"Proses masaknya sama, tapi bahannya yang beda. Ini airnya kan sudah panas dan asin, jadi rasanya lebih enak bila dibanding masak menggunakan bahan kimia," kata Periyah.
Sukairin, yang merupakan warga setempat tidak mengetahui sejak kapan air panas dan asin tersebut ada.
"Yang pasti sudah sejak zaman nenek moyang. Tapi ya hanya untuk dibuat gendar saja. Karena di sini orang desa, kurang pengalaman mau dibuat apa lagi, ada banyak yang mengambil air setiap hari," kata kakek berusia 82 tahun tersebut.
Beberapa warga pernah mencoba membuat garam, namun gagal sehingga tidak diteruskan.
Menurut Sukairin, hanya ada beberapa kolam saja yang airnya panas.
"Kalau asin, semua asin. Tapi yang panas hanya beberapa saja dan berpindah-pindah. Kolam itu dulu panas, tapi sekarang tidak," ujar Sukairin sambil menunjuk satu kolam kecil.
Sukairin mengatakan, meski mata air setiap hari mengalir, namun air di dalam kolam tak pernah meluber.
Menurut Sukairin, lahan air panas dan asin tersebut milik pribadi adiknya. Hal itu dibuktikan dengan pembayaran pajak setiap tahun.
Penulis | : | Nieko Octavi Septiana |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR