Advertorial
Intisari-Online.com -Zaman dulu, sebelum tahun 2000-an, sepeda motor meski hanya jenis yang 'biasa' sudah tergolong sebagai barang mewah.
Ditambah dengan masih cukup banyaknya praktik poligami, banyak pria yang menggunakan sepeda motor sebagai senjata untuk menggaet istri muda.
Hal itu pula yang dialami oleh Sidik seorang pedagang bakso di Tangerang.
Bermodal sepeda motor baru, pria tersebut berhasil menggaet En, seorang janda satu anak.
Padahal, saat itu Sidik sedang menjalin rumah tangga dengan Haeti yang sudah memberinya tiga orang anak.
Namun, siapa sangka, pernikahan dengan En tersebut harus menjadi duka mendalam bagi Sidik.
Haerul, anak bungsunya tewas di tangan En dengan cara yang menyedihkan.
Berikut ini kisahnya seperti pernah dimuat di tabloid NOVAedisi Maret 1988 dengan judul "Haerul Dihabisi Nyawanya Akibat Motor Baru".
Kamis (10/3) sekitar pukul 05.00, seperti biasa Ajah (50) bangun dan ke belakang mengambil air wudhu.
Selesai salat, ia sempat menengok ayunan kain tempat biasa Haerul Anwar (1) ditidurkan.
Di dekat cucu tirinya itu, terbaring Neneng (9), kakak kandung Haerul. "Wah, mana si Haerul," tanya nenek ini membuat Neneng terkesiap.
Ia segera bangun dan menggoyang-goyang ayunan kain itu. Terasa berat.
"Saya ambil, kirain Haerul. Tak tahunya cuma sepotong bambu," kisah Neneng.
Empang
Maka paniklah seisi rumah mencari bocah itu. Dan sebentar kemudian, warga Desa Jambe Kecamatan Tigaraksa, Tangerang, terbangun mendengar ribut-ribut.
Segera mereka menyebar, ikut mencari Haerul.
Sidik, sang ayah, seorang pedagang bakso, segera lari ke Desa Kedongdong.
Di rumah bekas istrinya itu (Sidik baru sebulan cerai dengan Haeti, ibu kandung Haerul) Sidik tetap tak menemukan bocah itu.
Bahkan kabar raibnya Haerul, membuat Haeti panik.
Akhirnya sekitar pukul 09.00, bocah itu ditemukan sudah tak bernyawa lagi di empang belakang rumah mertua Sidik.
Masyarakat langsung menduga, anak itu bukan tercebur tapi sengaja diceburkan.
"Kedua telinganya mengeluarkan darah. Kemungkinan besar anak itu mengalami kekerasan sebelumnya," ungkap sumber di Polsek Tigaraksa. Kecurigaan makin kuat.
Apalagi, bagaimana mungkin bocah yang baru bisa merangkak itu sampai nyemplung ke empang.
Tapi baik ayah kandung maupun ibu tiri Haerul, En (20) serta keluarga lainnya, tak mengaku menceburkan Haerul.
Akhirnya polisi meminta keterangan dari mereka.
Mulanya En, janda satu anak yang dikawini Sidik lima bulan silam, tak merasa berdosa. Ia malah menangis terus.
Namun berkat ketelatenan polisi, En akhirnya mengaku.
"Ia sengaja membunuh Haerul karena kesal pada sikap Sidik yang lebih memperhatikan anak anak kandungnya," tambah sumber tadi.
Simpanan
Setelah cerai dengan Haeti, Sidik memang membawa tiga anaknya tinggal bersama istri barunya itu.
Pria ini amat sayang pada mereka. Tiap kali pulang berdagang, selalu membawakan mereka oleh-oleh.
Dan malam menjelang kejadian naas itu, Sidik menyuruh membangunkan Haerul yang sudah setengah nyenyak untuk ikut menikmati oleh-oleh yang dibawanya.
Waktu itu En agak kesal dan berujar, "Udah deh, besok kan masih ada hari."
Baca Juga: Bukan Pelaku Pembunuhan, Pria Ini Ditangkap Kasus Penemuan Mayat Wanita di Kolong Tempat Tidur
"Saya mah pasrah. Memang harus begitu mungkin jalannya Haerul," kata Haeti dengan suara terbata ketika ditemui NOVA .
Namun ia tak bisa menyembunyikan rasa bencinya pada En yang kini ditahan polisi, "Emang bener kata orang, ibu tiri pasti kejem ya. Tega-teganya ngabisin nyawa orok."
Namun ia tak menaruh dendam, "Buat apa? Haerul tetap nggak bisa hidup lagi."
Padahal, seperti penuturannya, gara-gara janda muda itu juga, perkawinannya selama 15 tahun dengan Sidik jadi kacau.
"Diam-diam Sidik punya simpanan lagi, janda dari Desa Jambe. Saya nggak mau dimadu, makanya kami cerai," lanjutnya.
Main serongnya Sidik, kata Haeti, dimulai ketika tukang bakso ini berhasil punya sepeda motor.
Sidik, kata Haeti, malah pernah bilang, "Penasaran punya motor kalau nggak bebini dua."
Dan sejak itu, Sidik jadi doyan ngelencer.
"Eh, bener aja, dia punya bini lagi."
Waktu itu Sidik memang sudah kasmaran.
Dan suatu malam menjelang pernikahannya dengan janda En, ia meminta Haeti menyerahkan kalung 2,5 gram yang dipakainya.
"Tentu saja saya tolak."
Tapi esok malamnya, Sidik datang lagi, "Seperti maling, ia membawa pergi perabotan rumah dan seekor kerbau."
Kerbau yang diduga laku dijual Rp400 ribu itu, menurut Haeti digunakan Sidik untuk kawin.
Sayang
Haeti yakin, bukan Sidik yang melakukan tindakan keji itu.
"Biar kelakuannya kayak gitu, ia sayang anak," tutur Haeti dengan mata berlinang.
Yang disesali ibu ini, pada hari kejadian itu, rencananya Haerul akan dikembalikan padanya.
"Selain kangen, rasanya sepi nggak ada anak-anak," kata Haeti. Sebetulnya ia ingin tetap hidup bersama tiga anaknya, tapi ia tak punya uang untuk menghidupi mereka.
"Sidik nggak pernah ngasih uang sepeser pun. Paling nginmin belanjaan saja."
Kini ibu malang ini cuma bisa merenungi nasib buruknya.
Tapi ia telah bertekad cari kerja apa saja, demi menghidupi dua anak yang tersisa.
Kembali pada Sidik pun, ia tak mau,"Udah nggak suka!" ujarnya.
(Winne Windamari)