Kabar pun semakin cepat sampai ke khalayak ramai lewat telepon dan radio (Mokyr dan Strotz, 2003) . Sistem pencegahan carrier pembawa virus dan bakteri sudah canggih pada masanya. Zaman kembali bergegas.
Pada titik tersebut, semuanya yang tampak baik-baik saja lantas muncul Perang Dunia I. Masyarakat dunia saat itu tak menyangka kalau Revolusi Industri II bakal menemuni kelambatan. Begitulah, zaman bergegas dan melambat. Revolusi Industri II berhenti pada tahun 1914.
Kondisi zaman pada saat itu semakin parah karena wabah influenza pada tahun 1918. Diperkirakan, 50 juta orang meninggal karena virus berkode H1N1 ini (CDC, 2019). Setelah wabah memudar pada tahun 1920, terma bergegas dan melambat menemukan paradoksnya.
Masyarakat bergegas agar hidup semakin sehat sekaligus melambat. Melambat agar usia mereka semakin panjang. Setelah tahun 1920, nyatanya selalu ditemui era yang bergegas lalu melambat. Sebagai contoh adalah Masa Depresi Besar, Perang Dunia II, booming serta krisis minyak bumi, gelembung ekonomi dan pemanasan global.
Dunia terus menerus bergegas dan melambat dalam satu kurun waktu. Bergegas untuk menemukan cara agar memperpanjang usia dunia. Memperlambat agar es di bumi tidak cepat mencair. Begitu terus hingga zaman sekarang, era Revolusi Industri 4.0.
Sebelum ke Revolusi Industri 4.0, kita melalui Revolusi Industri 3.0 yang ditandai dengan komputerisasi dan otomatisasi pabrik sebagai penunjang manusia. Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan komputerisasi dan otomatisasi yang lebih cepat dalam menunjang kerja manusia.
Era Revolusi Industri 4.0 juga ditandai dengan Big Data. Menurut Kamus Cambridge, Big Data adalah sejumlah besar data yang dikumpulkan dari para pengguna internet (netizen) sedunia. Data bisa berupa kebiasaan para netizen dalam menggunakan internet.
Data ini kemudian disimpan, dikelola lalu digunakan untuk kepentingan tertentu. Lebih mudah memahami adalah interaksi kita di dark social (aplikasi Whatsapp, Line, Email, Telegram dll.) dan social media (Instagram, Facebook, Twitter dll.) dapat terhubung langsung untuk diketahui Google.
Seumpama kita mencari tahu di dark social dan social media tentang sepatu, maka iklan di Google berisi mengenai alas kaki tersebut. Secara sederhana begitulah cara kerja Big Data.
Secara lebih jauh, Big Data ini dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dunia yang lebih rumit.
Penulis | : | None |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR