 Orang

Ketika 20 pekerja migran Indonesia yang bekerja menjadi ABK kapal China Long Xing 629 Februari tahun lalu, mereka tidak tahu sama sekali apa yang akan menimpa mereka.

Para ABK yang berumur dari 20 sampai 35 tahun tersebut mengatakan dalam sebuah wawancara jika mereka dipaksa bekerja sampai dua hari tanpa istirahat.

Mereka juga menghadapi kekerasan fisik dan diskriminasi, dan tidak diberi makan serta harus menghadapi dehidrasi.

Dalam kurun waktu 13 bulan, empat dari mereka telah meninggal dunia dan tiga jasadnya telah dilarung ke laut sebelum sisa kru akhirnya diturunkan di Korea Selatan bulan lalu.

Baca Juga: Peduli Tubuhmu: Tanda-tanda Tubuh Mengalami Dehidrasi, Solusi: MInum!

Mereka yang selamat berhasil kembali ke Indonesia Jumat kemarin, dengan kondisi belum digaji.

Video yang dibeberkan oleh YouTuber Korea dari pemberitaan Korea Selatan tersebut meroket dan viral di Indonesia minggu kemarin.

Hal tersebut membuat Jakarta memanggil duta besar China untuk meminta penjelasan dan menuntut perlakuan yang pantas bagi jenazah ABK Indonesia.

Baca Juga: Bikin Heboh Sebar Uang di Jalan Yogyakarta, Wanita Ini Dibanjiri Ucapan Terima Kasih Warga, Terungkap Ini Alasannya Melakukan Aksi Itu

Kementerian Luar Negeri Indonesia juga menyebut perusahaan Dalian Ocean Fishing juga perusahaan "tidak manusiawi".

Kepolisian Nasional Indonesia telah diluncurkan untuk mengusut investigasi kriminal dengan Beijing.

Menteri Luar Negeri China mengatakan pada Senin jika mereka sedang menginvestigasi kasus tersebut.

Namun mereka juga menambahkan beberapa tuduhan bersifat "tidak konsisten" dengan informasi yang telah dikumpulkan.

Baca Juga: Berhasil Tanggulangi Virus Corona Dengan Baik, Taiwan Didukung Selandia Baru untuk Bergabung Dengan WHO, Bikin China Kebakaran Jenggot, Mengapa?

Walau begitu, mereka tidak jelaskan lebih lanjut.

Meski penyebab kematian pastinya masih tidak jelas, kesaksian yang diberikan kepada pengacara dan advokat di Korea Selatan dan Indonesia, seperti halnya informasi yang dikumpulkan oleh Centre For Advanced Defence Studies di Amerika (C4ADS) buktikan para ABK hidup dalam kondisi mengerikan sebelum mereka meninggal dunia.

Selain dipukuli dan diberi perlakuan kasar secara verbal oleh kru China, kru Indonesia mengatakan mereka terus-terusan bekerja 21 jam tanpa henti.

Mereka bekerja selama 21 jam untuk mengatur garis panjang kapal atau menyortir tangkapan kapal.

Baca Juga: Gara-gara Bertanya Soal Hal Ini, Donald Trump Marah-marah pada Wartawan hingga Diusir dan Disuruh Lakukan Hal Ini

Mereka ingat mereka tidak diberi makan yang pantas, seperti makanan mentah terdiri dari nasi dan umpan ikan.

Mereka juga dipaksa meminum air laut selama perjalanan mereka.

Sementara kru China diberikan air botol.

"Tiga anggota kru kapal meninggal di kapal. Satu meninggal setelah ia sampai di Korea selama karantina 14 hari," ujar Jong Chul Kim, pengacara Korea Selatan bersama badan advokat Advocates for Public Interest Law (Apil).

Baca Juga: Apakah Anda Introvert? Kenali 8 Tandanya, Termasuk Nikmati Kesendirian

Mereka mewawancarai para kru yang berhasil selamat mengenai kondisi kerja mereka sementara mereka dalam 14 hari karantina Covid-19 di Busan sebelum mereka kembali ke Indonesia.

"Gejalanya umumnya sama: badan membengkak, dada sakit, kesulitan bernapas.

"Anggota kru yang meninggal pertama tunjukkan gejala itu sekitar satu setengah bulan sebelum ia meninggal, tetapi kapten tidak pindahkan ia ke rumah sakit," ujar Kim.

Pengusutan tersebut juga menemukan fakta jika kapal Long Xing 629 telah terlibat dalam illegal fishing.

