Advertorial
Intisari-Online.com -19 Mei 1962, dua peleton Pasukan Gerak Tjepat (PGT) AURI diberangkatkan menuju Irian Barat menggunakan satu pesawat C-130 Hercules.
Sebanyak 81 personel PGT AU itu dipimpin Komandan Tim Letnan Muda Udara (LMU) I Suhadi merangkap Danton I, Danton II Sersan Muda Udara (SMU) Ngarbingan, dan Danton III Sersan Muda Udara (SMU) Mengko.
Operasi penerjunan menggunakan Hercules itu merupakan operasi bersejarah karena untuk pertama kalinya, Hercules yang dilarang oleh AS untuk melaksanakan operasi militer di Irian Barat, diam-diam digunakan oleh AURI.
(Baca juga:Jenglot, Semakin ‘Amburadul’ Semakin Mahal Harganya, Hingga Ratusan Juta Rupiah)
Selain mampu mengangkut pasukan dalam jumlah lebih besar dibandingkan pesawat jenis Dakota, Hercules juga bisa terbang lebih tinggi dan cepat.
Cuaca buruk seperti hujan tidak begitu berarti bagi Hercules yang merupakan pesawat trasnportasi paling modern yang dibuat AS pada masa itu.
Saat melaksanakan operasi penerjunan, Hercules take off dari Lanud Laha, Ambon, pada pukul 01.00 WIT.
Ternyata kondisi cuaca saat itu lagi hujan dan pemandangan sangat gelap sehingga daratan sama sekali tak tampak.
Tapi operasi penerjunan tetap dilakukan apa pun yang akan menanti dan terjadi di bawah.
Ketika jarum jam menunjukkan angka 02.30 WIT, bel tanda terjun berbunyi disusul payung-payung personel PGT yang mengembang di udara.
Sewaktu mendekati area penerjunan, para personel PGT yang masih berada di udara melihat nyala lampu-lampu yang diperkirakan berasal dari perkampungan Wersar.
Sementara lokasi yang ditargetkan untuk melaksanakan pendaratan kondisinya gelap.
Secara perlahan personel PGT mendarat satu-persatu dengan kondisi siap tempur.
Tanpa diduga, sebagian besar personel PGT mendarat di atas atap berupa seng yang ternyata merupakan markas pasukan Belanda.
Bunyi keras akibat seng yang terhantam oleh tubuh pasukan penerjun mengejutkan personel PGT, sekaligus membangunkan pasukan Belanda dari tidurnya.
Menyadari telah jatuh di markas musuh, personel PGT langsung menarik senjata dan menembaki pasukan Belanda yang kemudian bertempur menggunakan pakaian seadanya.
Pertempuran sengit berlangsung secara kacau dan nyaris terjadi saling tembak antarrekan mengingat posisi masing-masing personel yang tersebar ke segala arah.
Tapi karena pasukan Belanda masih dalam posisi terkejut dan kurang siap, mereka memilih mundur ke kota Teminabuan atau lanud terdekat.
Kota Teminabuan jaraknya hanya beberapa kilometer dari kampung Wersar untuk bergabung dengan pasukan induk mereka.
(Baca juga:Hutomo ‘Tommy’ Mandala, Lahir saat Soeharto Jadi Panglima Mandala dalam Operasi Pembebasan Irian Barat)
Ketika hari menjelang terang dan untuk sementara personel PGT berhasil memukul mundur pasukan Belanda, mereka kemudian melakukan penyisiran.
Mereja kemudian menemukan sejumlah personel PGT yang gugur seperti Kopral Udara ( KU) II Alex Sungido, KU II Wangko, dan lainnya. Belakangan juga diketahui salah satu rekan mereka, KU II Liud tertangkap.
Selain jatuh di markas musuh, personel PGT lainnya juga mendarat di kampung Wersar.
Personel PGT yang masih tercerai berai lalu segera menyusup masuk hutan untuk konsolidasi.
Guna mengumpulkan personel lainnya mereka berkomunikasi dengan cara meniup peluit.
Pada hari pertama sebanyak enam personel PGT berhasil dihimpun dan dipimpin oleh SMU Ngarbingan.
Hari berikutnya mereka berhasil bertemu dan kemudian bergabung dengan regu yang dipimpin oleh LMU I Suhadi.
Personel PGT yang berkumpul saat itu sebanyak 30 orang. Setelah melaksanakan konsolidasi semua personel PGT segera bersiap melancarkan peperangan secara gerilya.
(Baca juga:Tobat, 154 Anggota Operas Papua Merdeka Nyarakan Diri Kembali ke NKRI)