Advertorial
Intisari-Online.com - Setelah lebih dari 10 tahun Indonesia merdeka, sejumlah daerah ternyata merasa tidak puas bahkan dengan terang-terangan berupaya memisahkan diri, sehingga pemerintah pusat di Jakarta terpaksa harus menyelesaikannya secara militer.
Salah satu upaya pemisahan diri dengan cara membentuk negara baru dan menyatakan berpisah dari pangkuan RI adalah Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pimpinan Mr. Sjafrudin Prawiranegara yang dibentuk pada 15 Februari 1958 di Sumatera.
Upaya pemisahan diri dari PRRI itu jelas jadi ancaman serius bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan harus segera diambil tindakan tegas.
Tapi tindakan tegas yang harus diambil oleh pemerintah RI khususnya Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI/TNI) harus benar-benar terencana secara matang.
(Baca juga: Demi Hancurkan 60 Ranpur Lawan, Pilot Tempur AURI Ini Nekat Jatuhkan Pesawatnya)
Pasalnya PRRI juga didukung oleh sejumlah unsur militer di Sumatera yang semula anggota APRI, sehingga memiliki kekuatan yang terlatih dan bersenjata lengkap.
Satuan-satuan militer yang mendukung APRI anatara lain Resimen IV/TT-I/Bukit Barisan di bawah komandan Letkol Achmad Husein, Tentara Territorium I di bawah komandan Kolonel Mauluddin Simbolon, Tentara Territorium II di bawah pimpinan Letkol Barlian, dan lainnya.
Pada 22 Desember 1956 Panglima TT-I, Kolonel Simbolon di Medan bahkan telah terlebih dahulu memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat. Dari sisi kemampuan tempurnya yang terlatih, jumlah total pasukan PRRI sekitar 10.000 orang.
Selain memiliki pasukan yang terlatih pasukan PRRI juga mempunyai senjata-senjata modern yang kemudian diketahui sebagai bantuan dari AS (CIA).
Persenjataan yang terdeteksi oleh intelijen APRI pada 28 Februari 1958 dan dikirim melalui penerbangan gelap ke Sumatra itu antara lain 15 senjata mesin ringan, 125 pucuk senjata laras panjang, dan dua senapan mesin berat lengkap dengan pelurunya.
Dengan memperhitungkan bahwa kekuatan militer yang dimiliki PRRI sebelumnya merupakan pasukan reguler dan memiliki persenjataan yang digelar dalam kawasan luas, APRI di bawah komando KSAD Kolonel AH Nasution pun segera mengelar operasi gabungan ditujuk perwira TNI AD yang sudah cukup yang sudah cukup berpengalaman, Kolonel Achmad Yani.
Sejumlah operasi yang digelar untuk membereskan PRRI antara lain Operasi Tegas, Operasi Saptamarga, Operasi Sadar dan Operasi 17 Agustus.
Sebagai kekuatan gabungan yang melibatkan seluruh kekuatan APRI, peran kekuatan AURI (TNI AU) sangat dominan karena bertugas menerjunkan pasukan, menerjunkan logistik, memberikan air cover, bantuan tembakan udara kepada pasukan darat, misi SAR, dan lainnya.
(Baca juga: Kisah Ajaib di Balik Jatuhnya Pesawat Dakota AURI yang Ditembak oleh Pesawat Tempur Belanda pada Operasi Trikora)
Kekuatan udara AURI yang dikerahkan antara lain 26 pesawat C-47 Dakota, enam pesawat pemburu P-51 Mustang, delapan pembom B-25 Mitchell, enam AT-16 Harvard yang dipersenjatai, dan Pasukan Gerak Tjepat (PGT) AURI.
Sedangkan kekuatan ALRI yang dikerahkan terdiri dari enam kapal perang, 19 kapal transpor dan ribuan prajurit AL.
Angkatan Darat RI juga mengerahkan ratusan prajurit RPKAD yang dalam misi tempurnya akan diterjunkan melalui udara dan didaratkan menggunakan kapal ALRI.
