Advertorial

Viral Gaji Rp80 Juta tapi Langsung Kalang Kabut saat Di-PHK, Apa yang Salah? Sebenarnya Berapa Besar Gaji yang Ideal?

Ade S

Editor

Tahapan yang buruk
Tahapan yang buruk

Intisari-Online.com -Sebuah unggahan di media sosial tentang seorang pria yang memiliki gaji Rp80 juta per bulan tapi langsung kalang kabut setelah di-PHK viral di media sosial.

Bagaimana tidakviral? Gaji sebesar itu hampir 2000% UMR di Jakarta tahun 2020 yang ditetapkan Gubernur Anies Baswedan (Rp4.276.349).

Tapi, baru saja dua bulan terkena PHK karena pandemi corona keuangan keluarga orang tersebut sudah berantakan.

Cicilan mobil mewah dan KPR rumah di perumahan elite tak sanggup untuk dibayar hingga membuat tabungan kian menipis.

Kisah ini kemudian membuat banyak orang bingung. Bagaimana bisa gaji sebesar itu bisa sampai membuat keuangan keluarga hancur lebur ketika di-PHK.

Mana yang salah? Benarkah karena cicilan rumah dan mobil yang terlalu tinggi?

Atau memang pada dasarnya ada kesalahan pengelolaan keuangan keluarga?

Lebih rinci lagi, sebenarnya seberapa besar gaji yang ideal termasuk komposisi penggunaannya?

Baca Juga: Himbauan Menaker: Perusahaan Harusnya Panggil Kembali Pegawai yang Terkena PHK Setelah Pandemi Selesai

Ya, ini adalah fakta yang terjadi, sering kali kita merasa gaji belum cukup, masih kurang, jangankan untuk ditabung atau investasi, memenuhi keinginan kita saja masih kurang, ya sekali lagi masih kurang!.

Lalu pertanyaan selanjutnya adalah berapa besar gaji yang wajar bagi kita? Pembaca yang bijak, untuk menjawabnya alangkah baiknya jika kita melakukan evaluasi dan introspeksi secara jujur, untuk itu silahkan untuk menjawab beberapa pertanyaan dibawah ini dan catatlah hasilnya:

1. Sudah berapa lamakah (tahun dan bulan) saya telah menerima gaji?;2. Sudah berapa kali saya mengalami kenaikan gaji?;3. Berapa rupiahkah saat pertama saya kita menerima gaji? Berapa rupiahkah besar gaji saya saat ini?;4. Apakah saya selalu membayar cicilan utang setiap bulan?;5. Adakah bagian dari gaji yang dapat disimpan untuk investasi?6. Apakah saat ini saya mengalami defisit (gaji tidak dapat bertahan sampai akhir bulan)?, jika jawabnya ‘tidak’ maka kami ucapkan selamat namun jika jawabanya‘ya’ maka disinilah letak permasalahannya.

Bagi anda yang menjawab ‘ya’ maka langkah selanjutnya adalah lakukan valuasi penghasilan anda, dalam melakukan valuasi, jawabannya hanya ada tiga kelompok, yakni:

1. Tahapan yang buruk (Poor Income Valuation);2. Tahapan yang wajar (Fair Income Valuation);3. Tahapan yang ideal (Ideal Income Valuation).

Nah berikut ini adalah penjelasan serta solusinya dari kelompok - kelompok tersebut :

Tahapan yang buruk (Poor Income Valuation): adalah tahapan dimana kondisi total pengeluaran lebih besar dari penghasilan atau dikenal dengan istilah "Besar Pasak dari Tiang", dalam kondisi ini arus kas menjadi defisit atau negatif disertai dengan bobot cicilan hutang perbulan diatas 45 persen dari total penghasilan. Perhatikan contoh berikut (tabel 1):

Tabel 1 uraian pengeluaran per bulan, mencakup:• Besar penghasilan,• Pengeluaran diluar cicilan utang,• Cicilan utang tiap bulan,• Surplus atau defisit penghasilan,• Surplus atau defisit cicilan utang

