Advertorial

Khmer Merah yang Ingin Dirikan Negara Komunis Radikal Justru Digulingkan Vietnam yang Pernah Membantunya

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Editor

Setiap orang yang diangkap kaum cendekiawan, termasuk mereka yang bisa berbahasa asing, dibunuh.
Setiap orang yang diangkap kaum cendekiawan, termasuk mereka yang bisa berbahasa asing, dibunuh.

Intisari-Online.com- Mliter Vietnam berhasil menginvasi Kamboja dan menduduki ibu kota Phnom Pehn sekaligus menggulingkan rezim Khmer Merah pimpinan Pol Pot pada 7 Januari 1979.

Khmer Merah, yang didirikan Pol Pot pada 1960-an, memiliki cita-cita revolusioner.

Mereka ingin menyingkirkan semua pengaruh Barat di Kamboja dan mengubah negeri itu menjadi sebuah komunitas pertanian berideologi komunis radikal.

Pada 1970, dibantu militer Vietnam Utara dan Viet Cong, gerilyawan Khmer Merah memulai pemberontakan besar-besaran melawan pasukan pemerintah Kamboja.

(Baca juga:Baik Hati, Wanita Ini Bagikan Makan Siang Gratis Kepada Anak-anak Saat Sekolah Libur di Tengah Suhu Super Dingin)

(Baca juga:Peringatan Bagi yang Ngotot Ingin Bercerai: Kelima Anak Ini Hidup di 'Tempat Sampah' Setelah Orangtua Mereka Berpisah)

Dalam waktu singkat, Khmer Merah berhasil menguasai hampir sepertiga wilayah negeri itu.

Pada 1973, pengeboman yang dilakukan Amerika Serikat ke wilayah Kamboja yang dikuasai pasukan komunis Vietnam memaksa mereka meninggalkan Kamboja.

Kepergian pasukan Vietnam itu menciptakan kekosongan kekuasaan yang justru digunakan Pol Pot untuk membesarkan Khmer Merah.

Lalu pada April 1975, pasukan Khmer Merah berhasil merebut Phnom Pehn, menumbangkan rezim pemerintah pro-Amerika, dan mendirikan pemerintahan baru bernama Republik Rakyat Kamboja.

Sebagai pemimpin baru negeri itu, Pol Pot mulai mencoba mengubah negeri itu sesuai visinya sebagai sebuah utopia pertanian.

Kota-kota dikosongkan, pabrik dan sekolah ditutup. Lebih dari itu, Khmer Merah juga menghapus mata uang dan hak kepemilikan pribadi.

Setiap orang yang diangkap sebagai kaum cendekiawan, termasuk mereka yang bisa berbahasa asing, dibunuh.

Para pekerja profesional juga dibunuh. Tak hanya itu, siapa saja yang memiliki kacamata, jam tangan, atau yang memiliki teknologi terbaru saat itu juga tak luput dari maut.

Di bawah berbagai kekejian itu, jutaan rakyat Kamboja yang tak bisa melarikan diri dipaksa bekerja di berbagai sektor pertanian kolektif di pedesaan.

Antara 1975 hingga 1978, akibat kekejaman, kerja paksa, dan kelaparan yang ditimbulkan rezim Pol Pot, diperkirakan dua juta rakyat Kamboja meninggal dunia.

(Baca juga:Seram, Seperti Inilah Hukuman Bagi Wanita yang Suka Bergosip di Abad Pertengahan)

Namun, kekuasaan Pol Pot tak berlangsung lama. Pada 1978, tentara Vietnam kembali menginvasi Kamboja dan berhasil menduduki Phnom Pehn pada 1979.

Vietnam kemudian membentuk sebuah pemerintahan komunis yang moderat, sementara Pol Pot dan pengikutnya mundur ke dalam hutan.

Pada 1985, Pol Pot secara resmi pensiun dari jabatannya tetapi masih dianggap sebagai pemimpin Khmer Merah dan terus bergerilya melawan Phnom Pehn.

Pada 1997, Pol Pot diadili oleh organisasinya sendiri setelah muncul perebutan kekuasaan internal yang menyingkirkannya dari pucuk kepemimpinan Khmer Merah.

Dia kemudian dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh "pengadilan rakyat" yang dikritik sebagai sebuah pengadilan yang sudah diatur.

Meski demikian, komunitas internasional berharap Pol Pot diekstradisi agar bisa diadili terkait kejahatan kemanusiaan yang ia lakukan.

Namun, hal tersebut tak pernah terjadi karena Pol Pot meninggal dunia dalam status sebagai tahanan rumah pada 1998.

(Baca juga:Pria Ini Termotivasi Menato Sekujur Tubuhnya, Masa Lalu yang Suram dan Kelam adalah Alasannya)

(Artikel ini telah dimuat dikompas.comdengan judul asli “Hari Ini dalam Sejarah: Vietnam Tumbangkan Rezim Brutal Khmer Merah")

Artikel Terkait