Jumlah pasukan APRI yang dikerahkan untuk menumpas PRRI sekitar 50.000 orang. Pasukan APRI yang bertempur dengan gigih dan gagah berani akhirnya berhasil mendesak pasukan PRRI.
Ketika kekuatan PRRI makin menurun dan hanya menguasai wilayah Sumatera Barat, sekali lagi APRI melancarkan operasi gabungan untuk membereskan perlawanan PRRI lewat operasi tempur bersandi Operasi 17 Agustus.
Operasi untuk menghadapi kekuatan PRRI yang masih terorganisir secara baik dan mempunyai persenjataan modern itu melibatkan 12 pesawat Dakota, empat B-25, empat P-51 Mustang, empat AT-16 Harvard, dan satu Albatros.
Menurut Marsma (Purn) Subarjono (80) yang pada tahun itu (1958) berpangkat Letnan Udara Muda, pernah menerbangkan Harvard dan saat ini masih aktif sebagai pengurus PPAU Pusat, pesawat latih itu dipersenjatai roket dan senapan mesin dan berperan sebagai pendukung tembakan bagi serbuan pasukan darat.
Untuk menjaga keamanan dan efektivitas serangan udara pesawat-pesawat tempur ditempatkan terpencar di sejumlah pangkalan, seperti Pangkalan Udara Polonia Medan, Pangkalan Udara Kijang Tanjung Pinang, dan Pangkalan Udara Talangbetutu Palembang.
(Baca juga: Sofyan Tsauri, Eks Anggota Al-Qaeda yang Mengaku Pernah Sengaja Ditabrak Anggota Densus 88 di Pasar Rebo)
Operasi penerjunan pasukan di Pangkalan Udara Tabing, Padang yang dilaksanakan oleh Daakota sesuai sandi Operasi 17 Agustus, berlangsung pada 17 Agustus 1958.
Serbuan udara itu ternyata mendapat perlawanan gigih berupa tembakan mitraliur dari pantai dan pegunungan.
Tembakan yang dilancarkan dari gunung yang berada di Padang, dan dikenal sebagai Gunung Monyet, cukup berbahaya serta harus segera dibungkam oleh gempuran udara dari B-25 dan P-51 Mustang.
Perlu serangan beberapa kali untuk melumpuhkan posisi metraliur PRRI yang tersebar di pegunungan. Sedikitknya satu pesawat Harvard yang dipiloti Subarjono dan satu Dakota yang dipiloti Andoko berlubang akibat gempuran mitraliur PRRI.
Pesawat B-25yang diterbangkan oleh Kapten Pnb Sri Mulyono juga terkena tembakan sewaktu mengadakan serangan udara beberapa kali di Solok sehingga menimbulkan kebocoran pada pipa hidroliknya.
Karena bisa menimbulkan bahaya pesawat B-25 terpaksa balik ke pangkalan dan berhasil mendarat selamat di Pekanbaru.
Demikian juga pesawat B-25 yang diterbangkan oleh Mayor Pnb Soetopo sempat terkena tembakan mitraliur dan berhasil mendarat selamat di Pekanbaru kendati ban kanannya pecah.
Sejumlah lubang yang dihasilkan oleh tembakan mitraliur PRRI ternyata tidak membuat nyali para pilot tempur AURI menciut. Mereka bahkan bangga karena pesawatnya aman-aman saja dan bisa terbang tempur lagi.
(Baca juga: Melalui Stasiun Radio AURI di Playen, Berita Serangan Umum 1 Maret 1946 Sampai ke Telingan PBB)
Menurut Andoko, satu lubang peluru di tubuh pesawat bahkan ada hadiah uangnya.
Apalagi makin banyak lubang di pesawat akibat tembakan PRRI dan pesawat tetap bisa mendarat selamat hadiah uang yang didapat juga makin banyak.
Apalagi salah satu pilot AURI ada yang sedang dalam persiapan menikah sehingga hadiah uang yang dihasilkan dari lubang di pesawat jika jumlahya makin banyak justru makin menyenangkan dan memicu semangat bertempur.