Kematian Jenderal Qassem sebagai pemantik
Ketegangan antara Amerika dan Iran memuncak setelah Amerika, atas perintah Presiden Trump, meluncurkan serangan roket yang menewaskan Komandan Pasukan Quds, Qassem Soleimani, Kamis (02/01).
Soleimani dianggap sebagai tokoh militer terkuat Iran dan berada di posisi kedua dalam alur kekuasaan di Iran, tepat di bawah Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.
Pentagon menyebut serangan atas Soleimani adalah “upaya pertahanan” Amerika untuk melindungi para diplomatnya.
Soleimani dituding “rencanakan berbagai serangan atas diplomat AS”, salah satunya serangan dan pembakaran terhadap Kedubes AS di Baghdad, Irak, 31 Desember lalu.
Pasukan Quds yang dipimpin Soleimani juga masuk dalam daftar “Organisasi Teroris Asing” yang dirilis Amerika, karena dianggap terkait dengan Hezbollah dan Hamas.
Pemerintahan Presiden Trump mengungkapkan Pasukan Quds terlibat dalam sejumlah serangan yang tewaskan lebih 600 tentara Amerika pada tahun 2003 hingga 2011.
“Jenderal Qassem Soleimani harusnya sudah dilenyapkan sejak bertahun-tahun lalu,” kata Presiden Trump.
Apa kata dunia?
Berbagai pemimpin dunia meminta agar Amerika dan Iran menurunkan senjata.
Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen meminta kedua negara untuk “berhenti saling serang dengan senjata, dan membuka ruang untuk berdialog”.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR