Advertorial
Intisari-Online.com- Asian Games 2018 akan segera dihelat di Jakarta-Palembang pada Agustus hingga September mendatang.
Sebagai ajang persahabatan antar negara-negara Asia, Asian Games juga memacu prestasi bermacam atlet di berbagai cabang.
Namun, sesuai dengan ideologi dan kondisi perpolitikan pada suatu masa.
Terkadang tidak semua negara memiliki pandangan yang sama atas diselenggarakannya suatu ajang olahraga.
Sebut saja Cina, yang Agustus mendatang juga ikut serta dalam ajang olahraga Asia, Asian Games 2018.
Baca Juga:Heboh Bayi Xiaomi di Lampung, Namanya Bahkan hingga Didengar oleh Presiden Xiaomi di China
Dulu, mereka ternyata pernah mengisolir kehidupan berolahraganya karena ideologi pimpinan negara, Mao Zedong.
Namun tak hanya berkaitan dengan ideologi semata, pengisolasian diri itu juga disebabkan hubungannya dengan Taiwan yang tidak baik.
Seperti yang diketahui, usai penjajahan Jepang di akhir Perang Dunia II, pada 1949 Taiwan memisahkan diri Cina setelah perang saudara antara partai Nasionalis dan Komunis.
Partai komunis kemudian mendirikan negara Republik Rakyat Cina yangdideklarasikan Mao di Gerbang Tiananmen, Beijing.
Baca Juga:Mafia Amerika Tak lagi Menyeramkan, Inilah Lima Gangster Terbesar di Dunia Saat Ini
Tapi pada hari-hari ke depannya, hubungan antara keduanya tetaplah rumit.
Setelah kemenangan komunis pada 1949 itu, Mao mempropagandakan 'tubuh baja' sebagai keharusan bagi warga Cina untuk memiliki tubuh sehat dan kuat.
Seperti ditulis pada majalah Intisari edisi tahum 1984, untuk membuktikan kesportifannya, Mao berenang di sungai Yangtse pada usia 73 tahun.
Mao Zedong juga mengatakan bahwa untuk menaikkan prestasi kerja rakyat, mereka harus menjadi rakyat atlet.
Baca Juga:Gempar, Anak Bung Karno yang Pernah Jadi Kondektur Bemo dan Jualan Es di Manado
Namun tak lama kemudian Cina segera mengisolir para olahragawannya.
Hal itu disebabkan International Olympic Committee (IOC) mengundang 'bandit-bandit dari Taiwan.'
Orang RRC kemudian absen dari Olimpiade sejak tahun 1965, bahkan keluar dari IOC pada 1958.
Dibawah kepemimpinan Mao Zedong pula pada 1966 dimulai Revolusi Kebudayaan di Cina.
Baca Juga:Tak Disangka, 7 Karakter Kartun Populer ini Ternyata Terinspirasi dari Sosok Nyata!
Yakni revolusi melawan kebudayaan Cina tradisional dan melawan setiap pengaruh asing.
Latihan kung-fu dilarang, sekolah olahraga bela diri diratakan dengan tanah.
Tempat latihan bola basket nasional di Puning ditanami ubi.
Tentara Merah memasuki lapangan sepakbola,, bukan untuk bermain namun untuk merusak gawang dengan kapak.
Baca Juga:Kini Banyak Diabaikan, Beginilah Kesaktian Weton Kelahiran Bagi Orang Jawa
Bahkan, Chuang, juara dunia tenis meja Cina harus mengucapkan kritik terhadap dirinya sendiri:
"Saya tidak boleh menerima arloji dari setan asing, saya malu atas perbuatan saya."
Masa-masa itu adalah zaman kegelapan dunia olahraga Cina.
Keinginan mengejar prestasi tinggi dalam bidang olahraga pun dianggap tabu.
Baca Juga:Hanya dengan Melihat Wajahnya, Ternyata Kita Dapat Tahu Kaya atau Tidaknya Seseorang
Mao Zedong juga bepandangan bahwa persahabatan lebih penting dari kemenangan.
Dalam koran Beijing pun dimuat anggapan bahwa mengejar medali adalah hal rendah.
Ajang-ajang itu serupa obat bius borjuis yang dapat meracuni moral manusia sosialis.
Namun seiring menipisnya pengaruh Mao Zedong dan sepeninggalannya pada 1976, Cina dapat berubah menjadi lebih terbuka.
Baca Juga:(Foto) Masih Ingat Bule Inggris yang Menikahi Pria Padang Ini? Begini Kabarnya Sekarang!
Pada 1971, Cina memulai diplomasi tenis meja dengan Ameika dan pada 1979 kembali bergabung dalam IOC.
Sebagai gantinya, Cina kemudian juga mengalami revolusi olahraga yang didukung para politikus.
Bahkan Beijing menawarkan diri sebagai tuan rumnah Asian Games tahun 1990 dan tahun 2000 ingin menjadi tuan rumah Olimpiade.
Bahkan Asian Games ke-16 juga digelar di Cina serta Asian Games ke-19 pada 2022 mendatang juga direncanakan untuk diadakan di Cina.
Baca Juga:Evolusi Suku Bajau Indonesia: Mampu Menahan Napas 13 Menit Hingga di Kedalaman 61 Meter!