Advertorial
Intisari-Online.Com -Bung Karno pernah berkata, "Dunia indah karena kaum wanita" Kepiawaian Sang Proklamator menempatkan diri dalam keindahan itu bahkan membuatnya larut, sehingga terkesan menjadi kelemahan.
Benar atau salah, nyatanya tak sedikit wanita mengaguminya tanpa peduli akan subjek "kelemahan" atau "kekuatan"-nya, seperti di-tuturkan beberapa wanita yang pernah mengenalnya dari dekat.
Bung Karno selalu memperhatikan secara detail setiap situasi
"Sebelum berbicara di sebuah acara, ia memperhatikan siapa yang akan mendengarkan, latar belakang-nya, secara saksama," cerita Minarsih (Mien) Soedarpo, istri pengusaha Soedarpo Sastrosatomo, komisaris PT Samu-dra Indonesia yang pernah menjadi konsul RI di AS.
Baca Juga:Ingin Turunkan Risiko Kanker Payudara Secara Drastis? Jauhi Daging Merah, Santaplah Daging Ayam!
Bagi pihak yang diperhatikan, apalagi secara saksama, sikap Bung Karno itu bisa membuahkan seribu penafsiran.
Terutama bagi para wanita, seperti acap terungkap dalam sejarah, proklamator RI itu memiliki pesona amat besar.
Suatu saat di akhir 1950-an, Mien, mewakili Gerakan Wanita Sosialis, hadir dalarn sebuah acara di Istana Merdeka yang mengundang semua organisasi wanita.
Halaman belakang istana penuh, banyak undangan yang berdiri karena tak kebagian kursi.
Bung Karno berteriak, "Hei,hei, wanita-wanita cantik yang pakaikelom geulis(bakiak cantik Bandung yang waktu itu sedang jadi mode - Red.), mari ke sini! Duduk dekat saya."
Kontan, para wanita berlarian mendekati Bung Karno.
"Yang sudah bersusah-payah mendapatkan kursi rela kehilangan. Semua berebut untuk mendekat. Begitu kuatnya daya tarik Bung Karno!" kenang Mien.
Garansi Bung Karno
Presiden pertama RI itu memang ramah dan tahu tata krama. Di hadapan wanita ia sangat mampu menempat-kan diri, bahkan di hadapan wanita yang menarik perhatiannya, ia tahu diri manakala ditolak atau situasi tidak memungkinkan.
Mien yang sudah kenal Bung Karno sejak 1946, karena ayahnya, Wiranatakusumah, adalah Mendagri kabinet pertama dan kemudian menjadi ketua DPA, suatu ketika diundang Bung Karno dan Ny.Fatmawati (ketika itu sedang mengandung Megawati) ke Yogyakarta.
Dari Yogya mereka ke Magelang karena Bung Karno ingin dipijat oleh istri Bupati Magelang, Sujudi, yang pintar memijat.
"Kami dibawa dengan mobilseven seats. Di depan ada sopir dan ajudan, di tengah dan belakang ada Bung Karno, Bu Fat, ipar saya, keponakan, dan saya," kenang Mien.
Dalam perjalanan itu, Ny. Fatmawati yang sedang mengidam, setiap saat minta berhenti untuk membeli apa saja yang dia inginkan.
Bung Karno menuruti saja, banyak tertawa menanggapi kemanjaan istrinya.
Mien ingat, Ny. Fatmawati bilang, "Dulu saya diramalkan kawin dengan orang kaya."
Mendengar itu, Bung Karno menanggapi, "Bukankaya materi, tapi kaya pengalaman."
Mien lalu menyimpulkan, Presiden Soekarno memberi perhatian besar pada soal moralitas dan kepribadian ketimbang materi, dan itu mendasari sikapnya dalam berhubungan dengan banyak orang.
Soal ini Mien juga pernah merasakan hikmahnya ketika ia dilamar oleh Soedarpo Sastrosatomo melalui orang tuanya.
Ayah Mien yang belum tahu Soedarpo menanyakannya kepada Bung Karno.
Jawabnya, "Oh, saya kenal Soedarpo. Ia asisten Perdana Menteri Sjahrir. Saya menggaransinya."
Baca Juga: Puasa di Tengah Pandemi Virus Corona, Akankah Kekebalan Tubuh Tetap Terjaga Meski Berpuasa Seharian?
Penuh wibawa namun sopan
Penyanyi dan pencipta lagu Titiek Puspa pun melihat betapa Bung- Karno bisa, menempatkan diri saat berhadapan dengan orang yang baru dikenal. Ketika itu tahun 1959, tak lama setelah Titiek. hijrah ke Jakarta dari Semarang.
Sebagai peraih gelar Bintang Radio, ia diundang untuk menyanyi di Istana Merdeka.
Bung Karno mengampirinya dan bilang, "Oh, ini to yang namanya Titiek Puspa," sambil mengulurkan tangan. Penuh wibawa tapi amat sopan. Titiek merasa tenang, tidak minder, apalagi takut.
Sejak itu Titiek menjadi penyanyi istana bersama penyanyi dan pemusik lain seperti Nien dan Jack Lesmana, Fetty Fatimah, Mus Mualim, dll. Mereka dijuluki "Lensoist" karena setiap saat mengiringi para undangan menari lenso.
Dalam masa Bung Karno membenci musik Barat. yang diisfilahkannya "Ngak-ngik-ngok", Titiek menyanyikan lagu ciptaannya, Marilah Kemari, yang berirama cepat.