Baca Juga: Hidupnya Bertumpu Pada Ventilator, Lima Pasien Covid-19 Ini Harus Menjemput Ajal Karena Malfungsi Ventilator yang Mereka Gunakan, Tunjukkan Betapa Lemah Sistem Kesehatan Negara Ini

Mereka menangkapi hiu kemudian memanen siripnya , sedangkan sisa tubuh hiu lainnya dibuang ke laut.

Foto kru yang didapatkan dari Apil tunjukkan tumpukan sirip hiu sedang disimpan di dek kapal.

Sepuluh dari ribuan pekerja migran Indonesia dan negara ASEAN lainnya direkrut melalui agensi untuk bekerja di kapal penangkap ikan milik China, Taiwan, Thailand dan Korea Selatan setiap tahun.

Advokat anti perdagangan manusia mengatakan mereka berisiko tinggi mendapatkan eksploitasi karena kurangnya pengawasan di laut lepas.

Baca Juga: Tergiur Hidup Bahagia Justru Terperosok dalam Penderitaan, Begini Kisah Monika, Wanita Indonesia yang Dibayar Belasan Juta untuk Menikahi Seorang Pria China

Saat industri melemah dan semakin sulit menangkap ikan karena adanya overfishing, industri seafood telah tingkatkan buruh migran agar tetap mendapatkan untung.

Aktivis mengatakan terdapat hubungan langsung antara stok yang menurun, pelanggaran HAM, dan penangkapan ikan ilegal yang tidak dilaporkan dan tidak teratur.

Arifsyah M. Nasution, Pimpinan Kampanye Samudra di Greenpeace ASEAN, mengatakan jika "ilegal fishing seperti sirip hiu dan pelanggaran HAM akan terus menghantui industri penangkapan ikan global.

"Industri seafood berkaitan langsung dengan illegal fishing dan buruh yang hadapi kerja tidak manusiawi.

Baca Juga: Ini Manfaat Biji Ketumbar Hitam, Salah Satunya Menguatkan Rambut

"Seafood tersebut bisa disajikan kepada pelanggan melalui rantai suplai seafood yang sangat kompleks dan tidak transparan."

Para ABK Indonesia di kapal Long Xing 629 direkrut oleh empat agensi Indonesia: PT Lakemba Perkasa Bahari, PT Alfira Perdana Jaya, PT Sinar Muara Gemilang dan PT Karunia Bahari Samudera.

Buruh migran tersebut umumnya berasal dari keluarga miskin dan dijanjikan gaji besar per bulan sebagai bagian komitmen dua pihak.

Namun masing-masing kontrak libatkan biaya yang harus dibayar oleh para pekerja migran dan biaya jaminan keamanan yang juga tidak sedikit.

Baca Juga: Dicambuk dan Dibiarkan Kelaparan, Tawanan Yahudi Ini Akhirnya Berhasil Lolos Meski Sempat Gagal dan Hampir Kehilangan Nyawa, Begini Kisah Pelariannya

Jika mereka tidak mampu penuhi kesepakatan yang telah dibuat, maka agen rekruitmen dapat menuntut keluarga mereka.

Kim, yang telah bekerja di berbagai kasus melibatkan kekerasan pada ABK migran hampir 10 tahun, mengatakan kontrak dan kondisi yang dihadapi para ABK jelas-jelas sebuah perdagangan manusia dan pemaksaan kerja.

"Walaupun mereka hadapi situasi tersebut, mereka tidak dapat tinggalkan kapal tersebut.

Baca Juga: Manfaat Daun Saga untuk Bayi: Sembuhkan Batuk dan Sakit Perut

"Terdapat struktural dan mekanisme kontrak memegang mereka di laut, berlayar 13 bulan tanpa berhenti," ujarnya.

"Paspor mereka juga dipegang oleh kapten segera mereka masuk ke kapal tersebut."

Mereka bekerja di bagian yang terisolasi dari Samudera Pasifik dekat Samoa.

Nama ABK yang meninggal pertama adalah Sepri pada 21 Desember 2019, kedua adalah Alfatah yang meninggal 6 hari setelah ia dipindahkan ke Long Xing 802.

Baca Juga: Obat Biduran di Apotek, Ini yang Paling Sering Diberikan Apoteker

Pada Maret kemarin, ABK bernama Ari meninggal setelah dipindahkan ke Tian Yu 8.

Dari ketiganya tidak ada yang mendapatkan pertolongan medis yang cukup, bahkan mereka diberi obat yang tidak jelas.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait