Advertorial
Intisari-online.com -Protes Indonesia terakhir terkait aktivitas China di perairan milik Indonesia berkaitan dengan argumen mengenai Laut China Selatan telah ditolak oleh Beijing pada Kamis, 2/1/2020, dilansir dari South China Morning Post.
Menteri Luar Negeri China menolak tuduhan Indonesia jika angkatan laut mereka telah masuk ke perairan Natuna, kepulauan Riau secara ilegal, yang berarti melanggar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Kepulauan Natuna terletak sejauh 1100 km sebelah selatan dari wilayah Laut China Selatan.
China, Vietnam, Taiwan, Filipina, Malaysia dan Brunei masing-masing memiliki klaim pada wilayah yang masih diperdebatkan tersebut.
Baca Juga: Mulai Hari Ini, Pertamina Turunkan Harga BBM! Ini Rinciannya
Oleh sebab itu, China berdalih, "Entah Indonesia menerima atau tidak, hal ini tidak dapat merubah fakta jika China memiliki hak dan kepentingan di wilayah laut yang relevan," ujar Geng Shuang, Menteri Luar Negeri China.
Dia juga mengaku, posisi China sudah sesuai dengan hukum internasional, termasuk hukum dari PBB berupa Konvensi Hukum Kelautan PBB, atau UNCLOS 1982.
Hal ini ia katakan untuk merespon pernyataan Indonesia Rabu (1/1/2020) jika perilaku China sangat tidak konsisten dengan hukum maritim internasional.
Sementara itu tanggapan Menteri Luar Negeri Indonesia adalah klaim China dalam ZEE salah, berdasarkan catatan kapal-kapal China telah sering 'memancing' di wilayah tersebut tanpa adanya hukum resmi.
Menlu Retno Marsudi juga mengatakan tidak ada tindakan mereka yang sesuai dengan UNCLOS 1982.
Perkataan itu diikuti oleh protes berikutnya di Jakarta yang menuduh Beijing telah masuk secara ilegal ke wilayah perairan Indonesia di Natuna.
Tindakan China tersebut telah menjadi noda bagi pemerintah Indonesia.
Klaim China terhadap Laut China Selatan telah tidak disetujui di tahun 2016 lalu setelah Filipina memenangkan klaim di Pengadilan Arbitrasi di Belanda.
Baca Juga: Sering Menjadi Pertanyaan, Mengapa Iran Dan Amerika Saling Membenci, Rupanya Ini Penjelasannya
Sejak saat itu Beijing telah gagal untuk menerima peraturan tersebut.
Bagi pihak Internasional, Indonesia telah hampir kehilangan kesabaran atas tindakan China yang selalu mengambil ikan di perairan Indonesia terutama Natuna.
Tidak hanya memancing ikan, rupanya China juga memperluas kehadiran militernya di sana, hal yang membuat Indonesia kehilangan kesabaran.
Gregory Raymond, seorang pengajar spesialisasi keamanan Asia Tenggara di Universitas Nasional Australia, Canberra, mengatakan: "cara Indonesia menyampaikan sejarah China menglaim perairan mereka sudah sangat eksplisit dan tegas.
"Lebih-lebih mengenai inkonsistensiChina dengan UNCLOS dan penghargaan 2016 kepada Filipina."
Analis Pertahanan Senior Amerika di Rand Corporation, Derek Grossman, menyatakan jika aktivitas China ini masih akan berlanjut di kepulauan Natuna.
Hal ini menyisakan Indonesia tidak ada pilihan lain selain meningkatkan pengawasan angkatan laut dan penguatan kekuatan wilayah.
Ia juga mengatakan, "Saya rasa China akan sedikit menurunkan akitvitas menggebunya di Natuna untuk mencegah Indonesia bersiap-siap dan menjadi musuh permanen.
"Namun jangka panjangnya, hubungan keduanya akan semakin menegang karena China melanjutkan aktivitas memancingnya dengan pemanjangan kontrol de fakto mereka terhadap beberapa kunci penting.
"Lebih-lebih, sekarang mereka juga mulai beraktivitas militer di Pulau Paracel.
"Hal ini aneh dan mungkin langkah yang bodoh bagi China untuk menekan Indonesia.
"Pasalnya, tahun ini ASEAN dan China akan memperbincangkan lagi negosiasi mengenai Laut China Selatan."
Respon China untuk selalu berbuat onar di laut Natuna akan membuat Indonesia lebih memilih Vietnam sebagai negara yang dipanggil dengan Asean untuk diskusi mengenai Laut China Selatan.