Meski pada dasarnya semua berkemampuan sama, di dalamnya selalu ada yang memiliki keahlian khusus.
Ada ahli penjinak bahan peledak, penyelamatan (SAR), dan antiteror yang memiliki kemampuan menembak jitu.
Hingga saat ini Gegana memiliki tiga kendaraan taktis explosive ordinance disposal (EOD) yang dilengkapi peralatan penjinak bahan peledak.
Sementara tugas menjinakkan bahan peledak dilakukan oleh satu tim petugas Gegana yang terdiri atas lima atau enam orang.
Baca Juga: Pengemudi Mabuk, Mobil Avanza Tabrak Truk Brimob di Irian Jaya, 1 Orang Meninggal Dunia, 8 Luka-luka
Ada tiga keadaan yang harus dipertimbangkan oleh anggota Gegana sebelum memutuskan teknik penjinakan yang akan dipakai.
Pertama, apakah bahan peledak itu mengancam jiwa manusia? Jika ya, body armor (pakaian pelindung) malah tidak boleh dikenakan.
Pada kondisi ini ada kemungkinan bom terpasang di tubuh sandera. Melihat tampilan petugas ber-body armor dikhawatirkan sandera akan kaget dan membuat gerakan tertentu.
Masalahnya, dunia terorisme mengenal bom dengan detonator peka guncangan.
Gerakan yang betapa pun kecilnya sudah cukup untuk memicu detonator sehingga bomnya meledak.
Pada kondisi bom yang dipasang hanya mengancam properti, petugas Gegana bisa menggunakan body armor untuk mengambil bom dan membawanya ke tempat aman untuk dijinakkan.
Sedangkan pada kondisi ketiga, ketika bom tidak membahayakan manusia maupun bangunan, semisal di hutan, anggota Gegana bisa meledakkannya jika dinilai lebih menguntungkan.
Selama ini bahan peledak yang kerap ditemukan di Jakarta lebih banyak berupa bom rakitan.
Baca Juga: Jadi Terduga Pemboman di Mapolrestabes Medan, Tetangga Dedek Ungkap Kebiasaannya Selama Tinggal
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR