Kini, ketika seseorang merasakan perasaan tidak nyaman dan kebingungan mengenai kondisi mental mereka, ia mungkin mencoba mencari penjelasan mengenai kesehatan mental di internet dan kemudian melakukan self-diagnosis gangguan mental.
Self-diagnosis berbahaya karena orang mungkin sampai pada kesimpulan yang salah terkait kondisi kesehatannya dan mengambil keputusan yang salah juga.
Beberapa pasien saya yang melakukan self diagnosis gangguan mental itu berujung menjadi pengguna narkotika dalam upaya mengobati diri.
Salah satu pasien saya akhirnya ketergantungan obat penenang karena dia merasa dirinya mengidap stres.
Padahal menurut pemeriksaan saya, dia hanya memiliki “serangan panik” yang bisa ditangani dengan terapi psikologis satu sampai dua bulan.
Baca Juga: Pendaftaran CPNS 2019 Siap Dibuka, Ikut Latihan Soal di Aplikasi Ini
Akibat keputusannya untuk mengobati dirinya sendiri dengan obat penenang, seperti Xanax, pasien saya harus ditangani secara medis dan psikologis selama 6 sampai 12 bulan.
Biayanya menjadi berlipat ganda belum lagi dampak emosionalnya.
Pasien yang lain mendiagnosis dirinya sendiri mengalami depresi. Dia sering melukai dirinya sendiri dan mencoba bunuh diri.
Padahal setelah melakukan konsultasi dengan saya, saya menemukan bahwa ia mengidap gangguan kepribadian ambang.
Salah satu konsekuensi dari pasien yang memiliki gangguan ini adalah ketidakstabilan hubungan interpersonal.
Jika diagnosis ini didapat lebih awal mungkin putusnya hubungan pasien saya dengan teman dan pacarnya bisa dihindari.
Mendiagnosa masalah gangguan mental tidak mudah karena diperlukan keahlian khusus dan pengetahuan mengenai diagnosis masalah, gangguan, atau sindrom mental.
Penulis | : | Nieko Octavi Septiana |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR