Intisari-Online.com - Pada bulan Februari 1958 tepat 60 tahun lalu, setelah Letnan Kolonel Ventje Sumual memproklamirkan Pemberontakan Rakyat Semesta (Permesta) di wilayah Indonesia Timur segera memicu pertempuran berdarah yang berlangsung hingga tiga tahun.
Untuk menumpas pemberontakan yang mengancam keutuhan NKRI itu , pemerintah RI terpaksa melakukan tindakan tegas berupa operasi militer secara besar besaran.
Operasi tempur yang digelar pemerintah RI untuk melumpuhkan Permesta yang saat itu menguasi wilayah Sulawesi bersandi Operasi Merdeka dan dikendalikan langsung oleh KASAD Mayor Jenderal AH Nasution.
Meskipun merupakan pasukan pemberontak, dari sisi kekuatan, pasukan Permesta memiliki persenjataan dan pasukan yang cukup besar.
(Baca juga: Yang Konyol-Konyol di Perang Dunia II: Nazi Gelar Pesawat Palsu dari Kayu dan Sekutu Mengebomnya Dengan Bom Kayu)
Mulai dari 5000 personel mantan anggota KNIL yang terlatih, eks anggota ABRI yang membelot, sukarelawan yang juga dikenal Calon Prajurit Permesta kurang lebih berjumlah 30.000 orang.
Yang paling menentukan Permesta juga memiliki sejumlah pesawat tempur yang merupakan tulang punggung kekuatan udara Permesta yang dinamai Angkatan Udara Revolusioner (AUREV).
Lusinan pesawat tempur AUREV itu semuanya didatangkan dari luar negeri sehingga terjamin kualitsnya dan tidak ada satu pun pesawat AUREV yang merupakan milik atau rampasan dari AURI.
Pesawat-pesawat sipil milik maskapai penerbangan di Indonesia juga tidak ada yang digunakan oleh AUREV.
Kekuatan udara AUREV yang dari sisi kekuatan (air power) sebenarnya melebihi AURI itu secara rahasia berpangkalan di salah satu tempat di Filipina.
Di antaranya terdiri dari 19 pesawat pengebom dan juga penyerang B-26 Invader, dua pesawat tempur pemburu P-51 Mustang, dua pesawat transport Curtiss C-46 Commando dan dua pesawat Lockheed 12.
Selain itu, AUREV juga diperkuat oleh pesawat-pesawat transport DC-3/C-47 Dakota dan DC-4/C-54 Skymaster.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR