Advertorial

Peringkat Indonesia dalam Hal Impor Alat Militer Turun dari 5 ke 22, Haripin: 'Daftar Belanja Kita Banyak Sebenarnya'

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah
Ade S

Tim Redaksi

mpor alat militer Indonesia diketahui turun secara signifikan.
Setelah sebelumnya pernah menduduki peringkat kelima.
mpor alat militer Indonesia diketahui turun secara signifikan. Setelah sebelumnya pernah menduduki peringkat kelima.

Intisari-Online.com - Impor alat militer Indonesia diketahui turun secara signifikan.

Setelah pernah menduduki peringkat kelima, Indonesia sekarang turun ke peringkat ke-22.

Sementara itu, negara seperti Arab Saudi, Australia, dan China kini menjadi negara dengan perlengkapan militer terbesar di dunia pada tahun 2018, seperti dilansir oleh ABC News Australia, (1/10/2019).

Laporan yang dikeluarkan oleh lembaga Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) ini juga menyebut peringkat Indonesia yang merosot.

Baca Juga: Jika Kim Jong Un Lempar Jenderalnya ke Tangki Piranha, Maka Pria Ini Cungkil Mata dan Kebiri Tahanan di Chile

Sejumlah pengamat militer dan pertahanan di Indonesia mengatakan merosotnya peringkat Indonesia terhadap pembelian impor alat utama sistem senjata, atau alutsista, telah turun signifikan.

Belanja Domestik Meningkat

Pengamat Pertahanan dari Lembaga Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muhammad Haripin mengatakan penurunan belanja alat militer hanya terjadi pada lingkup global namun mengalami peningkatan pada belanja alat militer domestik.

Baca Juga: Kim Jong-un Eksekusi Jenderalnya dengan Melemparnya ke Tangki Berisi Ratusan Piranha, Intel Inggris: 'Klasik'

"Secara domestik belanja militer Indonesia justru mengalami kenaikan. Tapi kalau dibaca secara tren di kawasan dan global pembelanjaan alutsista kita mungkin kurang cepat atau kurang besar," ujar Muhammad Haripin.

Data yang dimiliki oleh Haripin justru menunjukan laporan yang sebaliknya.

Peningkatan yang signifikan telah terjadi ihwal impor alat utama sistem senjata pada 2017-2018.

Dalam laporannya mencontohkan akuisisi Main Battle Tank (MBT) Leopard dari pabrikan Jerman.

Baca Juga: Kulitnya Berjatuhan dan Kesakitan Tiap Bergerak hingga Dokter Menyerah, Bocah 9 Tahun Ini Putus Asa Bilang ke Ibunya Lebih Baik Mati

Tercatat juga dalam laporannya, pada tahun 2017, nilai akuisisi Indonesia atas salah satu tank tercanggih di dunia tersebut berjumlah 49 unit.

Sedangkan pada tahun 2018, Indonesia justru mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dalam mengakuisisi MBT yakni sebanyak 79 unit.

Sejauh ini, total nilai repositori Indonesia untuk MBT menjadi 30 unit.

"Akuisisi MBT Leopard ini menjadi yang paling signifikan dari sisi kuantitas," ujar Haripin.

Baca Juga: Mulai Besok! Ini Daftar Pelanggaran dan Sanksi Pidana serta Besaran Denda Tilang Elektronik di Jalan Tol

Berkomentar perihal turunnya peringkat impor alat militer, Connie Rahakundini Bakrie, pengamat pertahanan dan militer lainnya, justru mengatakan hal tersebut sebagai sebuah 'prestasi'.

"Ini membuktikan komitmen pemerintah untuk memicu tumbuhnya kemandirian industri pertahanan," kata Connie.

Anggaran Pertahanan di Indonesia

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020, Kementerian Pertahanan adalah salah satu lembaga negara yang memiliki anggaran paling besar.

Baca Juga: Kerja Cari Sisa Kacang dan Padi di Sawah Warga, Tapi Mbah Siah Tak Pernah Terima Bantuan Pemerintah Karena Hal Ini

Alokasi anggaran Kemenhan mencapai Rp 131,2 triliun, atau meningkat 19,7 persen dari tahun 2019.

Anggaran ini dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan belanja pegawai di tubuh TNI dan serta belanja alutsista.

"Supaya pertahanan bisa terjaga dengan baik, sehingga harus meningkatkan persenjataan" ujar Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani di Kantor Kemenkeu, pekan lalu.

Namun demikian, menurut Connie, anggaran pengadaan yang meningkat ini jauh dari harapan untuk secara signifikan meningkatkan kesiapan dan gelar TNI.

"Anggaran 2020 itu akan terserap ke Komando Gabungan Wilayah Pertahanan 2 serta satuan baru, seperti Komando Operasi Khusus, selain juga belanja pegawai," tambahnya.

Baca Juga: Dilantik Jadi Anggota DPR RI, Ternyata Kekayaan Krisdayanti Ditaksir Capai Rp271 Miliar!

Strategi Akuisisi

Muradi selaku Pengamat pertahanan dari Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran Bandung, menilai peringkat Indonesia merosot dalam hal belanja perlengkapan militer karena strategi nasional di bidang alutsista.

Senada dengan pengamat lainnya, Muradi mengatakan Indonesia tidak lagi hanya impor saja dalam pengadaan alutsista.

"Turun peringkat bukan berarti kita tidak punya uang ... tapi kita juga bisa membangun, merancang, memproduksi dan menguasai teknologi," ujar Muradi.

Tak hanya itu, meski dengan anggaran terbatas, TNI tetap memperkuat alutsista dengan salah satu caranya lewat mengakuisisi.

"Jadi Indonesia punya target pengadaan 1000 tank, solusinya kita joint kerjasama dengan Turki membuat Tank Harimau."

Contoh lainnya, Indonesia baru saja negosiasi pembelian pesawat tempur KF-X dari Korea dan sepakat melakukan 'co-production' dengan negara tersebut.

Di sisi lain, negara-negara seperti Bangladesh, Malaysia, Filipina dan Brunei juga berminat mengakuisisi Tank Harimau Hitam buatan PT Pindad Indonesia dan pabrik alutsista Turki.

Baca Juga: Jadi Perempuan Pertama yang Jabat Ketua DPR, Puan Maharani Teruskan Tradisi 'Serba Pertama' Trah Politik Soekarno

Tidak Tergantung dengan Negara / Blok Tertentu

Pengadaan alutsista yang mengacu pada 'Minimum Essential Force' menurut Muhammad Haripin adalah strategi untuk mencapai kekuatan pokok minimum.

Strategi ini adalah bentuk pertahanan yang ideal dan dapat disegani pada tingkat regional maupun internasional.

"Kalau lihat dokumen MEF, kita butuh banyak anggaran untuk patroli maritim, Angkatan Laut juga butuh kapal patrol ... dan daftar belanja kita banyak sebenarnya, anggaran terus naik." kata Haripin

Haripin menambahkan bahwa dengan semakin dinamisnya perdagangan alutsista, saat ini Indonesia banyak memiliki pilihan, seperti membelinya dari Swedia, Perancis, bahkan China.

Sementara Muradi menambahkan, kerjasama militer dengan banyak negara juga sejalan dengan status Indonesia sebagai negara bebas aktif.

"Agar kalau terjadi apa-apa kita tidak tergantung dengan negara atau blok tertentu" kata Muradi.

Baca Juga: Penelitian Membuktikan, Orang yang Pernah Selingkuh Akan Kembali Selingkuh di Lain Waktu, Hanya Soal Waktu!

Yang terpenting, menurut Connie, adalah mewujudkan kekuatan TNI sebagai poros maritim, dirgantara dan permukaan di dunia.

"Menhan baru di kabinet mendatang sebaiknya membuat 'road map' industri pertahanan yang lebih tertata dan terkolaborasi antara BUMN, BUMS, agar integrasi pelaku industri pertahanan semakin terwujud." tambah Muradi.

Lonjakan Impor Senjata Negara Australia

Selain itu, negara Australia melonjak yang pada awalnya peringkat keempat di tahun 2017, menjadi pembeli senjata impor terbesar kedua di dunia.

Negara Australia berada di bawah Arab Saudi yang menjadi negara dengan impor senjata terbanyak pada tahun 2017-2018.

Kenaikan peringkat tersebut berkaitan dengan dilakukan pembayaran yang mahal atas pembelian Joint Strike Fighters.

Selain itu juga karena proyek kapal selam masa depan bersama Perancis.

Pembelian ini dilakukan pada tahun lalu yang membuat peringkat Australia naik di negara pengimpor senjata militer. (Dinar Fitra Maghiszha)

Baca Juga: Terjatuh dan Batang Besi Menusuk Hidung hingga Tembus ke Tempurung Tengkoraknya, Pria Ini Selamat dengan Ajaib

Artikel ini pernah tayang di Tribunnewswiki.com oleh Dinar Fitra Maghiszha dengan judul asli "Peringkat Indonesia dalam Hal Impor Alat Militer Turun dari 5 ke 22, Berikut Alasannya"

Artikel Terkait