Intisari-Online.com - Pada tahun 1965, di Indonesia terjadi pemberontakan di beberapa daerah. Salah satunya berlangsung di wilayah Sulawesi.
Saat itu gerombolan DI/TII pimpinan Kahar Muzakar merupakan pemberontakan yang perlu ditumpas demi terciptanya keamanan terhadap masyarakat.
Tetapi, menangkap gerombolan bersenjata yang memiliki kelihaian tempur memang bukan perkara mudah.
Selain pergerakan mereka ibarat siluman, kelompok sayap kiri itu juga memanfaatkan medan tempur hutan sebagai basis pergerakan yang sulit dilacak.
(Baca juga: (Foto) Ada Pesan Mengharukan dari Sang Ibu di Balik Foto-foto 'Menyeramkan' Putra Kecilnya Ini)
Itulah sebabnya operasi yang dilancarkan pasukan ABRI (TNI) selama berbulan-bulan untuk menumpas kelompok pengacau, terutama meringkus pemimpinnya, tak kunjung membuahkan hasil maksimal.
Akibatnya rakyat terus dicekam perasaan tidak aman karena sering menjadi korban dari gerombolan pemberontak.
Atas perintah dari komando atas (Mabes Abri), bergeraklah satu peleton prajurit Batalyon 330 Kostrad berjumlah 37 orang dipimpin Danton Peltu Umar Sumarna.
Mereka ditugaskan menyisir Sulawesi Selatan dimana Kahar Muzakar disinyalir berada.
Setelah disisir, nyatanya Kahar tak juga ditemukan. Pasukan terus bergerak ke daerah Pinrang dan mendapatkan informasi yang menyebutkan bahwa Kahar sudah lari ke Sulawesi Tenggara.
Perjalanan berat untuk memburu Kahar terus dilakukan dilakukan personel Yon 330 Kostrad dengan cara menempuh sungai, laut dan hutan.
Sampai di daerah Kolaka pasukan kesasar karena kompas tak berfungsi. Kondisi diperburuk dengan tumbangnya satu per satu prajurit akibat kelelahan dan tekanan psikologis.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR