Advertorial
Intisari-Online.com – Indonesia berduka kehilangan sosok luar biasa yang memajukan teknologi di negara tercinta ini.
BJ Habibie, Presiden RI ke-3, ini meninggalkan kita pada hari Rabu (11/9) setelah beberapa waktu dirawat di RSPAD Gatot Subroto.
Jejak perjalanan hidupnya menjadi orang besar seolah sudah dipersiapkan oleh “dunia” sekitarnya.
Sang ayah membekalinya dengan filosofi “mata air”, sumpah ibu untuk memberi pendidikan setinggi mungkin, dan tentu saja kerja keras dan kesetiaannya pada cita-cita.
Baca Juga: Kumpulan Quote dari BJ Habibie tentang Cinta, Anak Muda dan Pemimpin
Akhirnya, Indonesia memiliki Bacharuddin Jusuf Habibie seperti yang kita kenal sekarang ini.
Seorang ilmuwan unggul, perintis industri kedirgantaraan, presiden, dan negarawan sejati.
Tulisan berikut ini pernah dimuat di Majalah Intisari dalam rubrik Cukilan Buku, yang diambil dari buku RUDY, Kisah Masa Muda yang Visioner, dan dicukil oleh Djati Surendro.
Tak lama setelah peringatan 40 hari meninggalnya sang ayah, Rudy berangkat ke Jawa.
Bayangkan, remaja yang baru saja jadi yatim ini harus menempuh perjalanan panjang dengan kapal besar, seorang diri.
Rudy ingat, dia menangis di pelabuhan Makassar memohon dan merengek agar dia tak dikirim ke Jawa.
“Ini justru tanda aku sayang dan yakin padamu Rudy."
"Kalau Mami jahat, justru Mami akan menahanmu di sini dan memanjakanmu. Karena itu, kamu harus pergi. Jadi yang nomor satu,” bujuk Mami.
Padahal tentu hatinya cemas. Ibu mana yang tidak khawatir merelakan anaknya umur 14 tahun, putra kebanggaannya, pergi sendirian merantau?
Awalnya Rudy melanjutkan sekolah di Carpentier Alting Stichting (CAS), dekat Stasiun Kereta Gambir, sekolah internasional tingkat SMA terbaik saat itu.
Namun lantaran tidak kuat dengan panasnya Jakarta, Desember 1950 Rudy pindah ke Bandung yang lebih dingin.
Ia tinggal di rumah kawan almarhum ayahnya, Pak Syamsusin, di Jalan Purnawarman 52, Bandung.
Ia mendapat kamar sendiri. Di sini pula kegemarannya membuat dan bermain model pesawat dari kayu balsa dimulai.
Baca Juga: BJ Habibie Meninggal Dunia: Ini Sumpah Maminya untuk Rudy Setelah Kepergian Sang Papi Tercinta
Sayang, tak lama kemudian sekolah tempat Rudy belajar, Christelijk Lyceum, pun ditutup.
Semua murid harus pindah ke Sekolah Peralihan yakni SMA Kristen di Jalan Dago 81.
Persoalan muncul karena bahasa pengantar di SMA Peralihan Kristen adalah bahasa Indonesia.
Padahal Rudy terbiasa berbahasa Belanda di sekolah internasional, sementara bahasa Indonesianya tidak lancar.
Alhasil, Rudy diledek teman-teman sekolahnya sebagai “Londo ireng” lantaran tak bisa berbahasa Indonesia.
Kepindahan Rudy ke sekolah SMA biasa membuat Mami kecewa.
Baca Juga: Cerita Saudi, Petugas Makam yang Kerap Berjumpa Habibie saat Berziarah, Kini Ia Menggali Makamnya
Terdorong untuk melakukan pendampingan terhadap anaknya, akhir 1951 Mami memutuskan boyongan pindah dan menetap ke Bandung.
Seluruh warisan dan harta yang tersisa di Makassar dijual untuk modal hidup di Bandung. Mami membeli tiga rumah di Jalan Imam Bonjol.
Satu rumah untuk tempat tinggal, sisanya untuk usaha tempat indekos.
Kendala bahasa perlahan teratasi setelah Rudy mengambil les privat.
Keunggulan Rudy di sekolah adalah kecepatannya mengerjakan semua pelajaran ilmu eksakta.
Misalnya, waktu ulangan adalah dua jam, Rudy bisa menyelesaikannya dalam hitungan menit.
Bila sudah selesai, Rudy akan pura-pura masih berpikir agar dia tak diomeli teman.
Soalnya, ketika Go Keng Hong, guru Ilmu Pasti Alam, mengetahui bahwa Rudy sudah selesai menggarap soal, ia segera menyuruh murid-murid lain mengumpulkan soal.
Padahal banyak yang belum selesai.
Salah seorang adik kelas Rudy di SMA ini adalah Hasri Ainun Besari, putri Mohammad Besari, dosen Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung.
Baca Juga: Kumpulan Quote dari BJ Habibie tentang Cinta, Anak Muda dan Pemimpin
Ainun kemudian menjadi bagian dari kecanggungan Rudy berhadapan dengan perempuan.
Go Keng Hong selalu memuji-muji Ainun yang cerdas di depan Rudy, sembari ditambah bumbu-bumbu bahwa suatu hari nanti Ainun dan Rudy pasti akan menikah.
Sebenarnya Rudy sangat gondok karena aksi perjodohan oleh gurunya ini.
Apalagi kemudian teman-teman yang lain juga ikut-ikutan.
Akibat aksi jodoh-jodohan yang semakin gencar ini, suatu hari di halaman sekolah, Rudy jadi kesal sama teman-temannya.
Saat itu, Ainun bersama teman perempuannya sedang makan bekal mereka di sebuah taman sekolah.
Teman-teman Rudy menggoda. Tanpa pikir panjang, sambil berjalan Rudy berteriak, “Ainun! Kamu jelek! Sudah hitam, gendut lagi!!!!!!”
Seketika semua orang terdiam. Sejenak, mata Rudy bertatapan dengan mata Ainun. Hening.