Baca Juga: 'Ngarep Banget Lolos, Lumayan kan Buat Bertahan Hidup', Polemi Korban PHK yang Daftar Kartu Prakerja, Lebih Mengharapkan Insentif daripada Pelatihan

Dalam contoh kasus diatas terlihat bahwa: 1. Pengeluaran (defisit) Rp 1.250.000. 2. Cicilan utang melebihi batas wajar maksimal per bulan yakni defisit Rp 1.850.000 atau berlebih sebesar 23,13 persen dari batas maksimal cicilan utang yakni 30 persen atau sebesar Rp 2.400.000.

Ini berarti bahwa, pada kasus tersebut, yang bersangkutan berpotensi untuk menutupi defisit (kekurangan) dengan cara menambah utang. Hmm.., berpotensi untuk ‘gali lubang tutup lubang’, awas hati-hati jika kebesaran lubangnya akan mudah untuk terjerumus!. Utang tersebut biasanya didapat dari Kartu Kredit, Kredit Tanpa Agunan (KTA) atau dengan jenis utang yang lain. Cara tersebut sangat berbahaya dan tidak dapat dibenarkan.

Saya katakan bahwa kondisi dan kebiasan ini wajib dihentikan, stop sesegera mungkin. Saran saya adalah sebaiknya pada kondisi ini segera minta bantuan dana, ingat bantuan dan bukan pinjaman untuk jangka waktu yang pendek. Atau usahakan untuk melakukan pinjaman lunak jangka panjang, kelak akan dikembalikan jika telah ada kemampuan.

Jaminan pinjaman tersebut apa? jika ada properti bisa dilakukan jaminan namun jika tidak ada apapun maka satu-satunya cara adalah jaminan pribadi (diri sendiri), ini bisa dilakukan dengan menghubungi dari relasi ataupun keluarga yang sangat dekat.

Nah kiat anda pun harus jelas, dalam waktu bersamaan sebelum anda meminjam atau meminta bantuan, anda juga harus mencari solusi dengan tujuan agar terjadi peningkatan income hal itu dapat dilakukan dengan cara:

a) Walaupun anda masih bekerja, anda wajib untuk mencari pemasukan tambahan (melalui usaha dengan modal pinjaman kepada relasi atau keluarga terdekat tersebut) lakukan studi kelayakan yang akurat dan objektif agar potensi keberhasilan usaha anda menjadi lebih besar dari kemungkinan gagalnya;

b) Berupaya agar gaji bertambah dengan cara pindah bekerja atau melakukan kerja yang lebih giat lagi (utamanya bagi tenaga penjual atau salesman) sehingga komisi atau bonus bertambah;

c) Menekan pengeluaran rutin (melakukan efisiensi) dengan ketat;

Baca Juga: Potret Kemiskinan Warga Indonesia di Tengah Pandemi Covid-19, Tak Makan 2 Hari, Nekat Curi Beras, hingga Jual HP Rp10 Ribu demi Sesuap Nasi

d) Jangan lupa melakukan manajemen resiko melalui asuransi jiwa dengan memiliki Uang Pertanggungan yang cukup untuk mengembalikan pinjaman tersebut (ingat kematian pasti akan datang, namun tidak diketahui waktunya);

e) Sebagai masukan adalah asuransi jiwa tipe YRT (Yearly Renewable Term) bukan yang lain, sebagai contoh seorang pria tidak merokok usia 35 tahun, uang pertanggungan Rp 500 juta, kisaran premi pada asuransi YRT per tahun adalah sebesar Rp 1,5 juta hingga Rp 1,75 juta.

