Advertorial
Intisari-Online.com - Biasanya, saat seseorang menunjukkan sebuah karya, akan banyak apresiasi datang. Namun berbeda dengan desainer yang satu ini. Ia justru dikecam.
Bagaimana tidak, desainer bernama Arnold Putra ini menjual tas tangan yang terbuat dari bahan yang tak biasa, dan bisa dianggap tak manusiawi.
Tas tangan yang dijualnya terbuat daridari kombinasi material lidah buaya dan juga tulang punggung manusia.
Lelaki itu mengaku, material tulang punggung manusia tersebut dia dapatkan dari sumber yang etis, dari pasokan medis di Kanada.
Baca Juga: Duh, Tas Kulit dari Merek-merek Terkenal Ini Dibuat dari Kulit Unta
Reaksi keras dan kecaman baru muncul setelah lama gambar itu diunggah. Hal itu mendorong laman Insider mengupasnya lebih jauh mengenai asal mula material tas tersebut.
Tas tangan ini adalah karya one-off seharga 5.000 dollar AS atau sekitar Rp 78,5 juta, yang pertam kali dijual pada tahun 2016.
Kreasi tersebut berupa tas tangan bergaya keranjang terbuat dari kulit lidah buaya, dengan pegangan terbentuk dari bagian tulang belakang manusia.
Para ahli mengatakan kepada Insider, mereka percaya material itu asli berasal dari manusia.
Baca Juga: Atasi Batuk Pilek hingga Diabetes dengan Air Rendaman Ketumbar, Begini Cara Membuatnya!
Arnold Putra selama ini dikenal sebagai perancang yang hidup dengan gaya flamboyan, penuh dengan perjalanan eksotis, kemewahan, dan selera mode yang tinggi.
Pada 2017, dia dimasukkan dalam kategori salah satu "kolektor mobil paling produktif di Indonesia" oleh situs Tatler Indonesia.
Dia pun pernah berfoto dengan selebritas fesyen seperti Michèle Lamy di profil Instagram-nya - @arnoldputra.
Lalu, akun Instagram kedua, @byarnoldputra, memuat unggahan lebih rinci tentang lini fesyennya.
Posting di dalam akun itu antara lain, produk tas tangan, yang juga telah dipasarkan untuk dijual di beberapa situs mode.
Pada akun @byarnoldputra, ditemukan deskripsi yang menyebut, "(Tas) terbuat dari tulang belakang anak yang menderita osteoporosis."
Tentang hal ini, Arnold Putra mengaku kepada Insider bahwa akun tersebut dijalankan oleh orang lain dan dia hanya berkontribusi di dalamnya.
Namun, dia tidak menjawab, -meski telah beberapa kali ditanya, apakah tulang belakang benar-benar milik manusia?
Insider lantas menghubungi dua ahli osteopati anak dan menunjukkan gambar-gambar tas itu kepada mereka.
Keduanya mengatakan hampir pasti itu adalah tulang belakang manusia, meski tidak sepakat jika disebut itu berasal dari seorang anak.
Dan untuk waktu yang lama, tidak ada yang memperhatikan polemik ini.
Baru kemudian pada tanggal 23 Maret, seorang mahasiswa dan kurator berusia 19 bernama Maxim mengunggah hasil tangkapan layar dari akun @byarnoldputra ke akun Twitter-nya @wqbisabi.
Dari sana, kabar ini mulai dibagikan secara luas, sering disertai dengan beragam kecaman dan kemarahan.
Segera, orang-orang mulai membombardir Instagram Arnold Putra, dan distributor karya tersebut, dengan pertanyaan tentang dari mana bahan-bahan itu berasal.
Lalu, ada juga yang mempertanyakan, mengapa dia akan mengubah tulang belakang manusia menjadi sebuah tas?
Plastinasi manusia dan kulit albino
Satu penjelasan datang dari The Unconventional, yang juru bicaranya menjawab pertanyaan WhatsApp yang dibagikan di media sosial, dan kemudian dikonfirmasi sebagai material asli oleh Insider.
"Dia menukar barang-barang suku-suku kuno dengan barang-barang yang dianggap berharga bagi mereka."
