Advertorial
Intisari-Online.com – Wafatnya mantan Presiden ke-3 Republik Indonesia, BJ Habibie, masih menjadi pembicaraan hangat di Indonesia.
Sebab, masih banyak yang berduka atas kepergiaan salah satu orang berbakat di Indonesia.
Namun selain perihal wafatnya BJ Habibie, ada juga cerita tentang Thareq Habibie, putra bungsu BJ Habibie.
Hal ini dikarenakan Thareq Habibie menggunakan penutup mata selama proses pemakaman BJ Habibie.
Baca Juga: Inilah Muhammad Pasha Nur Fauzan, Cucu BJ Habibie yang Juga Tekuni Bidang Dirgantara
Apa yang menyebabkan Thareq Habibie menggunakan penutup mata?
Menurut putra sulung BJ Habibie, Ilham Akbar Habibie, adiknya, Thareq menderita glaukoma.
Diketahui glaukoma adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh gejala gula yang tinggi hingga merusak retina mata.
"Pertama penyakit yang diderita Thareq, adik saya, adalah glaukoma.”
“Glaukoma adalah penyakit yang merusak retina," ujar Ilham saat ditemui di kediamannya Habibie di jalan Patra, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/9/2019), seperti dilansir darikompas.com.
Dengan rusaknya retina, maka mata Thareq dipastikan tidak bisa diganti lagi.
Glaukoma, si pencuri penglihatan
Jika terjadi kebutaan akibat tekanan bola mata yang tinggi, maka glaukoma yang jadi pelakunya.
Saraf mata tidak mampu menoleransi tekanan bola mata yang tinggi tersebut sehingga terjadilah kerusakan saraf langsung.
Rusaknya saraf juga bisa terjadi secara tidak langsung, yaitu karena tekanan bola mata menghambat aliran darah yang mengantarkan nutrisi pada mata.
Kata dr.ZeirasEka Djamal, SpM, dari Jakarta Eye Center Kedoya, Jakarta Barat, gejala glaukoma tidak begitu signifikan.
Tadinya mata terasa normal dan sehat, namun lama kelamaan penglihatan terganggu.
“Hal ini yang membuat banyak pasien glaukoma yang terlambat untuk ditangani, saat diperiksa baru ketahuan kalau saraf matanya sudah rusak,” ungkapnya lagi.
Sama seperti gejalanya yang tidak kentara, kita juga tidak bisa mengukur atau mengetahui tekanan bola mata secara kasat mata.
Artinya tidak ada tanda-tanda fisik yang menandai abnormalnya tekanan mata seseorang.
Karena itu, Zeiras sangat menyarankan untuk rutin melakukan pemeriksaan mata.
Deteksi dini akan sangat membantu pencegahan dan pengendalian glaukoma.
Khususnya bagi orang yang berusia di atas 40 tahun karena umumnya glaukoma menyerang di atas usia tersebut.
Sebaiknya rutin cek tekanan bola mata dua tahun sekali.
Namun khusus untuk orang yang memiliki faktor risiko glaukoma, wajib melakukan cek tekanan bola mata sekali dalam setahun.
Faktor risiko glaukoma terdapat pada mereka yang memiliki riwayat keluarga penderita glaukoma (faktor genetik).
Selain itu, penderita diabetes memiliki risiko glaukoma karena gangguan pembuluh darah akibat diabetes juga biasasanya merambat ke pembuluh darah di mata.
Khusus pada mata, jika terjadi gangguan vaskularisasi, dapat menimbulkan munculnya pembuluh darah-pembuluh darah halus yang tidak pada tempatnya.
Kemudian berkembang di sudut bola mata dan menghambat jalan keluar cairan bola mata. Akibatnya tekanan bola mata meningkat dan terjadilah glaukoma.
Optik-optik besar biasanya sudah memiliki alat pemeriksaan tekanan bola mata atau pemeriksaan tekanan bola mata langsung pada dokter spesialis mata juga bisa dilakukan.
Tak bisa disembuhkan
Kabar buruknya ketika kondisi saraf mata yang rusak tak bisa diperbaiki lagi. Itulah sebabnya glaukoma disebut si pencuri penglihatan.
Walau tak bisa disembuhkan, glaukoma bisa dikontrol.
Misal, jJika tekanan bola mata yang tinggi ditemukan lebih cepat, kemungkinan besar glaukoma masih bisa dikendalikan dengan terapi obat-obatan.
Pengendalian lainnya bisa dilakukan dengan laser glaukoma.
Jika glaukoma ternyata lebih parah, maka penanganannya dilakukan dengan operasi.
Proses perburukan pada setiap penderita glaukoma berbeda.
Tergantung pada tingginya tekanan bola mata dan kerusakan yang diakibatkannya. Karena itu sekali lagi, lebih cepat lebih baik untuk mendeteksi kondisi tidak normal tekanan bola mata.
Jika sudah terjadi kerusakan saraf, operasi glaukoma dilakukan bukan untuk memperbaiki saraf tersebut. Namun untuk mengontrol dan mengendalikan tekanan bola mata yang terlalu tinggi.
Sehingga perburukan penglihatan dapat dicegah dan kerusakan saraf mata tidak bertambah berat.
Karena itu, penderita glaukoma memang harus berhubungan dengan dokter mata seumur hidupnya.
“Mirip dengan penderita hipertensi dan diabetes yang harus mengontrol makanan dan minum obat seumur hidup, jika terkena glaukoma juga sama, mereka harus menjalani terapi kontrol seumur hidup,” kata dr. Zeiras.
Bagi kita yang tidak memiliki faktor risiko seperti diabetes misalnya, tidak bisa mengupayakan apapun untuk menjaga agar tekanan bola mata tetap normal.
Satu-satunya cara menjaganya adalah dengan pemeriksaan tekanan mata berkala. (Moh Habib/Ade Sulaeman)