Selanjutnya, anda wajib mengubah menuju tahapan yang wajar, berikut penjelasannya:

Tahapan yang wajar (Fair Income Valuation): adalah kondisi dimana anda tidak defisit, besar cicilan utang masih berada diatas 30 persen dari pendapatan, namun yang bersangkutan mampu untuk melakukan investasi demi kesejahteraan dia dan keluarganya kelak, porsi investasi minimal adalah sebesar 10 persen dari penghasilan. Kemudian adalah bagaimana kita mengubah dari kondisi yang buruk (poor income valuation) menjadi kondisi yang wajar (fair income valuation), nah untuk kasus diatas berapa besar income yang wajar tersebut?, berikut adalah formulasi valuasi penghasilan wajar, yakni:

Total pengeluaran dalam kondisi defisit / 90 persen

Mengapa pembagi harus 90 persen? Hal ini disebabkan karena untuk mencapai zona kebebasan finansial atau anda menjadi lebih kaya maka wajib menyisihkan penghasilan minimal 10 persen dan ditempatkan pada investasi yang tepat serta yang bersangkutan juga harus menjaga cicilan utang terus menurun hingga makin mendekati batasan maksimal 30 persen dari pendapatan anda.

Sehingga contoh kasus (tabel 1 diatas) penghasilan menjadi Rp 10.277.777. Atau untuk jelasnya silahkan perhatikan tabel berikut

Tabel 2:

Tahapan yang wajar
Tahapan yang wajar

Analisa: dari tabel terlihat bahwa defisit sudah nol dan cicilan utang menurun dari bobot terhadap penghasilan dari 45,95 persen menjadi 41,35 persen. Kondisi ini sudah lebih baik walau belum menjadi tahapan yang ideal (Ideal Income Valuation).

Baca Juga: Perusahaan Lain PHK Karyawannya, Perusahaan Satu ini Justru Rekrut Puluhan Ribu Karyawan Saat Pandemi Covid-19

Tahapan terakhir adalah Tahapan yang ideal (Ideal Income Valuation): pada tahapan ini individu/keluarga tersebut sudah berada pada koridor keuangan yang sehat, yakni sesuai tabel:

Tabel 3:

Tahapan yang ideal
Tahapan yang ideal

Adapun formulasi Valuasi Penghasilan Ideal adalah:

Cicilan utang perbulan/30 persen + Pengeluaran (di luar cicilan utang)Analisa: terlihat bahwa bobot cicilan hutang telah mencapai kurang dari 30 persen yaitu 22,17 persen serta terjadi surplus pendapatan sebesar 41,74 persen dan ada kelebihan dana yang dapat ditambahkan untuk investasi sebesar Rp 8.000.000 atau 41,74 persen.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana saya mendapatkan tambahan penghasilan tersebut?, jawabannya sudah tertera pada artikel ini yaitu berupa kiat anda sebelum meminjam atau meminta bantuan dana (butir a hingga e). Hal ini memang tidak mudah namun setidaknya juga bukan sesuatu yang mustahil. Setidaknya anda sudah mengetahui batasan penghasilan yang sehat sesuai dengan kondisi anda.

Pada contoh kasus ini penghasilan yang defisit sebesar Rp 8.000.000,- harus diperbesar menjadi surplus dalam kisaran Rp 10.277.777 hingga Rp 19.166.167 agar yang bersangkutan dapat menjadi bertambah kaya di kemudian hari.

Sekedar informasi penghasilan dan cicilan utang yang dimaksud disini adalah dapat merupakan penghasilan dan cicilan uutang gabungan (suami & istri).

Namun sebaliknya secara realistis kita harus siap dan wajib melakukan 'pengetatan super ekstra' terhadap pengeluaran jika proyeksi untuk mendapatkan penghasilan tambahan belum nampak, walaupun dana bantuan telah tersedia. (Taufik Gumulya, CFP®/Independent Financial Planner, CEO TGRM Financial Planning Services)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Apakah Penghasilan Saya sudah Ideal?".

Baca Juga: Perusahaan Lain PHK Karyawannya, Perusahaan Satu ini Justru Rekrut Puluhan Ribu Karyawan Saat Pandemi Covid-19

Artikel Terkait