Namun, Arnold Putra mengaku kepada Insider, dia tidak bepergian ke daerah kesukuan ketika koleksi ini dibuat.
"Metode saya dalam mengumpulkan material tak terkait dengan perjalanan saya ke tempat-tempat itu," kata dia.
Dia lalu mengaku, tulang belakang itu dia dapatkan dari asupan medis dari di Kanada. Menurut dia, adalah hal yang mungkin untuk membeli tulang manusia dari perusahaan berlisensi.
Perusahaan tersebut biasanya menerima spesimen manusia yang disumbangkan untuk obat-obatan, dan kadang-kadang pula menjualnya sebagai "surplus". Pada bagian inilah Arnold mendapatkannya.
Namun, dia menolak untuk menunjukkan kontrak jual beli tersebut, dengan dalih dia harus tunduk pada perjanjian non-pengungkapan.
Tas itu, kata dia, merupakan bagian dari koleksi yang belum selesai dan melibatkan bahan serupa yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam pembuatan pakaian.
Sementara, untuk material lidah buaya, dia mengatakan bahan itu adalah produk sampingan dari industri daging dan kulit buaya. Selain itu, buaya pun tidak masuk dalam kategori hewan yang terancam punah di AS.
"Butuh sedikit percobaan untuk membuat bahan dari lidah agar rata dan cukup kenyal," kata dia.
Menyusul keributan media sosial atas tas itu, Arnold Putra mengunggah konten lewat fitur Instagram Story yang menyebut -entah serius atau bercanda- koleksinya berasal dari sisa-sisa manusia yang telah diplastinasi.
Legalitas pembelian dan penjualan tulang manusia bervariasi di seluruh dunia. Perdagangan itu legal di banyak negara bagian AS, menurut laman National Geographic.
Praktik ini juga legal di Kanada -pada tahun 2017 jaringan Global News TV memprofilkan SkullStore, toko yang menjual sisa-sisa tubuh manusia.
Situs web toko itu mengiklankan kepala anak yang menyusut, yang dijual dengan harga di bawah 100.000 dollar Kanada.
Pemilik toko, Ben Lovatt, mengatakan kepada Insider, pegangan tas berbentuk tulang belakang tersebut memang tampaknya merupakan spesimen medis atau bagian pengajaran yang sudah tak dipakai.
Dia menambahkan, ada sejarah panjang perdagangan tulang untuk pengajaran, juga untuk tujuan budaya, dan pribadi.
Seorang Jurubicara The Unconventional, yang telah mengiklankan tas yang dibuat dari tulang belakang manusia ini sejak 2016 juga angkat bicara.
Dia mengatakan kepada Insider, "yang akan saya katakan adalah bahwa saya tidak memaafkan penggunaan sisa-sisa manusia nyata."
Produk tas, serta nomor kontak perusahaan, telah ditarik dari situs web perusahaan sejak posting Twitter mendapat perhatian.
Distributor lain, Not Just A Label (NJAL), juga menjadi tempat bagi Arnold menjual karyanya.
Saat ditanya tentang pendirian mereka tentang etika dari karya Arnold Putra, manajer program desain Erica Sabatini berkomentar.
"NJAL adalah platform terbuka bagi para desainer untuk memamerkan desain mereka, dan bebas bagi semua orang untuk membuat akun, NJAL tidak mengganggu atau berinteraksi dengan desainer dalam proses kreatif," kata dia.
Menanggapi kemarahan di dunia maya, Arnold mengatakan, "ini adalah bagian dari proses pembelajaran kreatif yang harus melibatkan oposisi."
"Jika tidak, itu hanya akan menjadi bentuk validasi berulang," tegas dia.
"Saya tidak berniat untuk menjual habis dan akan terus mewujudkan ide-ide saya."
Segera setelah tweet dengan tas tersebut tersebar luas, Maxim menghapus unggahannya.
"Saya membagikannya hanya karena saya pikir itu adalah sesuatu yang harus dilihat orang lain," kata dia kepada Insider.
"Aku tidak percaya dia lolos dengan apa yang telah dia lakukan," sebut Maxim.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kontroversi Arnold Putra, Bikin Tas Pakai Tulang Belakang Manusia