Advertorial
Intisari-Online.com -Tidak ada yang lebih menyedihkan dari kenyataan bahwa saat ini, ada seseorang tidak bersalah yang justru harus mendekam di penjara.
Sayangnya itulah yang terjadi kepada jurnalis pria dari Iran yang harus mendekam lebih dari 6 tahun sebagai pelarian di negara asing yang tergolong sebagai negara paling berbahaya di dunia.
Behrouz Boochani yang berumur 36 tahun, kini telah bebas dan menikmati kehidupan aslinya.
Kelegaan meliputi wajahnya yang tersenyum lebar saat tiba di Selandia Baru setelah ia dibebaskan.
"Saya tidak akan kembali ke tempat itu," dilansir dari Guardian, Jumat (15/11/2019), segera setelah dia meninggalkan negara 'kurungan' tempat dia harus menjadi pelarian selama 6 tahun lebih.
"Setelah lebih dari enam tahun, saya hanya merasa sangat, sangat lelah," Ujarnya. "Namun saya sangat lega dapat segera pergi dari tempat itu."
Dalam masa penyekapannya, dia menyaksikan sendiri teman-temannya ditembak, ditusuk dan dibunuh oleh penjaga pulau seram itu.
Dia juga melihat yang lain meninggal karena sakit yang tidak diobati atau kerusakan mental yang kemudian membawa ke bunuh diri.
Tempatnya disekap, Port Moresby,Papua New Guinea (PNG) sendiri merupakan tempat dengan tingkat kesenjangan sosial sangat tinggi, dan kejujurannya sebagai jurnalis membuatnya dipenjara selama delapan hari setelah melaporkan kelaparan yang ada di pusat kota.
Tidak hanya itu, dia juga menerima siksaan dua kali selama beberapa hari disebabkan berita-berita yang ia laporkan.
PenulisNo Friend But the Mountains itu merupakan koresponden tetap untuk Guardian dan outlet berita lainnya, sehingga dalam masa penyekapannya pun dia masih memberitakan kejadian sebenarnya di kota yang tergolong kota paling berbahaya di dunia tersebut.
Boochani yang seorang etnis Kurdi terpaksa melarikan diri dari negara kelahirannya setelah beritanya yang mendukung kemerdekaan suku Kurdi dan di tahun 2013 melarikan diri ke Australia.
Tidak disangka, imigrasi Australia mengirimkannya ke negara yang tidak terduga karena status pelariannya.
Negara itu sendiri memiliki daftar panjang yang menjadikannya negara berbahaya di dunia.
Ibukotanya juga termasuk kota yang tidak ramah turis dan sangat berbahaya untuk dikunjungi.
Bangunan di kota tersebut selalu dikelilingi tembok tinggi dan kawat berduri, serta kamera CCTV.
Banyak kawasan yang harus dihindari pada malam hari.
Kota dengan tingkat pengangguran sangat tinggi, sekitar 60% itu diperparah dengan maraknya penggunaan narkoba.
Di kota ini, rugby merupakan olahraga yang banyak diminati orang, tetapi tim terbaiknya dimiliki oleh gerombolan gangster yang menguasai kota.
Gangster tidak hanya mencuri, tetapi juga menggarong, membegal, membajak kendaraan bahkan memperkosa.
Satuan pengamanan digunakan oleh semua orang tidak hanya ekspatriat tetapi juga oleh warga lokal.
Kota ini, Port Moresby, memang merupakan kota dengan tingkat kriminalitas tinggi.
Banyak penduduk yang juga masih menganut sistem kepercayaan animisme dan 'mengorbankan' orang lain untuk bagian ritual mereka.
Menariknya, harga hotel di sini justru lebih mahal daripada harga hotel di Tokyo dan New York.
Boochani sendiri segera setelah sampai di Australia justru dipindahkan ke Pulau Manus, salah satu provinsi di Papua Nugini, tetapi ia tidak hanya ditahan di Pulau Manus.
Port Moresby juga menjadi salah satu tempat penahanannya.
Pelarian yang ditahan tidak hanya dia, banyak muslim Rohingya yang juga ditahan di sana.