Advertorial

Ramai Soal Telur yang Terkontaminasi dan Pabrik Tahu yang Gunakan Sampah Plastik, Ternyata Sampahnya dari Limbah Impor

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah
,
Mentari DP

Tim Redaksi

Disebutkan bahwa terdapat 30 pabrik tahu yang menggunakan sampah plastik sebagai bahan bakarnya. Simak selengkapnya!
Disebutkan bahwa terdapat 30 pabrik tahu yang menggunakan sampah plastik sebagai bahan bakarnya. Simak selengkapnya!

Intisari-Online.com - Sebuah artikel dari New York Times mengabarkan adanya bahaya pada produk tahu dan telur ayam yang diproduksi di Desa Tropodo dan Desa Bangun di Jawa Timur.

Dalam artikel ini, disebutkan bahwa terdapat 30 pabrik tahu yang menggunakan sampah plastik sebagai bahan bakarnya.

Atas temuan ini dikhawatirkan, bahan bakar yang digunakan dapat menimbulkan konsekuensi racun.

Artikel New York Times tersebut bersumber dari studi yang dilakukan oleh organisasi non-profit International Pollutans Elimination Network (IPEN).

Baca Juga: Terima Sumbangan Paru-paru dari Perokok, Dokter Tercengang Setelah Membedahnya, Bahkan Ogah Menerimanya Karena Kondisinya Semengerikan Ini

Dalam laporan berjudul Plastic Waste Poisons Indonesia's Food Chain atau Sampah Plastik Meracuni Rantai Makanan Indonesia tersebut, IPEN menemukan adanya kandungan polutan berbahaya pada telur ayam yang diproduksi di Desa Bangun, termasuk dioxin.

Polutan ini dikenal karena bisa menyebabkan penyakit kanker, Parkinson, hingga cacat saat lahir.

Selain itu, ada pula kandungan polychlorinated biphenyls (PCBs), polybrominated diphenyl ethers (PBDEs), short-chain chlorinated paraffins (SCCPs), dan perfluorooctane sulfonate (PFOS).

Awal mula adanya polutan

Laporan itu menyebutkan awal mula polutan yang ada di kedua desa tersebut bermula saat negara-negara Barat melakukan penyortiran sampah untuk didaur ulang.

Sampah-sampah yang dikumpulkan kemudian diekspor ke beberapa negara.

Setelah China menutup keran impor terhadap sampah plastik, Asia Tenggara menjadi tujuan selanjutnya.

Data UN Comtrade memperlihatkan, pada tahun 2018 saja, volume sampah plastik yang diimpor oleh Indonesia meningkat dua kali lipat menjadi 320.000 ton dibanding tahun sebelumnya.

Adapun lima besar negara yang mengekspor sampah plastik ke Indonesia pada tahun 2018 adalah Australia, Jerman, Kepulauan Marshall, Belanda, serta AS.

Timbunan sampah plastik di negeri ini bukan hanya bersumber dari impor, namun juga produksi di dalam negeri.

Bahkan setiap tahun, Indonesia menghasilkan 9 juta ton sampah plastik.

Baca Juga: Kisah Kembar Siam Abby dan Brittany, 1 Tubuh untuk 2 Kepala, Jalani Hidup Layaknya Orang Biasa Meski Mereka Punya Keterbatasan

Sampah berakhir di Jawa Timur Berakhirnya sampah plastik di kedua desa tersebut bersumber dari adanya perusahaan produksi dan daur ulang kertas di Jawa Timur.

IPEN menyebut, ada 9 perusahaan yang menggunakan 4 juta ton kertas skrap per tahun sebagai bahan baku pembuatan lembaran kertas baru.

Dari jumlah tersebut sekitar 63 persen kertas skrap bersumber dari sumber lokal.

Adapun sekitar 37 persen atau 1,5 juta ton kertas skrap merupakan hasil impor.

IPEN juga menggrisbawahi, selama tiga tahun terakhir, jumlah impor kertas skrap meningkat hingga 60-70 persen.

Temuan ini juga menunjukkan jika impor kertas skrap juga menjadi jalan masuk untuk membuang sampah plastik.

Adapun bahan-bahan tersebut diimpor dari beberapa negara, terutama Australia, Kanada, Irlandia, Italia, Selandia Baru, Inggris Raya, dan AS.

"Sampah plastik yang tidak diinginkan lalu dibeli oleh para broker, pedaur ulang kecil, atau 'disumbangkan’ kepada komunitas sebagai bagian dari program pengembangan komunitas dari pabrik kertas," tulis IPEN.

Sampah-sampah plastik berkualitas rendah itu kemudian berakhir di penimbunan terbuka atau open dumps, pabrik tahu, pabrik kapur, atau tempat-tempat di mana masyarakat membakar plastik sebagai bahan bakar.

Baca Juga: Misteri Kera Raksasa Setinggi 3 Meter Terkuak: 'Ini Spesies yang Penuh Teka-teki'

Dua desa yakni, Tropodo dan Bangun, merupakan wilayah yang terdampak dari aktivitas tersebut.

Kedua tempat ini setiap hari menerima 50 ton plastik berkualitas rendah.

Bahkan di Tropodo, terdapat 50 pabrik tahu yang menggunakan sampah plastik sebagai bahan bakar.

Sementara di Desa Bangun, sampah plastik yang ada ditimbun lalu dibakar di area terbuka.

Akibatnya, telur dan ayam di kedua desa itu tercemar polutan.

Bahkan kandungan dioxin pada telur yang dihasilkan di Desa Tropodo hampir sama dengan konsentrasi tertinggi dioksin yang diambil dari situs Bien Hoa di Vietnam.

Tempat ini merupakan bekas pangkalan udara Amerika Serikat (AS) saat Perang Vietnam.

Kala itu, AS menyemprotkan herbisida ke tanaman milik Viet Cong.

Salah satu kandungan dalam zat tersebut adalah dioxin.

Bukan itu saja, ayam yang diambil dari tempat penimbunan sampah di Desa Bangun terkontaminasi oleh PFOS dengan konsentrasi yang setara dengan kawasan industri di Eropa.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ramai soal Pabrik Tahu yang Gunakan Sampah Plastik, Ternyata Sampahnya dari Limbah Impor"

Baca Juga: Tahun Depan Iuran BPJS Naik, Namun Ekonom Top Ini Meramalkan BPJS Akan Tetap Defisit, Kok Bisa?

Artikel Terkait