Bung Karno langsung menghardik, "Eit, siapa yang meminta lagu itu?! Ayo ganti lagu, kita berlenso saja!" Titiek yang ketakutan, belakangan lega karena yang dimarahi bukan diriya, melainkan orang yang meminta dia melagukannya.
Baca Juga: Jenis Mutasi Tertentu dari Virus Corona Bisa Lebih Mematikan, Jenis Apa yang Ada di Indonesia?
"Tapi marahnya tidak berpanjang-panjang. Malah menurut saya Bung Karno tidak marah, kok. Cuma gusar," kenang Titiek.
Di situlah Titiek Puspa tahu Bung Karno orang yang sangat imbang, bijak, sekaligus penuh penghargaan. Titiek cukup dekat dengan Bung Karno, dan hubungan keduanya bagaikan bapak dengan anak.
Dalam banyak perjamuan Titiek kebagan "tugas" mengupaskan mangga untuk Bung Karno.
"Beberapa kali saya diberi uang langsung dari kantong celananya, didepan banyak orang. Katanya buat belanja atau untuk dibagi dengan teman-teman.
Padahal honor dari secretariat presiden tetap dibayarkan. Bagi saya, perlakuan itusungguh mengesankan, tidak soal jumlah uangnya berapa. Sangat manusiawi.
Kita bisa membayangkan, betapa presiden pada masa itu mengeluarkan sendiri uang dari saku celana, tidak main tunjuk lantas orang lain yang sibuk mengeluarkan uang," lanjut Titiek.
Sepatu bolong
Baca Juga: Selama ini Jadi Donor Terbesar, AS Mungkin Tidak akan Lagi Sumbang Dana Kepada WHO
Bung Karno memang dikenal apa adanya, tidak hipokrit, dan tidak banyak menyembunyikan kenyataan.
Salah satu yang diingat Titiek Puspa adalah perihal sepatunya yang berlubang di salah satu bagian ujung, katanya agar tidak mengganggu pangkal jarinya yang bengkak oleh mata ikan.
"Banyak orang tahu, beliau tidak sungkan memperlihatkan jarinya yangbubulensehingga perlu sepatu khusus," sambung Titiek.
Rima Melati, aktris sutradara dan rnantan peragawati awal mu-lanya tidak tahu sepatu berlbang itu membawa alasan medis pemakainya.
"Tadinya saya cuma heran, lo kok sepatu Bapak bagus-bagus tetapi bolong. Sambil ketawa Bung Karno bilang, jarinya kena mata ikan. Terus tanpa sungkan memperlihatkannya," kata Rima, yang tahun 1959 sampai awal 1960-an cukup dekat dengan Presiden Soekarno karena sering meramaikan acara di Istana Merdeka maupun Istana Bogor.
Ia salah satu dari empat personel Baby Dolls yang terdiri atas Rima Melati, Baby Huwae (meninggal tahun 1989), Gaby Mambo, dan Indriati Ishak.
Bung Karno kebetulan pernah dikenal Rima di masa kecil. Ketika presiden itu memerintah di Yogyakarta, sekitar Clash II tahun 1949, Rimapernah diajak orangtuanya berkunjung.
Sepuluh tahun kemudian, Rima yang sudah menjadi bintang film, bertemu lagi dengan Bung Karno di Jakarta. Sejak itu ia sering ter libat dalam ba-nyak kegiatan di istana.
Suatu saat ibunya, perancang dan perintis dunia mode Indonesia, Non Kawilarang, pergi ke Hongkong.
Rima yang tomboi sejak remaja, ingin memakai mobil ibunya. Sayang ia tak punya uang untuk membeli BBM secara rutin.
Maka ia minta kepada Bung Karno agar diizinkan mengisi tangki mobilnya di pompa bensin istana. Ternyata diizinkan.
"Kalau kebetulan Bung Karno ada, saya mampir dan ngobrol-ngobrol. Beliau banyak memotivasi saya, memberi saran untuk membaca buku tokoh-tokoh wanita dunia, dan bercerita tentang banyak hal," kata Rima
Terkait nama Rima Melati juga ada ceritanya. Sekitar awal 1960-an Bung Karno suka mengganti nama orang yang dikenalnya, yang dirasa kebarat-baratan.
Maka nama Baby Huwae disarankan untuk diganti Lokita Purnamasari dan sampai akhir hayatnya Baby Huwae memakai nama itu.
Baca Juga: 4.000 Orang Sedang Diuji, Corona Kembali Menyerang, China Lockdown 10 Juta Penduduk Kota Harbin
Sedangkan Marjolein Tambajong, panggilannya Leintje, nama asli Rima Melati, memang pernah dikatakan kebarat-baratan oleh Bung Karno.
Marjolein yang ketika itu sedang mengandung anak kedua, ingin memberi nama Rima kepada si anak jika perempuan.
la diilhami tokoh Rima the Bad Girl dalam film Green Mansions (1959) yang diperani Audrey Hepburn.
"Sayang, janin itu meninggal sebelum dilahirkan. Leintje, yang terpukul, menceritakan peristiwa itu kepada Bung Karno, sekaligus mengutarakan keinginannya untuk mengambil alih nama Rima, dikombinasi dengan "Melati".
"Bung Karno bilang 'That's a good name'. Sejak saat itu beliau selalu memanggil saya Rima Melati. Kepada setiap orang beliau memperkenalkan saya sebagai Rima Melati." (Nieko Oktavi)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari